Chapter 2

29.4K 2K 37
                                    

Vallerie menolehkan kepalanya ke belakang untuk memastikan apakah benar dialah yang ditatap atau bukan. Ternyata di lorong ini hanya ada dia dan si gadis kecil tadi, kembali Vallerie mengalihkan pandangannya ke depan.

Dan gadis kecil itu sudah tak ada. Rasa takut mulai menggerogoti hati Vallerie, kemana perginya gadis kecil tadi.

"Mama."

Gadis kecil itu memeluk kaki jenjang Vallerie yang masih mematung dengan tingkah anak kecil yang baru saja ditemuinya.

"Mama kemana aja? Kata papa, mama bakal pulang kalau Feeka udah enggak nangis lagi. Feeka sekarang udah enggak nangis lagi." Tangan-tangan mungilnya masih setia memeluk kedua kaki Vallerie. Untuk menyamakan tingginya dengan gadis kecil –Feeka ia berjongkok sambil mengusap pelan rambut panjang milik Feeka yang tergerai bebas.

"Sekarang papanya Feeka dimana?" tanya Vallerie berusaha mencari informasi dimana orang tua yang telah lalai menjaga anak kecil yang memanggilnya mama.

"Papa Feeka lagi tiduran. Feeka mau sama mama." Tangan mungil Feeka memeluk leher Vallerie sambil terisak dan semakin menenggelamkan wajahnya ke dalam ceruk leher Vallerie. Vallerie sama sekali tak keberatan, karena sejak dulu ia memang sudah menyukai anak kecil.

"Loh, kok Feeka nangis? Nanti cantiknya hilang loh." Vallerie memang sudah terbiasa menenangkan anak kecil yang menangis, semua penatnya menguap entah kemana setelah ia melihat senyum bahagia anak kecil yang tinggal di sekitar rumahnya. Ia mengeluarkan sapu tangan berwarna merah muda dengan ujung yang dibordir namanya, diusapnya air mata Feeka yang mengalir dipipi lembutnya.

"Feeka kangen sama mama. Mama gak pernah nemenin Feeka. Feeka ikut sama mama ya." Dengan berat hati, Vallerie menggandeng tangan Feeka dengan tangan kirinya sedangkan tangan kanannya masih mendorong troli, dan melanjutkan kembali pekerjaannya yang sempat terhentikan.

"Tapi mama mau kerja. Feeka yakin mau ikut mama kerja? Jauh loh kerjanya." Rayu Vallerie agar Feeka tidak jadi ikut dengannya.

"Feeka ikut mama." Setelah mendengar jawaban Feeka yang terkesan sangat bahagia dan semangat. Dengan berat hati ia melanjutkan pekerjaannya ditemani cerita-cerita yang terlontar dari mulut anak kecil yang baru saja memanggilnya mama.

Vallerie masih menerka mengapa anak ini bisa memanggilnya dengan sebutan mama. Apakah ia salah mengira kalau Vallerie adalah ibunya.

"Ma? Mama kok ngelamun, kata papa kalau Feeka ngelamun nanti nasinya Feeka bakalan hilang." Vallerie menanggapi ucapan Feeka dengan tawa.

"Mama enggak ngelamun kok. Kalau ngalamun nasinya Feeka bakalan hilang? Kok bisa?" Tanya Vallerie dengan kekehan yang masih menghiasinya.

"Dulu waktu Feeka makan disuapin papa, Feeka ngalamun mikirin Sissy. Terus waktu Feeka mau ngelajutin makan, nasinya Feeka udah hilang. Katanya papa itu gara-gara Feeka ngalamun." Kembali Vallerie tertawa diikuti Feeka yang juga ikut tertawa bersamanya walau ia tak tahu apa yang ditertawakan oleh Vallerie.

Tok tok tok

"Permisi, saatnya makan siang, pak. Dan jangan lupa obatnya di minum ya pak. Permisi." Kini tugas Vallerie telah berakhir, dan saatnya untuk mengantarkan gadis kecil ini kepada orangtuanya.

Ia melangkahkan kakinya bersama dengan Feeka menuju ke bagian dapur untuk mengembalikan troli makanan. Sesampainya di dapur, ia mendudukkan Feeka di bangku yang letaknya tak jauh dari pandangannya. Feeka masih menatapnya dengan senyuman yang mampu melelehkan hati orang yang sedang emosi.

 Feeka masih menatapnya dengan senyuman yang mampu melelehkan hati orang yang sedang emosi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Be My Daughter's MomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang