18. One Fine Day

Start bij het begin
                                    

Mark mendekatkan wajahnya ke wajah Miyeon, yang direspon dengan raut terkejut oleh Miyeon. Ia menatap mata Miyeon lekat-lekat dan bibirnya menorehkan senyum yang hangat. "Kau mengacuhkanku?" tanyanya sarkastik.

Miyeon seakan dipenjarakan oleh Mark akibat posisi mereka berdiri. Tangan Mark yang panjang menumpu pada meja di kedua sisi tubuhnya. Sedangkan Miyeon hanya bisa mencondongkan tubuhnya ke belakang, yakin bahwa dirinya semakin dekat dengan kompor karena kini ia merasa aura panas di punggungnya.

Pertanyaan Mark tadi pun hanya dijawab dengan gelengan pelan yang diwarnai rasa malu. Miyeon bahkan tak berani menatap langsung mata Mark yang memandangnya dengan penuh kasih.

Wait, penuh kasih?

Reaksi Miyeon mengundang tawa kecil dari mulut Mark. Ia tersenyum, mengangkat tangannya dari meja dan menangkup kedua pipi Miyeon. "Kau menggemaskan." Mark akhirnya berbalik dengan perasaan senang tanpa dosa, meninggalkan Miyeon yang masih berdiri tercengang karena perlakuan tiba-tiba itu.

"Miya, kau mau memberiku omelet gosong?" Mark berucap sembari terkekeh pelan.

Ungkapan menyindir dari Mark akhirnya berhasil menyadarkan Miyeon. Ia berusaha mengumpulkan kembali fokusnya untuk memasak.

Tak perlu waktu lama, beberapa piring di atas pantry mulai dihuni oleh menu-menu sarapan yang baru saja dibuat Miyeon. Dan tentu saja hal itu membuat Mark yang sedari tadi menunggu merasa senang.

Mata Mark terpaku pada makanan yang baru pertama kali ia lihat. "Kau memasak ini? It looks great," pujinya. Makanan itu terlihat lezat, menggugah selera.

Pujian itu membuat Miyeon tersenyum, seakan Mark tahu bahwa makanan itu ia buat demi mendapat pujian dari Mark. "Bisa bantu aku membawa piring-piring itu ke meja makan?"

"Yeah, of course."

--

"Here you go." Mark meletakkan segelas air putih di atas meja makan setelah Miyeon dan dirinya selesai mencuci piring-piring bekas sarapan tadi. Ia lalu mendudukkan dirinya di hadapan Miyeon, memperhatikan setiap gerakan Miyeon lekat-lekat. Yang dipandangi hanya duduk dan melakukan kesibukannya membuka tempat obat, memakannya, meminum air yang Mark berikan tanpa merasa terintimidasi dengan pandangan Mark terhadapnya. Miyeon baru menyadarinya setelah semua proses itu selesai.

"Ada apa?" tanyanya polos, bingung. Tiba-tiba ia merasa ada sesuatu yang menempel di wajahnya atau rambutnya.

Mark meresponi pertanyaan itu hanya dengan senyuman, membuat Miyeon semakin bingung. Dan kini Miyeon mulai menyentuh wajahnya berkali-kali, memastikan tak ada sesuatu di kulit wajahnya. Ia juga menyentuh puncak kepalanya dan menyisir rambutnya dengan jari, takut jika rambutnya acak-acakan atau lebih buruk lagi ada serangga yang hinggap di kepalanya.

Dan tingkah Miyeon itu membawa senyum Mark naik tingkat menjadi sebuah tawa. "Tak ada apa-apa di wajahmu, Miya," ucapnya di sela-sela tawanya.

"Lalu kenapa kau tertawa?"

"Entahlah. Aku tak bisa menahan senyumku saat melihatmu."

Keheningan tiba-tiba datang tanpa diundang. Miyeon mengedipkan matanya beberapa kali, masih tak memercayai apa yang baru saja ia dengar. Bahkan bibirnya pun seakan menahan diri untuk mengulum senyum.

Sederet pertanyaan mulai terbentuk di kepalanya. Ia mati-matian menahan rasa penasarannya beberapa hari ini mengenai pertanyaan itu. Bertemu dengan Mark setiap hari terus membuatnya ingin menanyakan hal ini langsung pada Mark, tapi tentu saja ia menahannya, pertanyaan ini bukan sesuatu yang bisa ia tanyakan begitu saja.

Tapi setelah beberapa kali berpikir, akhirnya ia memberanikan dirinya untuk bertanya, entah didapat darimana keberanian itu.

"Mark," panggilnya. "Sebenarnya, apa hubungan kita?"

Nightmare's Heaven [GOT7 Mark, Jr. Fanfiction]Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu