WHAT DOESN'T KILL YOU, MAKE YOU WANT TO BE A KILLER

Start from the beginning
                                    

"Pa, Anya di kafe."

"Kafe? Sama siapa? Sekarang sudah jam sebelas malam, An. Mana Allen?" Dalam keadaan hening, suara nyaring ayahnya membuat telinga Anya berdengung.

"Anya nonton band Kak Allen, Pa. Papa di rumah? Kenapa Papa nggak bilang mau pulang malam ini?"

"Jadi, kamu sama Allen?" Suara ayahnya kembali bergema. Ayahnya seharusnya pulang besok dari Surabaya, di mana beliau bertugas dalam pengerjaan proyek pembangunan mal.

"Iya, Pa, Anya sama Kak Allen, Pa." Anya diam sejenak sebelum melanjutkan, "Don't worry, Pa, Anya kan bukan anak kecil lagi..." Begitu selesai mengucapkan kata-kata itu, ia meringis pelan. Sepertinya, sejak ibunya meninggal, ayahnya begitu tenggelam dalam pekerjaannya hingga ia yakin, di kebanyakan waktu, saat berada di tengah-tengah pekerjaannya yang supersibuk, beliau melupakan keberadaan kedua anaknya.

"Ya sudah, Papa mau istirahat dulu."

"Papa udah makan?" tanya Anya, masih menatap cermin. Sebelah tangannya yang bebas menyisir rambut pendeknya yang terasa lembap.

"Sudah." Suara ayahnya terdengar ragu dan letih.

"Ada soto ayam di kulkas, tinggal dipanasin sebentar kalau Papa masih lapar," ucap Anya.

Tak terdengar apa-apa di seberang sana.

"Pa?"

"Ngg ... soto ayam?" Suara di seberang terdengar pahit.

Anya menggigit bibir. Soto ayam suwir dengan perasan jeruk nipis dan taburan daun mint segar adalah salah satu masakan andalan almarhumah ibunya. "Siapa yang bikin?" tanya ayahnya lagi.

"Tante Lita, Pa." Sebenarnya Anya ingin menambahkan bahwa ia juga sempat memasak martabak telur. Tapi ia ragu ayahnya akan menyukainya. Bahkan dirinya sendiri pun harus mengakui bahwa masakannya kali ini benar-benar bencana. Rasanya terlalu asin dan bau minyaknya membuat mual. Ia meringis membayangkan reaksi Allen saat menyantapnya tadi siang. Untung saja kakaknya yang manis itu tidak muntah beneran.

"Oke, oke, kalian cepat pulang ya. Jalanan nggak aman malam-malam begini."

"Oke, Pa, pokoknya secepatnya seabis Kak Allen selesai manggung, Anya ajak pulang, deh," ucap Anya.

"Bye, Anya."

"Bye, Pa."

Anya menjejalkan ponsel ke dalam saku celana jeans-nya dan kembali memeriksa bayangannya dalam cermin. Ia menarik sehelai tisu dari tempat tisu yang menempel di dinding, membasahinya dengan sedikit air, dan membersihkan noda hitam eyeliner yang luntur karena hawa panas. Tepat saat itu suara pintu terbuka, beriringan dengan keletak hak sepatu dan celotehan riang.

"Tadi kata lo, siapa nama vokalis yang super-hot itu?"

"William. Gue denger sih namanya William, lo naksir?"

Anya melirik, yang mengatakan itu adalah cewek dengan lipstick merah norak yang tengah tertawa sambil mencuci tangan. "Kalau dia mau sama gue sih, gue nggak mungkin nolak."

"Gue juga mau dong." Kali ini cewek dengan dandanan ala gothic yang menyahut, sambil mengibaskan rambutnya yang sekaku sapu ijuk.

"Nanti gue cariin info buat kalian berdua." Cewek ketiga, cewek berambut nyaris pirang seperti bule jadi-jadian, menyahut dengan langkah percaya diri. "Sekarang gue mau pipis dulu. Kebelet!"

"Memangnya lo kenal?" protes si cewek sapu ijuk.

"Gue dengar gosip, katanya si hottie itu mantan pacarnya Tia. Katanya sih, permainannya hot banget. "

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jan 04, 2017 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

FALLING STARSWhere stories live. Discover now