Enam

7.4K 724 32
                                    

Senormal-normalnya anak gadis, jika sedang jatuh cinta ujung-ujungnya pasti pegang ponsel malam-malam sambil nunggu chat 'lagi ngapain?'. Begitupula Erisa, diiringi musik romantis dia menunggu sms dari Idam. Pria itu berjanji akan mengabarinya setibanya di rumah. Erisa jadi teringat adegan-adegan sebelumnya, dimana pria itu mengantarnya pulang. Dibukakan pintu bak nona muda dan sopirnya, Erisa ingin tertawa terbahak-bahak.

"Sudah sampe Ris" kata Idam. Mobilnya berhenti di depan rumah Erisa.

"Makasih ya" kata gadis itu hendak turun dari mobil. Dan yep,

"Langsung turun nih? Gak bakalan kangenin saya?" tanya Idam. Pertanyaannya biasa saja, tetapi tangannya ituloh membuat bulu kuduk Erisa melambai lambai.

"Ha.. i..iyah" Gak tau mau ngomong apa lagi, otak gadis itu mendadak kosong. Pikirannya langsung melayang-layang karena tangan Idam tidak mau pindah dari lengannya.

"Hahaha... baru dipegang kayak gini aja sudah kayak bakpao masak. Gimana coba kalau saya peluk, bisa gosong wajah kamu" jleb, tau dari mana? Padahal di dalam mobil gelap. Idam memang pakarnya menghadapi perempuan. Erisa bisa bernafas lega setelah pria itu turun dari mobil dan yes... yes... seperti di sinetron, mengitari mobil dan membukakannya pintu.

"Sebenarnya saya gak niat ngebukain pintu buat kamu berasa jadi sopir dan majikan. Tapi saya kasian karena tadi tangan kamu mendadak lemes, jadinya saya bantuin bukain pintunya" bodo amat, pikir Erisa. Yang penting dia bisa bernafas lega. Ingin cepat-cepat lari ke rumah dan menumpahkan ruahkan seluruh kemampuan sembilan oktafnya di kamar mandi.

"Hhmm, terima kasih buat bunganya yah. Kalau gitu saya masuk dulu. Sudah malam" pamit Erisa. Idam mengacak poni gadis itu sambil mengantarnya masuk di depan pagar.

"Okay, jaga baik-baik nanti saya sms kalau sudah nyampe rumah"

Teng! Bunyi pesan whatsapp Erisa menyadarkan gadis itu kembali dari flashback. Rupanya dari Cikita.

Cikita: Hey

Erisa: Apa?

Sudah malam dan sudah saatnya anak sekolahan tidur agar besok tidak bangun telat. Bukan itu alasan yang tepat untuk menjelaskan kesewotan Erisa. Pasalnya yang ia tunggu-tunggu adalah ada pesan dari nomor yang tak dikenal yang mengiriminya pesan 'hey Erisa ini Idam. Save nomor saya ya' bukannya pesan dari orang lain.

Cikita: Saya baru sampe rumah. Macet banget di jalan.

Sekilas ada yang berkata 'ini Idam'. Erisa langsung bangkit dari gaya tidurnya. Ia bersila di kasur kemudian memperhatikan ponselnya baik-baik. Tetapi ada satu yang ia simpulkan, apakah Cikita sedang mengerjainya?.

Cikita: sakit. Diread doang.

Ya, bisa jadi Cikita mengerjainya. Dan ada besar kemungkinan juga kalau Idam memakai ponsel gadis itu. Lagi pula Erisa dan Idam tidak pernah bertukar nomor telpon.

"Aneh gak sih, kita itu beneran pacaran atau enggak?" gumam gadis itu. Jika mereka pacaran, setidaknya mereka punya nomor telpon masing-masing. Atau cukup id line saja. Erisa ingat, mereka bisa saling mengabari lewat facebook. Tetapi itu saja tidak cukup. Masa ia, hanya lewat media sosial? Bagaimana jika ia kehabisan kuota internet? Idam mau tanggung jawab?. Semua kerumitan pikiranya berakhir dengan pertanyaan,

"Dia beneran suka? Atau hanya main-main saja?"

Teng! Teng! Teng! Teng!

Cikita: buset saya diacuhin

Cikita: gak kangen sama pacar?

Cikita: padahal saya kangen banget loh

Cikita: kamu lagi gak ngambek kan?

ACCISMUSWhere stories live. Discover now