BAB 15

145 5 0
                                    

Memang sudah seharusnya jika berbuat, harus bisa menerima hasil akhirnya, apa pun itu.

***

Apakah ada kata lain dari sebuah penyesalan dan rasa bersalah dari kejadian tadi siang bagi Ari?

Setelah aksi tawuran tadi, pihak sekolah memanggil masing-masing orangtua siswa yang ada dalam aksi tersebut. Termasuk Mama Ari.

Omong-omong soal Mama Ari yang bernama Irin, itu bukanlah Mama kandung Ari. Mama kandung Ari sudah meninggal enam tahun yang lalu. Dan setahun setelahnya, Rio -Papa Ari- memutuskan untuk menikah kembali.

Agar Ari terurus, begitu katanya. Tapi Ari sendiri tahu alasan dibalik menikahnya Rio dengan Irin -mantan kekasih Rio saat SMA-, yaitu karena amanah dari Bunda Ari.

Makanya Ari terima-terima saja saat Rio memutuskan untuk menikah kembali, walaupun Ia belum bisa menerima Irin sebagai ibunya. Sampai sekarang.

Kembali ke awal, setelah mendapat ceramah singkat dari Irin, Ari memutuskan untuk pergi kerumah Alina. Ia merasa harus meluruskan dan meminta maaf.

Dan disinilah Ari sekarang, masih dengan kondisi awal -berantakan sehabis tawuran- di depan rumah Alina. Mata Ari menangkap dua buah motor yang terparkir di halaman rumah tersebut.

Ia yakin, itu motor milik Bara dan Baim. Ternyata mereka masih menemani Alina.

Ari menekan bel rumah dengan hati-hati. Saat bunyi bel ketiga kalinya, pintu rumah itu baru terbuka. Menampilkan sosok yang amat Ari hindari. Yaitu Bara.

Lelaki yang baru saja membukakan pintu itu menatap Ari datar, apalagi saat mengetahui bahwa Ari belum membereskan kekacauan yang melekat pada dirinya.

"ada apa?"

Ari tidak menjawab, Ia malah ingin langsung menerobos masuk melewati tubuh Bara. Tapi di hadang oleh Bara.

"lo nggak bisa masuk. Alina nggak mau ketemu sama lo"

Rahang Ari mengeras mendengarnya. "nggak usah sok tau" jawabnya sengit.

Bara tetap memasang ekspresi datarnya. "lo pikir, setelah lo melanggar janji lo LAGI, dan bikin dia KECEWA, Alina bakal mau ketemu sama lo?" Bara sengaja menekankan kata Lagi dan Kecewa agar mempertegas lawan bicaranya.

Ari terdiam. Tanpa perlu di beritahu pun Ia sudah sadar. "gimana keadaannya sekarang?" kini suara Ari sudah tidak sedalam tadi.

Bara menghembuskan nafas panjang. "dia makin parah. Gue rasa tifus nya kambuh. Tadi Lala udah telfon nyokap Alina, bentar lagi juga pulang"

Bara berada satu langkah di depannya.

Itu pikir Ari.

"lo ada apa kesini?" ulang Bara.

"minta maaf"

"penting?"

Ari memicingkan matanya saat mendengar kata yang baru saja di ucap oleh lelaki dihadapannya. Sudah mulai berani rupanya.

"emang lo punya hubungan apa sama dia?"

Seperti sebuah tamparan, Ari menegang mendapat pernyataan dari Bara. Lelaki dihadapannya bisa mengalah telakkan dirinya tanpa campur tangan kekerasan. Hanya dengan ucapan, tapi mampu membuat Ari merasa kalah.

"sori kalo gue nggak sopan sama lo. Disini gue lagi ngelindungin Alina dari apapun atau siapapun. Jadi jangan heran kenapa gue bisa seberani ini sama lo" itu katanya.

Ari mengerti. Dulu pun Ia begitu, tak kenal takut jika sudah berurusan dengan siapa yang sedang mengusik orang yang Ia sayangi. Dan saat ini, Bara sedang menunjukkan kesungguhannya.

ALINATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang