case (4)

2 1 0
                                    


"Drrrrttttt!!!"

"Drrrrttttt!!!"

"Drrrrttttt!!!"

Handphone diatas meja bergetar. Getarannya mengganggu orang yang sedang tertidur. Perlahan-lahan tangannya menggapai handphone di atas meja itu.
"Siapa yang menelpon jam 3 pagi?". Gumamnya masih mengantuk kemudian menjawab panggilan itu.
"Dylan Thompson?" Suara dari handphone.
"Iya. Apa yang kau inginkan?. Ini sangat menjengkelkan" Katanya.
"Temui aku di coffee café 15 menit lagi!". Handphone dimatikan.
"Halo?!"
"Halo!?"
"Menjengkelkan sekali!". Dengan kesal dan penasaran Dylan akhirnya bersiap menemui orang itu.

3:35 AM.

Suasana kota yang kecil itu masih sepi dan sunyi. Hanya beberapa tempat yang masih buka. Atau karena mereka sengaja memulai dari jam sepagi ini.
Seorang pria berambut coklat dengan potongan rambut pendek memasuki sebuah café. Dia berdiri di depan pintu sambil memperhatikan sekelilingnya. Mencari orang yang di carinya. Matanya kemudian menangkap sebuah lambaian tangan dari ujung tempat itu. Pada sebuah kursi duduk seorang pria tua. Rambutnya sudah mulau beruban. Raut mukanya kelihatan tegas dan berwibawa. Dan ada sebuah lencana menggantung di lehernya sedikit tertutup jaket kulit hitamnya. Jelas dia seorang anggota kepolisian.

Pria yang tak lain adalah Dylan menghampiri orang di sudut itu.
"Apa yang kau inginkan?"
Orang di depannya meneguk kopinya kemudian mengeluarkan beberapa berkas.
"Apa ini?" Tanya Dylan dengan heran.
"Ini adalah berkas dari kasus yang sedang kutangani". Kata orang didepannya.
"Lalu apa hubungannya denganku?"
"Tidak ada. Hanya saja..."
"Hanya saja apa?"
"Kau akan tertarik dengan imbalannya. Jika kau berhasil memecahkan kasus ini dan menangkap pelakunya".
Dylan terdiam sesaat lalu berkata
"Dengar. Aku sudah berhenti dari kepolisian. Kau suruh orang lain saja"
"Tapi kau belum melihat isi berkas yang ku bawa".
"Apapun isinya aku tidak tertarik. Cari orang lain saja. Aku pergi!". Dylan hendak beranjak dari sana.
"Kasusnya sama seperti Ashly McGreen".
"Dengar Ashly tidak ada hubungannya dengan ini!" Katanya sambil menunjuk orang didepannya.
"Tenangkan dirimu" lalu perlahan berkas itu disodorkan ke Dylan.
"Silahkan kau lihat sendiri..."

Dylan mengamati semua foto dan membaca setiap keterangan pada lembaran berkas.
"Well, apa yang kau lihat?". Diteguknya kopinya. Lalu
"Apa ada kesamaan pada mayat yang tak asing buatmu?"
Dylan menarik nafasnya perlahan lalu dihembuskan.
"Baiklah, aku ikut. Tapi, jika kasus ini buntu. Jangan pernah mencariku lagi. Aku sudah berhenti. Ingat?" Kata Dylan sambil menyerahkan berkas itu kembali.
"Senang bertugas denganmu Detektif". Kata orang tua ini sambil memperhatikan Dylan yang sudah pergi dari tempat itu.

(2 hari sebelumnya)

Seorang pengendara sedan yang sedang melintas di jalan yang melewati hutan melihat sebuah mobil yang terparkir dipinggur jalan dalam keadaan lampu menyala. Karena penasaran orang yang tadi berkendara ini turun untuk memeriksa. Namun, alangkah terkejutnya dia saat menemukan mayat di dalam mobil itu. Pengendara ini ketakutan dan menelpon polisi setempat. Polisi datang dan membawa mayat itu. Saat diautopsi jatung pada mayat ditemukan telah hilang. Polisi masih bingung untuk menyimpulkan apakah mayat adalah korban pembunuhan atau diserang binatang liar. Karena pada tubuhnya dibagian dada seperti bekas tercabik. Sementara 2 tahun yang lalu kasus serupa juga pernah terjadi. Pembunuhan atas wanita muda bernama Ashly McGreen. Mayatnya ditemukan dengan beberapa organ yang sudah tidak ada. Diduga dia menjadi korban penjualan organ manusia.

(1 hari setelah pembunuhan)

Merry bangun dari tidurnya. Kepalanya terasa sedikit sakit. Dipandangi keadaan sekitarnya ternyata dia ada didalam kamarnya. Tangannya memegang pinggir tempat tidurnya. Perlahan dia bangun dan terduduk. Mencoba mengingat apa yang terjadi semalam. Matanya membentur bayangan pada cermin di tengah lemarinya. Dia terkejut dan tersurut ke ujung tempat tidurnya karena melihat bayangannya yang kacau pada cermin. Namun kembali dia menatap bayanganya pada cermin tersebut. Merry turun dari tempat tidurnya menghampiri cermin itu. Dipandanginya dirinya. Lalu dia mencoba mengingat kembali. Akhirnya dia ingat kejadian semalam. Kejadian mengerikan yang dilakukannya.
"Tidak... tidak... aku.. aku..."
Tangannya mengusap cairan merah pada wajahnya. Cairan amis yang sudah mulai mengering.
"Aku membunuhnya semalam...." desisnya heran dan sedikit ketakutan.
"Gaun ini..." katanya sambil memperhatikan gaun yang masih melekat pada tubuhnya.
"Ada yang tidak beres dengan gaun ini. Aku harus..."
Sebuah ketukan dipintu memotong ucapannya
"Tok tok tok!"
"Tok tok tok!"
"Merry apa kau didalam?!" Suara Ririn bertanya.
"I.. i.. iya. Aku didalam!" Jawabnya.
"Aku pikir kau belum pulang. Aku didapur jika kau butuh aku!".
"Iya!"

"Bruukk bruukk bruuukk!" Lalu terdengar suara orang menuruni tangga.

Merry kembali memperhatikan dirinya.
"Aku harus merahasiakannya dari siapapun. Aku tidak mau dituduh sebagai pembunuh. Aku tidak mau dipenjara!".

Lalu dilepaskannya gaun hitam yang dari tadi malam melekat ditubuhnya. Kemudian gaun itu dimasukkan kedalam lemarinya kembali. Merry kemudian pergi ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya. Setelah berpakaian dia turun menemui Ririn di dapur.
"Cepat sarapan dan kembali ke toko!" Kata Ririn.
"Uhmm.. iya"
"Ngomong-ngomong. Siapa yang akan mengantar pesanan bunga kemarin?" Ririn bertanya sambil menuangkan kopi dicangkirnya.
"Kau tidak terlalu sibukkan Merry?"
"Well... mungkin aku akan..."
"Baiklah. Kuberikan alamatnya dan kau pergi mengantar ok?!"
"Ok..."
Merry menjawab dengan perasan tidak enak.

2:13 pm

"Ini alamatnya?. Well, aku rasa tidak ada salahnya" gumam Merry.
Dia berjalan menuju pintu depan sambil membawa bunga yang lumayan banyak.

"Ding dong!" Merry menekan bel disamping kusen pintu. Tak lama seorang wanita muda keluar menemuinya.
"Mrs. White?" Tanyanya.
"Oh, benar sekali. Apa kau dari toko bunga?"
"Iya. Aku membawa semua pesananmu. Tolong tanda tangan disini" kata Merry sambil menyodorkan nota pada papan kayu.
"Ini dia. Sudah semuanya. Terima kasih sudah berbelanja ditempat kami".
"Iya. Sama-sama".

Lalu terdengar suara seorang lelaki dari dalam rumah.
"Siapa itu?!" Tanyanya.
Merry mengenali betul suara itu. Dia hanya terdiam sesaat sambil melihat orang yang barusan bicara dari cela pintu depan yang mulai menutup.
"Hanya tukang bunga" jawab Mrs. White.
Merry berlalu dari tempat itu dengan perasaan sedikit panas.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jan 11, 2017 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Black DressWhere stories live. Discover now