Dia masih diam...
Tanpa sempat memikirkan hal lain, aku mengangkat tangan kirinya, menyekat cairan kental itu menetes lebih banyak
Aku menariknya menuju wastafel, tanpa melepaskan tanganku
Dia hanya diam, seolah tak merasakan sakit sedikitpun
Tatapannya kosong, hanya lurus tanpa fokus yang jelas
Nyawanya seperti berkeliaran meninggalkan tubuh jakung ini
Ku arahkan telunjuk kurusnya dibawah aliran air, membersihkan cairan merah yang mulai mengering
Mendekatkan wajahku guna memeriksa sedalam apa lukanya, dan sampai saat ini ia belum memberi respon sedikitpun
"Hya! Bagaimana bisa seorang koki mengiris jarinya sendiri?! Apa kau kehabisan daging, eoh?! Ppabo!"
Kekhawatiranku memuncak, berimbas pada tak terkendalinya mulut sialan ini
"Dimana P3K-nya?" Lagi, dia hanya diam walau aku sudah berusaha keras untuk membuatnya merespon
Aku pun segera berkeliling tempat yang cukup luas ini hanya dengan mengandalkan feeling
Mencari kotak putih dengan cairan antiseptik dan plaster luka didalamnya, memasang mata lebih jeli menerawang tiap sudut ruangan
Bagaimana bila ia kehabisan darah? Mengapa ia sebodoh itu?! Ada apa dengannya?!
Aku kembali dengan kotak putih, dan ia masih membeku ditempatnya tanpa bergerak se-inchi pun
Tak ada usaha sedikitpun untuk menghentikan aliran merah dari telunjuk kurusnya
Aku menariknya kasar untuk yang kedua, membawa ia ke tempat duduk di sudut ruangan
Menekan kebawah bahunya sebagai paksaan duduk
Begitu pula denganku, aku setengah berjongkok di hadapannya kemudian meraih tangan kiri yang semakin memucat itu
Mengalasinya dengan kapas, kemudian "Ini akan terasa perih. Tapi kau pantas menerimanya," kataku ketus
Dengan hati-hati, kutuang antiseptik pada lukanya, mencegah infeksi yang mungkin terjadi
Dia tak bergerak sedikitpun, apa tubuhnya mati rasa?
Aku tak melanjutkan pikiran-pikiran itu, fokusku kembali pada kasa yang terus kulilit di telunjuknya
Hanya tinggal merekatkan, namun tiba-tiba setetes cairan bening jatuh di punggung tanganku
Membuatku menengadah, mempertemukan pandanganku pada tatapan kosongnya
Sorot mata kesakitan, dan cairan bening mulai membasahi pipi tirusnya
Tapi mengapa ia baru menangis, saat puncak perihnya sudah terlewati?
"Yuta, apa sesakit itu? Apa masih terasa perih?" Nada bicaraku berubah 180 derajat dari yang awalnya ketus
Kini seluruh beban tubuhku tertopang di lutut, meninggikan tubuh dari posisi sebelumnya
Aku berusaha mendapatkan sorot matanya , meski sedikit tak nyaman karena hanya terpaut jarak beberapa senti saja
Manik matanya mulai bergerak, membalas tatapanku dengan sorot hidup
Aku mulai menerawang, bukan, bukan luka di jarinya
Sebab lain yang memaksanya untuk meneteskan benda bening berharga itu dari kelenjarnya
Hatinyaㅡ luka tak kasat mata yang jauh lebih dalam dari luka dijarinya
![](https://img.wattpad.com/cover/94263847-288-k447288.jpg)
YOU ARE READING
Pink Blossoms [YT °nct]
FanfictionSaat itu, bersamaan dengan hembusan angin Kelopak pink sakura berguguran menerpa wajah gadis itu 'Apakah kau serapuh itu? Tapi, mengapa sampai detik ini aku masih menyukaimu?'