BronSan◈ VIII⚫Heart ❤💔

4.5K 324 10
                                    

Di sepanjang perjalanan menuju ruang inap Jasmine, Zora terus mendumel tentang pertanyaan dan sikap Rokka tadi. Dengan langkah kaki yang lumayan dihentakan dan wajah yang memerah marah, ia berjalan sampai di tikungan lorong ruangan rawat inap Jasmine.

Namun, langkahnya terhenti kala ia mendengar sesuatu di depan ruangan anaknya, sang papi sedang membentak-bentak seseorang di seberang telepon dengan membawa-bawa namanya.
Ia perlahan mundur kembali dan bersembunyi di balik tembok sebelum tikungan untuk mendengar lebih jelas pembicaraan papinya.

"Kenapa anggota keluarga itu bisa mendekati anak saya?!"

"Pantau terus kegiatanya! Jangan sampai kejadian yang tak diinginkan terjadi!"

Keluarga siapa? Apa ada hubungannya sama aku ya?

Zora bermonolog dalam hati, tidak tau mengapa dewi batinnya berkata bahwa akan ada sesuatu yang terjadi.

Setelah dirasa percakapan telah selesai, Zora keluar dari tempat persembunyian dan duduk di bangku tunggu samping papinya. Sang papi yang sedang menundukkan wajah sambil memejamkan mata sadar ada seseorang yang duduk di sampingnya, lalu membuka mata dan menegakkan tubuh.

"Pih, ada apa? Kok kayaknya stres gitu?" tanya Zora menghadap papinya yang tersenyum menenangkan mendengar pertanyaannya. Zora tidak berniat membahas apa yang didengarnya tadi.

"Gak ada apa-apa kok. Oh ya, sudah makannya?" Papi bertanya sambil mengelus kepala anak sulungnya sayang.

"Udah," Zora menjawab dengan senyum 5 jari. Ia merasa beruntung mempunyai ayah seperti papinya, sebenarnya papinya adalah seorang bos yang dingin dan kejam bagi bawahannya, tapi bila sudah menyangkut anak-anaknya ia akan menjadi ayah yang super protektif, penyayang, dan sebagainya yang berbanding terbalik dengan sikap saat ia bekerja.

Karena papinya juga masa-masa sulitnya dulu saat ia dicerca, dihina, dan dikucilkan menjadi lebih mudah dan terlindungi. Papinya yang menahannya untuk tidak mengugurkan kandungan, papinya yang membelanya dari orang-orang yang menghinanya, papinya yang menjaganya dari perbuatanya sendiri untuk menyiksa diri karena sudah tidak kuat atas perilaku dan perkataan yang diterimanya, dan masih banyak papinya-yang-papinya-yang lainnya, yang membuat dia lebih tegar seperti sekarang.

"Oh ya, ada hubungan apa kamu sama cowok tadi."

Wajah sang papi mulai serius dan menatap tajam Zora, menunggu jawaban.

"Siapa? Ohh, mungkin maksud Papi, si Rokka?" jawab Zora, yang dijawab anggukan papinya.

"Jangan terlalu dekat dengan dia." Terlihat pancaran ketidaksukaan dari matanya saat mengatakan itu.

Wajah Zora yang sebelumnya santai ikut menjadi serius karena mendengar titah dari sang papi.

"Sebenarnya Ily juga gak mau dekat sama dia, tapi dia atasan Ily, Pih. Jadi mau bagaimanapun Ily bakal deket sama dia."

"Oke, tapi nggak lebih dari atasan dan bawahan," balasnya yang diangguki Zora.

"Ily juga nggak mau ada hubungan lebih sama dia, Ily merasa nggak pantas." Saat mengatakan itu, Zora menundukkan kepalanya.

"Bukan kamu yang nggak pantas sayang, tapi dia," jawab papi sambil membawa anak tersayangnya kedalam pelukan hangatnya.

"Dan satu lagi, jangan pernah kerumah atasanmu apapun alasannya."

Zora mengangguk di dalam pelukan ayahnya, ia sudah berjanji sejak ayahnya mau menjadi tamengnya bahwa semua perkataan ayahnya adalah sesuatu yang benar dan harus ia ikuti.

***

Ternyata Rokka memegang teguh janjinya, ia bertekat akan membuat Taycannya bertekuk lutut di depannya dengan cara selalu ada di samping Zora. Dia ingat ada yang bilang cinta itu akan datang karena terbiasa, terbiasa ada Rokka di sekeliling Zora mungkin akan membuat Zora jatuh cinta, simpulnya.

BronSAnWhere stories live. Discover now