[8]Tumbuh dan Pudar

27.1K 2.4K 630
                                    

"Kalian tuh merhatiin ibu apa enggak sih?!" bentak Bu Gina, guru matematika dan termasuk golongan guru bawel, saat satu kelas malah ngobrol sendiri bukannya menyalin soal di papan tulis. 

"Kita memperhatikan ibu dalam diam, Bu," celetuk Rafa dari bangkunya di belakang. 

"Dalam diam apaan! Kalian malah sibuk sama dunia kalian sendiri! Kalian meremehkan matematika ya?" Bu Gina sudah naik pitam kalau mengajar di kelas ini. Bahkan sebagian besar guru dibuat geram karena ulah para murid yang sering mengabaikan pelajaran. 

"Matematika yang menyulitkan kami." Abi ikut angkat suara.

"Matematika itu mempermudah kalian kalau kalian mau belajar! Mau jadi apa kalian nanti?! Ya Tuhan, ini baru awal semester yah. Jangan sampai ibu lapor ke wali kelas kalian," ancam Bu Gina. 

Lagian, anak-anak malah pada sibuk dengan kegiatan yang menurut mereka lebih seru. Barisan depan aja bisa ngobrol, yang belakang udah pasti ribut sendiri, ada yang tidur dan main lempar kertas pula. Guru di depan merasa terabaikan.

Semua cuma ngedumel lalu terpaksa mengeluarkan bukunya. Bayangkan, baru ngeluarin buku setelah diomelin! 

Bu Gina menghela napas panjang seraya mengelus dadanya sendiri. Mencoba sabar. "Gini ya, Nak. Kalian boleh tidak suka sama pelajaran tertentu, tapi bukan berarti kalian mengabaikannya. Sudah kewajiban kalian untuk belajar dan mengikuti aturan sekolah. Pasti bermanfaat kok untuk kedepannya nanti," ucap Bu Gina lembut seperti ibu yang menasehati anaknya. 

Semua hanya diam. 

"Lagian, pengen banget diperhatiin. Jomblo kali tuh dia," bisik Rafa ke Mpi.

Mpi menggetok kepala Rafa. "Jaga omongan lo! Kualat lo ngeledek guru!" 

***

Kring!

Bel pulang sekolah berbunyi. Gerbang kebebasan terbuka lebar bagi siapa saja yang ingin menyudahi pejaran. Cukup, dari pagi sampai sore otak dikuras, saatnya bebas!

"Panggil gue Rafa." Rafa berkacak pinggang di depan semua adik kelasnya yang baru masuk futsal. Yang lain mah duduk lesehan di lapangan, si Rafa berdiri bak komandan tunggal.

"Rafa!" Jawab semua anak futsal serempak. 

"Haikal, sini lo!" Rafa menyuruh salah satu adik kelasnya yang kelas XI untuk maju ke depan. 

"Apaan?" Haikal mendekatkan diri ke Rafa.  

"Nih, yang ini namanya Haikal. Dia yang bakal jadi kandidat ketua futsal menggantikan tahtanya Rafly. Dalam futsal, senioritas gak terlalu berlaku. Lo bebas manggil kita apa aja asal kita makin solid, gak masalah. Latihannya seminggu dua kali, Selasa ama Jumat." Rafa merangkul Haikal. 

"Katanya elo dulu kapten futsal ya?" tanya salah satu anak baru ke Rafa.

"Iya. Gue dulu kapten." 

Babing menambahkan, "Dan dia berhasil membawa sekolah kita juara tingkat provinsi!" 

Semua bertepuk tangan. 

Rafa hanya tertawa sambil mengibaskan tangannya. "Itu karena semangat tim, bukan hanya gue. Oh ya, sampai sini ada yang mau ditanyain gak? Kita langsung latihan nih." 

Seluruh anggota bersiap. Rafa membuka bajunya di lapangan, mengganti pakaian futsal di depan umum. Bikin beberapa siswa terkesiap karena postur tubuh yang cukup atletis. Tanpa mempedulikan bisik-bisik siswa yang merasa tergoda oleh tubuhnya, Rafa berlari untuk pemanasan setelah seragamnya berganti jadi baju latihan. 

"Kamu gak berubah ya, Raf." Zee memerhatikan Rafa dari kejauhan. 

Duduk di koridor seberang lapangan memegang sapu tangan dan botol air minum. Untuk seorang Rafa Enggardion.

Return Fall [1] : R and DTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang