TUJUH BELAS: KEKECEWAAN ASHILA

Mulai dari awal
                                    

Dalam sedetik, Alex melepaskan rangkulan itu kembali dan mengacungkan telunjuk di depan Ashila. "Gaga sudah bisa pacarin anak baru ini sesuai waktu yang kita sepakati."

Alex tersenyum puas. Ingin menambah suasana semakin panas dengan menghampiri anggota gengnya yang duduk di kursi. Alex berbicara di depan mereka sambil mengeluarkan ATM dari dompetnya. Kartu itu kemudian Alex masukan ke saku seragam Roy. "Sesuai kesepakatan, gue akan biayain geng The Flash and Danger liburan ke Bali."

Roy, Gilang, dan Jery terdiam seribu bahasa. Ketiganya sangat merasa tidak enak terhadap Ashila karena bagaimana pun juga, mereka bertiga memang terlibat dalam pertaruhan itu.

Alex membalikkan badan untuk kembali menghadap Gaga. "Lo memang pantas jadi idola sekolah, bro. Ayo kita kasih tepuk tangan buat Gaga."

Yang terdengar hanyalah tepukan tangan Alex. Satu-satunya orang yang tidak memiliki perasaan melihat Ashila yang di depan sana sudah menitikkan air mata. Ashila teramat syok dan merasa malu.

Ashila lantas melepaskan pegangan tangan Gaga, berbalik, dan berderap cepat meninggalkan kantin.

Gaga hanya dapat mendesah meredam emosinya meskipun keinginan menghajar Alex saat ini amat menggebu-gebu. Cowok itu memilih untuk menepati janjinya pada Ashila untuk tidak berkelahi lagi. Cowok itu mengertak dan mengejar Ashila.

Dengan sangat mudah, Gaga berhasil menyusul Ashila di koridor. "Aku bisa jelasin semuanya, Shil." Gaga berusaha menggapai tangan Ashila.

"Semua ini nggak seperti yang kamu pikirkan." Kecemasan berkelebat di wajah Gaga. Takut Ashila tak percaya padanya. Takut Ashila salah paham.

Ashila berhenti dan menoleh. "Lalu maksud semua ini apa, Ga?"

Gaga menunduk, tarikan napasnya terasa panas. Tidak ada jalan lain selain menjelaskan semuanya dari awal pada Ashila. Gaga mengangkat wajah kembali. "Aku memang taruhan sama Alex, Shil."

"Tapi—" Ucapan Gaga terputus.

Ashila memotong ucapan Gaga sebelum cowok itu berhasil menjelaskan semuanya. Bagi Ashila sudah cukup mengerti seperti apa dirinya bagi Gaga. Sebatas taruhan. "Sudah cukup, Ga! Taruhan itu memang ada, kan?"

Ashila menyeka air matanya di pipi sementara perempuan itu masih terisak. "Aku gak mau bicara sama cowok yang bisanya cuma jadiin cewek bahan taruhan."

"Mulai sekarang..." Ashila mengambil napas dan menepis tangan Gaga yang ingin menghapus air matanya. "Tolong jangan pernah lagi bersikap pura-pura manis di depan aku!" sambung perempuan itu.

Ashila sesaat terkenang kembali bagaimana manisnya sikap cowok itu. Sikap Gaga yang membuatnya merasa nyaman. Sikap Gaga yang membuatnya selalu tersenyum. Sikap manis yang ternyata selama ini hanya sebagai pelengkap sempurnanya sandiwara.

Dengan hati gemetar, Ashila mencetus tegas. "Anggap aja kita gak pernah kenal, Ga!"

Ashila memalingkan wajah. "Biar aku bisa cepat lupakan kamu." Dada Ashila gemetar seakan menolak perkataan yang barusan diutarakannya. Tidak mungkin baginya melupakan Gaga. Mungkin saja bisa, tapi tidak akan pernah semudah seperti dia menjatuhkan hatinya pada Gaga.

Gaga masih setia memandang Ashila. "Kamu berhak marah, Shil. Tapi tolong maafin aku."

Ashila membalas cepat ucapan itu. "Orang marah mungkin bisa gampang buat maafin..."

Tangan Ashila mengusap air matanya lagi. "Tapi aku kecewa sama kamu. Aku mungkin aja bisa maafin kamu, tapi aku gak bisa lupakan semua ini, Ga."

Ashila muak melihat wajah Gaga yang manis selama ini ternyata hanyalah pura-pura. Padahal dia sudah meletakkan kepercayaan pada cowok itu. Ashila membuka suara lagi. "Saat aku mengira semua cowok itu sama aja, kamu datang membuyarkan pemikiran itu."

Pangeran KelasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang