5. Manslaughter Report

2.8K 518 168
                                    

STORY BY MOSAICRILE

www.mosaicrile.com/writer | Instagram, Twitter: mosaicrile

HEARTbeat: The Last Heir. Copyright © by MosaicRile

---

Tiga puluh menit setelah pembantaian ....

KESUNYIAN dan udara dingin membuat giginya menggelatuk. Jemari yang bertaut bersedekap di dekat dada. Seluruh tubuhnya bergetar bak anak hilang yang tertelan gelap malam. Tak ada suara tawa girang yang terdengar dalam radius beberapa meter dari mansion megah keluarga Theo. Pesan Vladimir, si Kepala Penjaga mansion, yang begitu tegas dan berbeda dari biasanya masih terngiang-ngiang di telinga, sementara polisi yang ia hubungi tak kunjung sampai.

Bola mata hijaunya mengerling ke kiri lalu berpindah ke sudut kanan, begitu terus tanpa mengurangi tatapan waspada. Rambut perak mencuat di balik topi beanie berbahan rajut, menjadi kontras dengan kondisi ruang mobil yang gulita. Separuh kehendaknya ingin turun dan memeriksa keadaan mansion dengan mata kepala sendiri, separuhnya lagi menciut akibat diselimuti ketakutan.

Fla merapatkan mantel berbahan parka agar suhu tubuhnya menghangat. Beberapa menit berlalu sejak kepala penjaga pergi tanpa kembali memberi kabar, kemudian secara tiba-tiba muncul sebuah suara yang terdengar mirip tembakan. Reaksinya spontan melompat turun dari kursi dan meringkuk di lantai mobil.

Sesuatu yang berbahaya sedang terjadi di area mansion. Perahu mesinnya berlabuh di tepian beberapa menit lalu, tetapi tak ada satu pun penjaga yang menyambut. Hal yang sama terjadi ketika mereka berpindah kendaraan menggunakan mobil untuk memasuki gerbang utama mansion. Saat itulah Vladimir menyadari situasi ganjil dan berinisiatif mencari tahu.

Air mata jatuh begitu saja. Tetesan itu berubah menjadi genangan yang membuncah, mengaburkan jarak pandang dari mata hijaunya yang bening. Satu detik terasa satu jam. Ia tidak tahu berapa lama lagi harus menunggu. Kekhawatirannya tentang keselamatan Lucas dan semua anggota keluarga Theo menyesakkan dadanya.

Tanpa pikir panjang ia menekan nomor Lucas dengan kalut. Digenggamnya erat ponsel itu sebelum ditempelkan ke sebelah telinga. Ada nada yang tersambung. Napasnya semakin memburu, menanti jawaban, berharap keberuntungan.

Lucas tidak menjawab panggilan. Jalan gelap dan sepi di sekitar kendaraan membuat Fla memberanikan diri membuka pintu. Ia mengendap-endap menuju pos penjaga yang berjarak beberapa meter dari area parkir.

Dua mayat bersimbah darah tertumpuk di sudut pos. Fla menutup mulut menahan sensasi mual yang mendadak muncul. Keringat lolos dari pelipis. Sebelah tangannya berpegangan pada dinding pos untuk menenangkan tubuh yang gemetar. Fla tak kuasa membayangkan apa yang terjadi di dalam mansion sampai tangis tiba-tiba merebak.

Bunyi nada dering dari ponsel melengking di tengah keheningan. Secepatnya Fla berlari menjauh kala mengangkat telepon dengan harapan mendengar suara Lucas.

"Luke!" seru Fla buru-buru. Ia berjongkok di dekat pintu mobil sambil berusaha mengatur napas. "Luke? A-apa yang terja—"

Fla menutup mulut, menahan tangis yang keluar akibat tak sanggup melanjutkan kata-kata. Beberapa detik berlalu tanpa balasan meski keduanya masih terhubung. Kemudian, Fla sadar. Bola matanya membesar kaget. Sambungan lekas diputus. Ia menyimpan ponsel ke dalam saku mantel dan berlari sekencang mungkin. Firasatnya mengatakan bukan Lucas yang menelepon.

Ia berlari dalam gelap melewati pekarangan bagian luar. Seseorang telah mengejarnya. Fla tergelincir. Tangannya yang bebas menyentuh bekas darah yang tertinggal di atas tanah. Masih jauh jaraknya dengan tempat perahu menepi.

Orang itu menarik rambutnya hingga ia terpaksa berdiri. Tidak ada yang bisa dilihat Fla dari kostum hitam yang dikenakan selain sorot keji dari mata biru keabu-abuan. Mata itu menyingkap seringai samar dari balik penutup wajah. Percuma saja ia meronta karena tubuh lawannya besar dan bertenaga kuat.

"Jangan menatapku." Si pria berdesis. Napas yang berbau minuman keras tercium di hidung. "Kau mencari Lucas?"

"Si-siapa kau? Ap-apa yang kau laku—" Fla berhenti bicara. Lehernya dicekik.

"Ke mana dia kabur?"

Susah payah Fla menggeleng. Pria itu tidak puas dengan jawabannya. Dengan mudah si pengejar mendorong tubuhnya hingga kembali jatuh. Punggungnya ditendang dengan keras bahkan berkali-kali. Ia mengerang kesakitan dan berteriak minta tolong. Tubuhnya terbaring miring menahan tendangan hingga ujung rerumputan masuk ke dalam mulut.

Napasnya terengah-engah usai lelaki itu menghentikan serangan. Sebuah benda ditarik dari balik pakaian. Moncong pistol mengarah padanya. Ia kehilangan kalimat untuk memohon. Pupil Fla melebar begitu melihat kepala penjaga mansion melangkah tertatih-tatih dari arah berlawanan menuju tempat mereka.

Vladimir memegang perutnya, dari sana mengucur darah bekas luka tembak. Kepala penjaga itu seakan tidak sempat meneliti situasi, pun tidak mengira akan bertemu Fla dan seorang pria bersenjata. Kemudian, tembakan terjadi. Terlalu cepat sampai ia tidak menyadari pistol di pelipisnya telah berpindah dengan peluru menembus kepala Vladimir. Dari dalam bibirnya lolos jeritan panjang yang memilukan.

Pria itu hendak menembak Fla setelah Vladimir tewas, tetapi amunisinya habis. Bunyi gaung sirene polisi dan cahaya yang berasal dari senter menyelamatkan Fla. Pembunuh itu memelesat pergi. Ia berusaha duduk dengan tangis dan ketakutan yang pekat. Gemetar hebat menggerayangi tubuh.

"Nona, kau baik-baik saja?" tanya seorang polisi berseragam.

Tidak ada jawaban yang bisa ia beri. Fla hanya diam saat polisi-polisi itu mengantarnya ke perahu. Ia terus memandangi tempat Vladimir mengembuskan napas terakhir sampai matanya tak bisa menjangkau lagi. Seorang polisi wanita mendekatkan diri, memberi Fla handuk tebal untuk menyelimuti tubuh.

Kenyataan membuat kesadaran Fla kembali. Diraihnya tangan polisi itu. "Luke! Di mana Lucas? Selamatkan dia, selamatkan ...."

Belum sempat pertanyaannya dijawab, beberapa polisi kembali sambil mengangkut kantong berisi mayat, memindahkan beban ke dalam perahu yang berbeda. Polisi itu pergi lagi untuk mengambil kantong yang lain, kemudian melakukan hal yang sama berulang-ulang.

Garis-garis kuning dipasang untuk menandai area penyelidikan. Ia bergidik setiap kali melihat kilat kamera dari tangan polisi yang memotret lokasi, lalu sebuah alat komunikasi berbunyi. Suara pertama yang terdengar adalah panggilan dengan kode rahasia, dijawab oleh empunya alat. Mereka saling bertukar informasi.

"Laporan penembakkan terjadi di Piazza San Marco, titik koordinat sudah terkirim."[]

🔽🔽🔽
Pemesanan buku HEARTbeat: The Last Heir harap melalui MosaicRile

🔽🔽🔽
Dapatkan juga buku fiksi karya MosaicRile berjudul LOVE CRUISE (diterbitkan oleh Elex Media, 2020) dan SHELTER (diterbitkan oleh Storial, 2020). Chapter teaser disediakan di akun Wattpad & Storial @mosaicrile.

Follow media sosial: Instagram, Twitter, Facebook: mosaicrile.

HEARTbeat: The Last HeirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang