☆Chapter 3 : Cara Malaikat Terbang☆

Mulai dari awal
                                    

"Ada sisa keripik kentang di pipi sebelah kananmu, Yuna."

***

Beberapa jam kemudian, Raiga, Yuna dan Zapar sudah semakin dekat saja, seolah-olah, kereta ini hanya milik mereka saja, canda tawa menghiasi ruangan yang dihuni oleh tiga malaikat tersebut, tanpa peduli kalau mereka mengganggu ketenangan malaikat-malaikat yang menghuni ruangan di dekat mereka.

"DUA JAM LAGI KITA AKAN MENDARAT KE BUMI! DUA JAM LAGI KITA AKAN MENDARAT KE BUMI! DI MOHON BERSIAP-SIAP DARI SEKARANG!"

Suara wanita yang terdengar dari dalam dinding ruangan telah memberitahu pada para penumpang tentang persiapan menuju bumi yang sudah semakin dekat.

"Wow," Yuna menggendong tas merahnya. "Aku tidak sadar kita telah melewati ketujuh langit suci? Apa kalian melihatnya?"

Raiga mengangkat bahu. "Kau tertarik dengan tujuh langit yang sering dirumorkan dihuni oleh malaikat-malaikat elit?"

Yuna dengan semangat menganggukkan kepala. "Ya! Aku sangat menyukai tujuh langit!" Yuna meloncat-loncat riang. "Andai saja aku bisa terpilih menjadi bagian dari malaikat elit, mungkin saja aku bisa menghuni salah satu dari tujuh langit suci, oh! Aku sangat menginginkannya!"

Kedua mata Yuna berbinar-binar saat mengatakan hal tersebut, sementara Raiga dan Zapar hanya memperhatikan gadis itu dalam diam.

"Ngomong-ngomong," Raiga memecah keheningan dengan menoleh pada Zapar. "Di mana kau menyimpan barang bawaanmu, Zapar?"

Zapar mengangkat bahu dengan santai. "Aku tidak membawa apapun," Raiga dan Yuna terkejut. "Lagi pula, kita hanya akan ke bumi kan? Untuk apa aku membawa banyak barang, kawan?"

Yuna terbelalak mendengar perkataan Zapar. "Kau aneh sekali," Yuna menggelengkan kepala. "Kita di bumi bukan untuk jalan-jalan ria, Zapar! Kita ditugaskan oleh pihak sekolah untuk membimbing para manusia ke jalan yang benar! Dan wajar jika kau membawa banyak barang karena kau akan tinggal di bumi selama setahun!"

Entah kenapa, Zapar hanya tersenyum saja mendengar yang dikatakan Yuna. "Kenapa kau mendadak marah padaku, Yun?"

Yuna melipat tangannya. "Tentu saja aku marah!" ucap Yuna dengan jengkel. "Dan namaku Yuna, bukan Yun!"

Raiga menepuk pundak Yuna dan Zapar. "Sudah-sudah, ayo kita bersiap-siap untuk keluar dari kereta, teman-teman."

***

Kereta ini sudah sampai di bumi, lebih tepatnya, di tengah hutan belantara. Kereta awan memang sudah biasa menurunkan penumpangnya di tempat-tempat tersembunyi agar para manusia tidak mengetahui keberadaan kendaraan suci tersebut.

Semua malaikat keluar dari ruangan masing-masing, berdesak-desakan menuju pintu keluar. Raiga, Yuna dan Zapar berjalan di tengah-tengah lautan malaikat, sulit sekali untuk menerobos punggung-punggung yang menghalangi mereka.

Akhirnya, tak lama kemudian, mereka bertiga berhasil keluar dari kereta awan dan turun, menjejaki tanah hutan yang penuh dengan dedaunan kering.

"Ini pertama kalinya aku datang ke bumi," ucap Yuna dengan riang. "Aroma tempat ini benar-benar berbeda dari surga."

"Haha!" tawa Zapar menggelegar mendengar ucapan Yuna. "Jelas berbeda, Surga dan Bumi tidak dapat disamakan, Yun."

Yuna hanya mengembungkan pipinya dengan kesal. "Sudah kubilang, aku benci dipanggil Yun!"

"Teman-teman," Raiga kini angkat bicara dengan wajah datar. "Kita akan ke mana sekarang?"

Yuna dan Zapar menoleh pada Raiga. "Jelas, kita akan bersekolah di bumi, kawan." balas Zapar dengan menyeringai kejam. "Akhirnya, sebentar lagi, aku akan membully cucu-cucu Adam! Haha!"

Mendengarnya, Yuna kesal. "Apa kau bilang?" ucap Yuna dengan mendekatkan diri pada Zapar. "Kau akan berurusan denganku jika berani menyakiti para manusia, Zapar!"

"Oi Malaikat!" Raiga sudah mulai bosan. "Dengarkan aku, sekarang, di mana sekolah yang akan kita masuki?"

Zapar dan Yuna saling menatap setelah mendengar ucapan Raiga.
"Sebelum memikirkan itu, lebih baik kita harus mencari cara agar kita bisa keluar dari hutan ini, kawan." jawab Zapar dengan mengusap hidungnya sombong.

"Hah?" Raiga kaget. "Aku lupa soal itu."

Kereta awan yang telah mengantarkan mereka telah menghilang, sementara malaikat-malaikat yang lain telah terbang dengan sayapnya masing-masing menuju tempat tujuannya.

Sementara, Raiga dan dua kawannya hanya bisa menatap kepergian para malaikat dengan tatapan bingung.

"Sayapku hanya satu," Raiga menundukkan kepalanya. "Aku tidak bisa terbang."

"Kedua sayapku patah," Yuna menutupi mukanya dengan tangan. "Jelas sekali aku tidak mampu terbang."

"Aku tidak punya sayap," Zapar tersenyum sombong. "Tapi aku tahu caranya agar kita bertiga bisa terbang, kawan!"

Mendengar ucapan Zapar membuat Raiga dan Yuna menegakkan kepalanya, memandang wajah Zapar dengan tidak percaya.

"Hah?" Raiga mengucek matanya. "Kau tadi bilang apa?"

Zapar menyeringai. "Kita akan menggunakan ini, kawan."

Raiga dan Yuna terkejut melihat benda yang ditunjukkan Zapar pada mereka.

Apa dia gila?

BERSAMBUNG ...

Yoyoshaa!! Chapter 3 telah update!

Akhirnya aku bisa menyelesaikan chapter ini dengan tenang, haha.

Bagaimana?

Tunjukkan rasa terima kasih kalian dengan menekan tombol bintang dan juga berkomentar yaa!

Terima kasih banyak!

@DickyHerliansyah

RAIGA (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang