9. Salju Pertama

240 4 0
                                    

***********************

Maaf baru update karena sibuk banget akhir2 ini 😷

Enjoy this story 😊

*************************

Hari terakhir di musim gugur itu tampak membosankan, apalagi jika tetap berdiam diri di dalam istana bagi Lilian yang masih kecil namun periang dan suka berlarian kesana kemari.

"Lilian, kau mau kemana?" tanya Sang Ratu yang masih terlihat muda dan tengah merajut pakaian Lilian.

"Ke depan sebentar, Ibunda.."

Lilian berlari menuju ke halaman depan istana. Ia melihat jalan menuju pintu gerbang tampak kering berhiaskan pohon-pohon tanpa daun. Daun-daunnya sudah berwarna cokelat kering yang beterbangan seiring dengan arus angin. Lilian berlari dan merentangkan tangannya, merasakan angin yang berhembus ke arahnya meski dengan membawa dedaunan kering yang sesekali menempel pada wajah Lilian kecil. Betty yang mengejar Lilian berlari tergopoh-gopoh dan menjaga Lilian dari pintu depan pintu istana.

Kemudian seorang bocah lelaki yang seumuran dengan Lilian lewat dengan digandeng oleh ayahnya yang saat itu merupakan kepala prajurit Istana Dale. Anak lelaki itu memperhatikan Lilian yang tengah menutup mata sambil merentangkan tangannya. Hal itu membuat bocah lelaki itu sedikit tersenyum dan terhibur akan tingkah Lilian.

Saat ayah bocah lelaki itu memanggil seorang prajurit yang sedang berjaga dan berbincang dengannya, bocah itu berjalan ke arah Lilian.

"Hey, apa yang kamu lakukan?"

Lilian membuka mata dan melihat bocah Lelaki di depannya.

"Menangkap angin."

"Apakah seru? Aku lebih suka menangkap salju."

"Tidak ada salju di musim ini."

"Mungkin salju-salju itu belum datang."

"Kau sungguh suka menangkapnya? Seperti dongeng paus yang suka memakan salju. Hahaha?"

"Pim, Bim, dan Dua Kutukan? Kau juga membacanya?"

"Gram selalu menceritakannya padaku. Itu dongeng yang kusuka. Aku berharap bisa melihat paus suatu saat."

"Aku pernah melihatnya."

"Oh ya?"

"Ya, ayahku pernah mengajakku menyeberangi Selat Aleey saat malam hari, dan aku melihatnya menjelang pagi dengan air mancur di punggungnya. Ia besaaar sekali."

"Wooow, kau beruntung kawan."

Mereka berbincang lama sekali hingga titik putih itu jatuh tepat di bawah mata Lilian.

"Salju pertama!" mereka berteriak bersamaan.

Mereka kemudian berlarian kesana kemari sambil melihat ke atas, langit tempat salju-salju berasal dan berjatuhan ke Bumi. Bocah lelaki itu menangkapi salju dengan tangan polosnya. Sensasi dingin yang terasa di permukaan kulit amat disukainya. Lilian memperhatikannya dengan tertawa, berapa lucunya bocah lelaki itu, pikirnya.

Ayah si bocah itu telah selesai berbincang dan memperhatikan anaknya yang sedang bersama Sang Puteri. Ia menghampinya.

"Tuan Puteri, tak baik di luar istana di cuaca dingin seperti ini. Kau juga, ayo saatnya pulang."

Bocah lelaki itu pulang dan melambaikan tangan kepada Lilian.

"Apa dia seorang puteri, yah?"

"Ya benar, dia Puteri Lilian."

"Oh... Kau bermain apa tadi dengannya?"

"Hanya menangkap salju."

"Ibumu pasti sudah menunggu."

"Yah... Kapan ayah berangkat bekerja? Ayah tak mengajakku lagi memancing?"

"Besok pagi ayah berangkat. Tiga bulan lagi ayah akan pulang. Bermainlah dengan Richard dan George di waktu-waktu itu hingga ayah pulang."

"Lama sekali, yah..."

"Sudah kewajiban ayah menjaga istana, nak. Kelak kau yang akan berganti menjaganya." kata ayahnya sambil mengusap rambut bocah lelaki itu.

***

Effond masih tergeragap menjawab pertanyaan Lilian.

"Ti... tidak apa-apa, Puteri..." ia langsung memalingkan wajah ke arah samping dan meredam gelora dalam hatinya.

"Kau tau, Effond. Aku bosan. Apa yang harus kita lakukan saat terjebak hujan begini ya?"

"Yang... kita lakukan?" pikiran Effond kesana kemari tak bisa berpikir dengan jernih.

"Baiklah, kita bercerita saja."

"Boleh... Bercerita tentang apa, Puteri?"

"Mmm... Effond, pernahkah kau mempunyai cinta pertama?"

Effond seperti kena telak oleh pertanyaan Lilian. Sekarang ia bingung untuk menjawabnya, tapi kemudian ia berkata jujur.

"Pernah." Effond menjawabnya dengan menunduk malu.

"Wow, diluar dugaan. Dengan siapa? Apakah ia saudara perempuan prajurit lain?"

"Maaf, bolehkah saya tak menjawabnya, Puteri? Menurutku itu masalah pribadi."

"Oh ya, tentu saja kau boleh merahasiakannya. Hahaha..."

"..."

"Kalau begitu kapan kau jatuh cinta kepada cinta pertamamu itu?"

"Kau ingin tahu, Puteri?"

"Ya, jika boleh."

"Saat salju pertama turun."

***

Di dalam kegelapan gua yang reman-remang dan hanya diterangi oleh lampu-lampu kaca berisikan lilin, seseorang mencabuti panah yang tertempel di tubuh Kira, lalu mengarahkan telapak tengannya pada luka-luka di tubuh Kira dengan membaca sebuah mantera. Ular putih itu sembuh dalam waktu singkat.

"Kau harus membuat mereka masuk ke dalam sini, Kira. Semakin dalam terperosok ke dalam gelapnya gua akan lebih baik. Hihihi..."

"Baiklah, Tuan."


***

Kutukan Puteri KristalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang