[22] End

16.2K 1.8K 225
                                    

"Gue udah niat PM kok, Ca."

"Ya niat doang!" 

"Lah cuma niat juga dicatat malaikat dan udah dapat pahala, 'kan?" 

Rafa selalu saja bisa menangkis ocehan Dru ketika mereka sedang berdebat. Rafa membolos pendalaman materi padahal ujian nasional sudah di depan mata. Sebanyak itu pula Dru mengomel dan dibuat pusing oleh ulah Rafa. 

Matahari sudah tergelincir di ufuk barat. Meninggalkan langit berwarna ungu hampir sepenuhnya gelap. Rafa dan Dru berjalan beriringan. Bergandengan tangan. Dengan wajah Dru yang ditekuk masam. 

"Elah, cemberut melulu. Cium nih!" goda Rafa. 

Dru langsung melepaskan genggaman tangan Rafa, berjalan cepat meninggalkan cowok itu. Bukannya mengejar Dru, Rafa malah tersenyum memerhatikan Dru dari belakang. 

"Tunggu, Ca!" Barulah ia berlari mengejar Dru. 

Tubuh tinggi Rafa berhasil menghalangi jalan Dru. Gadis itu mendongak, "Minggir. Gue lagi bete sama lo!" 

"Gue nggak bakal bolos PM lagi." Rafa memegang puncak kepala Dru. 

"Bener?" 

"Kalau nggak ketahuan ama lo," celetuknya ringan. 

Baru saja Dru bersiap melempar minumannya ke Rafa, dua orang menginterupsi percakapan mereka. 

"Hai, kalian!" Bianka muncul bersama Naren. 

"Weits, Naren! Bianka!" Rafa segera melakukan tos ala-ala kepada keduanya. 

Dru mengembuskan napas kesal. Hampir saja dia berhasil menyiram Rafa. 

"Lu ngapain bawa raket?" tanya Rafa menyadari Naren menyelempangkan sesuatu di pundaknya. 

"Nih, si Bianka ngajak main raket di lapangan." Naren menyikut Bianka. 

"Emang lo bisa main bulutangkis, Bi? Jangan deh, tar cowok-cowok pada salah fokus," ujar Rafa mengibaskan tangannya.

Bianka langsung menginjak kaki Rafa. Cowok itu mengaduh kesakitan. 

"Otak lo tuh, ya!" Dru mencubit pipi Rafa keras-keras. 

Habislah Rafa dikeroyok oleh Dru dan Bianka. Naren hanya geleng-geleng kepala. 

"Udah, udah. Rafa main aja sama gue." Naren berjalan menuju pinggir lapangan. Mempersiapkan semuanya dari mulai pakaiannya sampai net. Malam ini, tidak ada pemakaian jadwal lapangan. Meskipun sedikit ramai dengan anak-anak. Tapi lahan untuk bermain bulutangkis cukup memadai. 

Rafa pun bersiap main, sementara Dru dan Bianka menonton di pinggir lapangan. 

Permainan dimulai, keduanya tampak serius bermain sampai tak menghiraukan teriakan Dru dan Bianka. 

"Begitu tuh kalau dua cowok udah main," tukas Bianka. 

"Bukannya elo udah terbiasa dikesampingkan ya, Bi?" canda Dru sambil tertawa.

Bianka mencebikkan bibir, tapi sedetik berikutnya ia tersenyum, "Ca, lo mau nggak jadi pengiring gue?" tanya Bianka pelan-pelan.

Dru yang sedang minum kontan saja tersedak. Dia menepuk-nepuk dada meredakan keterkejutannya. "Lo mau nikah?!" Dru melotot. 

Wajah Bianka bersemu, lantas ia mengangguk, "Undangannya besok gue bagiin." 

"Parah lo, Bi! Belum cerita apa-apa ke gue!" Dru memegang kedua tangan Bianka. 

"Gue tunggu kepastian dari Naren, Ca. Setelah semua fix, baru gue kasih tahu lo." 

"Kok gue shock, ya? Padahal udah sewajarnya Naren nikahin lo. Digantungin berapa tahun ya, kan? Hahaha."

Return Fall [1] : R and DTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang