Karena Dia

86 12 16
                                    

"Sekarang, aku gila karena kamu. Bukan gila karena aku cinta dan mikirin kamu. Aku itu mikir, gimana caranya ngejinakin kamu."

                                •••

Tidak pernah terpikir akan ada seorang cewek yang berani nolak perintah Gio. Terlebih lagi malah sebaliknya, mempermalukan dirinya di khalayak umum. Mau di taro di mana mukanya. Cowok populer yang jago main basket ini harus menanggung malu akibat ulah cewek nerd, hanya seorang cewek butiran pasir di antara banyaknya cewek-cewek cantik di sekolahnya.

Hidup di kelilingi sama cewek cantik, udah biasa. Cewek lain rela ngelakuin apa aja demi bisa dekat dengan seorang Gio, Kakak kelas or seangkatan, semuanya. Apa lagi Febby, Kakak kelas ketua cheers itu sekarang yang paling dekat dengannya. Meskipun demikian, semenjak Gio masuk SMA ini sampai sekarang, ia belum pernah mendeklarasikan kalau dia sudah pacaran dengan seseorang. Belum, itu belum pernah. Dia sih ngalir aja, dekat dengan siapapun oke, tapi hanya untuk cewek tertentu aja, tidak buat cewek seperti Keyla, sebab jauh dari tipenya.

Gio memikirkan sesuatu yang akhir-akhir ini menyerang otaknya. Keyla, dia orang yang ada di pikiran Gio sekarang. Berkecamuk, berperang dengan ilusi.

Memikirkan cara menjinakan cewek yang satu ini, spesies langka yang jarang di temui.

"Argh, sialan lo!" teriaknya kencang.

Terbaring di atas kasur bersprei club sepak bola asal Spanyol, Barcelona. Hanya memakai celana boxer pendek serta kaos oblong hitam, menatap langit-langit kamar.

Gio mengusap bagian pipi kiri. Pipi yang kala itu bersentuhan langsung dengan telapak tangan Keyla. Rasa dan kejadian itu masih saja tetap terngiang di kepalanya. Tangan yang satu lagi meremas sprei dengan kuat.

Tok.. Tok.. Tok.. Suara pintu kamarnya terdengar, menginterupsi Gio yang sedang terbaring di kasur.

"Den, ada yang nyariin!" teriak Bi Isah, asisten rumah tangga di rumahnya.

"Ada apa sih, Bi. Berisik tau!" sembari membuka pintu. Gio kesal, ketenangannya terganggu.

"Itu, ada yang nyariin aden. Teman aden itu, sekarang ada di bawah. Bibi ke bawah lagi, ya. Belum selesai bersih-bersih."

"Ya udah, sana! Ganggu orang aja!" kalau lagi terusik, tempramen Gio emang suka naik tiba-tiba.

Kalau teman-temannya datang ke rumah, pasti mereka mau ngajak Gio main ke luar. Hari libur emang gak mau mereka sia-siakan begitu saja.

"Ngapain lu pada kemari? Ganggu ketenangan orang aja." Gio menghampiri mereka yang turun dari tangga. Hanya ada Wingky dan Dion yang datang. Duduk santai di sofa mahal, di ruang tamu rumah yang besar dan mewah. Pernak-pernik keramik terpampang di lemari kaca, terpajang rapi disana. Guci besar berisi bunga serta beberapa lukisan berada di pojokan dan dinding ruangan tersebut.

"Mau jemput elu, lah." jawab Wingky, menumpangkan kakinya, tangannya bersender, terbuka di atas kepala sofa. Berasa kayak rumah sendiri aja.

"Mau kemana emang?"

"Lo lupa apa pura-pura gak inget? Kan sekarang kita ada les privat."

"Duh, gue lupa. Sorry, sorry. Mau mandi dulu bentar."

"Lu, ya. Mentang-mentang sekolah libur, mandi juga ikutan libur. Udah jam berapa nih sekarang," ujar Dion memperlihatkan jam tangannya, terlihat sudah pukul 10 pagi.

"Kalau cewek-cewek itu pada tahu kelakuan lo yang jorok ini, gak yakin mereka masih mau ngejar-ngejar lo." lanjutnya

"Yaelah, gak mandi juga gue tetep ganteng, kok. tanya aja sama Bi Isah. Iya kan Bi?" wajahnya menoleh pada Bi Isah yang sedang membersihkan guci dan vas bunga di pojokan. Bi Isah hanya tersenyum mengangguk. Tadi aja dia ngomel-ngomel, sekarang malah ngajak becanda Bi Isah. Sifatnya suka berubah gak jelas gini.

Sesuatu Itu KAMUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang