EPIPHANY : O3

565 143 150
                                    

"Ka? Lo udah sembuh?"

Jaka kembali membuka matanya ketika mendengar suara dibalik dinding.

Sudah dipastikan bahwa itu adalah Dinda.

"Jaka? Lo gak pingsan kan Ka?"

Jaka jadi terkekeh pelan dengarnya, "Enggak, gue lagi push up."

Padahal, Jaka sedang meringkuk diatas kasur dan dibalut dengan selimut tebal nya. Suhu tubuh nya panas dingin, entah kenapa.

"Idihh sok push up!" terdengar Dinda mencibir.

"Ya mang napa sih? Gak boleh? Shombong amat."

"Ck, nyesel gue nanya! Bye!"

Setelah itu, suara Dinda tak terdengar lagi. Jaka jadi terkekeh pelan.

Kalau diingat-ingat, usia pertemanan mereka sudah termasuk lumayan lama. Terhitung tiga tahun semenjak mereka masuk SMA yang sama dan Dinda yang secara tiba-tiba pindah kesebelah rumah nya.

Kalau katanya persahabatan cowok dan cewek itu mustahil, rasanya Jaka menganggap bahwa itu adalah cerita klise. Yang katanya sahabat tapi cinta? Hahaha. Jaka pasti mengaggap kalau dia suka sama Dinda, hidupnya bakalan repot.

Jaka rasa mereka cukup menjadi teman, tapi saling mem-prioritas-kan.

Eh, apa ada ya, teman yang sistem nya begitu?

Entah.

Bagi Jaka, Dinda adalah dia versi cewek nya.

Kalau Jaka suka film yang berbau darah dan psikopat, Dinda justru sangat-amat membenci itu. Bisa-bisa Dinda muntah lihatnya. Kalau Dinda suka keju, Jaka justru alergi keju. Kalau Jaka suka susu sapi rasa strawberi, Dinda sukanya sama susu kacang kedelai.

Nah, kalau Jaka suka menantang, Dinda suka ditantang.

Pokoknya, hubungan mereka adalah pertemanan yang saling melengkapi.

Begitu pikirannya.

Jaka menyibak selimut nya, lalu duduk sejenak. Ia menggeleng-gelengkan kepalanya pelan, "Oh udah kaga puyeng." gumamnya.

Setelah dirasa baikkan, Jaka akhirnya keluar dari kamar. Melangkahkan kakinya ke dapur untuk mengambil minum karena tenggorokan nya terasa kering dan gatal.

"Kamu dimana nak? . . Oh lagi diluar, belum pulang? . . Iya gak pa-pa, kamu pasti bosen dirumah terus kan? . . Oh kamu mau pergi? Ya udah Mama tutup telpon nya, ya. Dadah, miss you sayang."

Langkah nya terhenti tepat didepan kamar Jani --Mamanya-- yang sudah pasti sedang berbicara dengan June lewat telpon. Jaka tersenyum getir, rasa iri mulai menyeruak lagi.

Tapi sebisa mungkin ia menghilangkan perasaan itu. Lagian gue siapa sih? Masih untung ada yang mau mungut gue.

Selain melakukan perkerjaan beratnya: rebahan, bermain ponsel, dan nonton drakor

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Selain melakukan perkerjaan beratnya: rebahan, bermain ponsel, dan nonton drakor. Dinda sekarang bingung harus apalagi.

Rasanya mau main keluar, tapi itu gak mungkin.

Merlin --Mamanya-- takpernah membiarkan Dinda memakai kendaraan. Kemanapun. Walaupun hanya untuk ke minimarket depan komplek saja. Kemana-mana, Dinda selalu mengandalkan angkutan umum.  Sebenarnya repot, tapi yah. . mau gimana lagi?

Dinda mendekatkan dirinya ke dinding, lalu menempelkan telinganya.

Apa yang Dinda lakukan? Yap, dia menguping Jaka, yang kamarnya tepat apa disamping. Walaupun pastinya tidak terdengar apa-apa. Tapi kalau untuk berkomunikasi, bisa kok.

Tapi, ya, harus sedikit berteriak.

Dug! Dug!

Dinda mengetuk-ngetuk dinding kamarnya, berharap ada jawaban dari sana.

"Paan??"

Mendengar itu Dinda jadi tersenyum. "Jaka, bosen gak?"

"Bosen apaan?"

"Bosen gak dirumah?"

"Ngapa? Mau keluar?

Senyum nya semakin merekah dan mengangguk samar --walau tak terlihat oleh Jaka-- "Mauuu!" jawabnya antusias.

"Ya udah, ntar gue kesana."

"Eh tapi, lo udah sembuh? Gak pusing lagi?"

"Kagak. Nih barusan Mama balikin konci motor gue."

"Oh ya udah, gue siap-siap dulu."

"Iyeee."

Kalau kalian pikir, kenapa mereka gak komunikasi lewat hp aja, ya?

Entah, kebiasaan mereka sudah begitu sejak mereka akrab dan meresmikan hubungan nya sebagai teman. Jaka dan Dinda berkomunikasi lewat hp kalau yang mau disampaikan adalah hal rahasia. Bahkan terkadang, Jaka yang menyebrang ke balkon kamar Dinda berbicara secara langsung.

Dinda segera mengganti pakaian nya, lalu menyemprotkan parfum dan sedikit memoleskan lipbalm agar bibirnya tidak terasa kering.

Saat sedang menyiapkan slingbag nya, pintu kamar Dinda dibuka tanpa permisi membuat ia terkejut. "Heh, ketok dulu! Kaget nih!" ucap Dinda mengomel.

Melihat kakak nya yang sudah berpakaian rapih, Nayla berteriak, "MAMAAAA, SI DINDA MAU KETEMU PACAR NY--"

Dinda mendelik kaget dan berteriak, "EHH ENGGAK! BOHONG, BOHONG!" tukas Dinda cepat. "Apaan sih? Asal nuduh aja!"

Sedangkan Nayla tertawa terbahak-bahak melihat Dinda yang gelagapan. "Sukurin, gue kerjain lo." ujar Nayla pada Dinda. "Wlee!"

Ah, sial. Dinda rasanya ingin menjambak anak itu! Dinda mendengus kesal, "Tuduh aja terus tuh, tuduh! Biar dosa lo lama-lama numpuk!" balas Dinda.

Nayla tak mendengarkan dan pergi begitu saja. Gak tahu juga motif nya apa, tiba-tiba buka pintu kamar dan menyebar kebohongan. Cih, menyebalkan!

Dinda segera keluar dari kamar dan tidak lupa untuk mengunci pintu kamarnya, tentu agar Nayla tidak jahil dan sembarangan masuk-masuk ke kamarnya.

Dinda mendekati Merlin untuk berpamitan dan salim. Kebetulan Mamanya sedang menonton televisi diruang tamu, namun sebelum Dinda berkata apapun, dengan raut dingin nya Merlin bilang, "Gak usah pergi."

Dinda jadi merapatkan bibir dengan ekspresi kaget nya. "Tapi temen aku udah mau jemput--"

Merlin berdecak, "Gak usah! Ngapain sih main-main gak bermutu?"

Mendengar itu tentu membuat Dinda kaget, jantung nya berdegup kencang sampai-sampai ia bingung harus berkata apa.

Merlin melirik Dinda sekilas, "Udah di sekolahin tuh belajar, jangan main gak berguna! Sana masuk kamar!"

Dinda diam sebentar, lalu mengangguk dan kembali ke kamar.





































TBC.
~~~
[

a.n]
hadeh dinda, dinda. ga di rl, ga di wetpet, sama aja emak nya gitu

EPIPHANYWhere stories live. Discover now