Chapter 3 | Stephanie

44.6K 2.6K 7
                                    

Enjoy reading guys :)

----------

Everything you can imagine is real.

-Pablo Picasso-

----------

Malam harinya, Stephanie tidak bisa tidur karena terus menerus mengulang perkataan Lily didalam otaknya. Apa menarik dirinya? Pikirnya dalam hati. Tidak seperti Robert yang memancarkan aura 'tenang', Lucas lebih seperti memancarkan aura 'kewibawaan' dan 'kekuasaan'. Tapi itu memang sesuai dengan karakternya, menurut Stephanie. Wajahnya yang tampan, tubuhnya yang tinggi dengan dada dan bahunya yang bidang, rambut pirangnya yang dipotong pendek dan ditata dengan rapi, matanya yang sama dengan mata Lily berwarna biru. Hanya bedanya kalau Lily memancarkan kehangatan sedangkan Lucas sangat dingin dan tidak menampakkan emosinya sama sekali, seolah dia tidak memiliki emosi. Walaupun begitu, Stephanie akui orang yang bernama Lucas memang 'sempurna' dibandingkan orang lain. Tapi di dunia ini tidak ada yang sempurna bukan?

Dibandingkan dengan dirinya, kenapa orang seperti Lucas tertarik padanya? Rambutnya berwana hitam bergelombang dan panjang sampai menyentuh pinggangnya. Matanya berwarna cokelat hazel. Dia juga tidak tinggi seperti Lily. Walaupun bentuk tubuhnya ideal, tapi Stephanie tetap tidak yakin. Stephanie yakin tipe wanita seorang 'Lucas' adalah seorang model yang berparas cantik dan langsing. Jadi tidak mungkin dia tertarik dengan Stephanie. Benarkan?

Tapi kalau yang dikatakan Lily benar, apa yang harus dilakukannya? Dia tidak mau dikategorikan sama dengan perempuan yang biasa menemani Lucas. Dia perempuan terhormat, pintar, jadi dia tidak mau disamakan dengan perempuan lain.

Lalu bagaimana dengan perasaan aneh saat tangannya menyentuh tangan Lucas? Apa itu hanya firasat? Kalau iya, firasat baik atau buruk? Pertanyaam terus berputar di dalam otaknya. Terus menerus muncul meminta jawaban dan hanya beberapa dari pertanyaan itu yang bisa Stephanie jawab lewat hati kecilnya. Lagipula dia masih mencintai Ian! Dia tidak sepenuhnya putus dengan Ian! Dia masih menunggu Ian, lagipula dia baru putus dengan Ian beberapa hari yang lalu. Masa hanya dengan waktu yang sempit dia bisa langsung melupakan perasaannya kepada Ian? Tidak mungkin bukan?

Dia harus membuang semua perasaan dan pemikiran aneh mengenai Lucas dan fokus untuk menunggu Ian kembali. Walaupun Stephanie sendiri tidak yakin apakah Ian akan kembali atau tidak dan apakah Ian masih mencintainya atau tidak. Itu semua urusan lain. Biar waktu yang menentukannya.

Dengan keyakinan seperti itu, akhirnya Stephanie bisa tertidur.

***

Stephanie mengerang saat mendengar alarmnya berbunyi. Dia ingin sekali kembali tidur, tapi karena dia ingat hari ini ada jadwal praktek di Uni mau tidak mau dia bangun dan beranjak menuju ke kamar mandi.

Saat Stephanie keluar dari kamar mandi, Stephanie mendengar smartphonenya berdering. Kenapa setiap pagi orang-orang selalu menelepon dirinya? pikirnya kesal. Stephanie langsung berjalan menuju nakas di samping tempat tidur letak smartphonenya berada. Saat melihat siapa yang menghubunginya, Stephanie memutuskan untuk mengacuhkannya. Selama dia mengenakan pakaiannya, smartphonenya terus menerus berdering membuat Stephanie semakin lama semakin kesal. Setelah selesai, Stephanie mengahampiri smartphonenya yang berdering. Dengan setengah hati dia menjawab panggilan tersebut. "Ya dengan Stephanie" Stephanie tidak berusaha menyembunyikan perasaan kesalnya.

Stephanie mendengar orang yang berada di ujung sana tertawa kecil lalu berkata, "kenapa kamu seperti itu Fanny? Ini masih pagi ... seharusnya kamu menyambutku dengan hangat"

"Ha-Ha lucu sekali Isabelle ... apa maumu?" Stephanie ingin sekali memutus percakapan ini. Tapi dia mengurungkan niatnya karena perlakuan seperti itu sangat tidak baik.

My Beautiful Rosè ✔ [SUDAH TERBIT]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora