[16]Bukan Aku

13.6K 1.7K 208
                                    

"Zisha! Zisha!" Rafa panik setelah ia sampai di lapangan voli. Terlihat beberapa orang berkerumun di pinggir lapangan. 

"Zisha mana?!" tanya Rafa tak sabar kepada siapa pun yang ada di sana. 

"Zee udah dibawa ke rumah sakit, dia cedera di bagian tangannya..." Belum selesai salah satu dari mereka menjawab, Rafa langsung berlari ke parkiran. Dengan perasaan cemas, dia melewati beberapa siswa sampai harus menabrak punggung mereka. 

Dru yang dari lantai dua melihat Rafa lari terburu-buru, hanya bisa diam dan menyaksikan. Sebegitu khawatirnya Rafa kepada Zisha. Matanya terus mengikuti Rafa. Cowok itu menghilang di balik parkiran, tak lama muncul dengan mengendarai sepeda motor. Dan keluar gerbang dengan tergesa-gesa. 

***

Seorang gadis cantik sedang duduk menunggu ditemani seorang cowok dan wanita yang tampak bersedih. 

"Rafa..." gumam Ilana melihat Rafa berlari dari lobi rumah sakit. 

"Gimana Zee?" tanya Rafa langsung. Dia melihat ibunya Zee sedang menahan tangis. Rasya berdiri, mengajak Rafa berbicara menjauh. 

"Belum ada kepastian Zee kenapa..." Rasya membuka perbincangan setelah mereka duduk agak jauh dari Ilana dan ibunya Zee. 

"Kronologisnya?"

"Kronologinya sih katanya dia mau nge-block bola lawan, tapi tangannya ditangkis sampai dia jatuh dan posisi jatuhnya menyebabkan tangan Zee terkilir," jelas Rasya tenang. 

"Jadi bukan karena penyakitnya kan?" 

"Bukan, tapi tadi dia sempet mimisan." 

"Argh! Ada-ada aja sih! Susah banget kalo dibilangin!" Rafa jadi kesal sendiri. Tangannya terkepal tanda emosi. Berkali-kali dia melarang Zee untuk jangan terlalu memforsir dirinya, tapi urusan yang satu ini Zee takkan mendengarkan siapa pun bahkan seorang Rafa.

"Yaudahlah kita tunggu aja nanti gimana."

"Lo ngapain bisa ada di sini, Rasy? Ama ilana juga?" 

"Kan tadi gue nemenin Ilana nonton pertandingannya Zee."

"Ohhh..."

"Lo kenapa gak nonton pertandingannya dia?" tanya Rasya menohok Rafa. Cowok itu tertegun, sempat terlintas di pikirannya tentang Dru. 

"Ada urusan." 

***

Matahari sudah tenggelam dari beberapa jam yang lalu. Meskipun demikian, Rafa masih tetap menunggu Zee sadar. Sambil memikirkan, apa yang harus dia katakan kalau Zee tahu yang sedang terjadi pada tubuhnya. Rafa tidak tega jika ia harus jujur tentang kondisi cewek itu. Secuek apa pun Rafa kepada Zee, dia tidak akan tega melihat Zee menangis. 

"Zisha mengalami pergeseran tulang yang cukup fatal. Dia tidak akan bisa bermain voli dalam waktu yang tidak bisa saya tentukan. Kalaupun dia bermain voli setelah sembuh, saya tak yakin Zisha bisa bermain maksimal." Begitulah penjelasan dokter. 

Lelah. Rafa menyandarkan punggungnya, menghela napas berat, mengusap wajah. Ibunya Zisha pulang duluan tadi, beliau menitipkan Zee pada Rafa sebentar. 

Lorong-lorong rumah sakit cukup ramai diisi orang berlalu-lalang. Rafa memerhatikan keadaan sekitar. Dominasi warna putih, bau khas obat, tembok-tembok dingin, dia tidak menyukainya. Rafa tidak suka rumah sakit. Dan ia memutuskan untuk berjalan-jalan ke taman sebentar. 

Lima menit yang membosankan, Rafa memutuskan kembali ke kamar tempat Zee dirawat. Dia sedikit terkejut setelah membuka pintu, Zee sudah sadar. Gadis itu sedang melamun. 

Return Fall [1] : R and DTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang