WHAT DOESN'T KILL YOU, MAKE YOU WANT TO BE A KILLER

458 47 14
                                    


What doesn't kill you, make you want to be a killer.

Wineglass Cafe

I have been ripped in half, left by my only love

My heart has been depleted. And I remain alone and stagnant

Wondering in despair

Alone oooh alone

Like a blank midnight sky

Thinking of you

(lyrics by Amanda Ong)

ANDAI Anya punya remote control yang bisa me-rewind waktu seperti yang dimiliki Adam Sandler dalam film Click, ia pasti akan menggunakannya saat ini juga.

Tadinya, ia hanya iseng saja mengatakan 'ya' saat Allen, kakaknya, mengajaknya menonton pertunjukan band mereka di kafe baru trendi ini. Padahal, ia tahu persis risiko yang harus dihadapinya. Pepatah yang mengatakan what doesn't kill you, make you strong seharusnya diubah khusus untuknya menjadi what doesn't kill you, make you want to be a killer.

Masalahnya bukan terletak pada kafe maupun band kakaknya. Kafe ini lumayan bagus, minumannya juga enak. Band kakaknya, seperti biasanya, tampil mengesankan.

Ia sama sekali tak heran bila band kakaknya mulai banjir tawaran dan naik daun. Harus diakuinya, mereka memang keren.

Allen alias kakaknya, bagaikan gitaris kesurupan dengan gaya yang berlebihan. Anehnya, gaya itu memang pantas untuknya. Yanuar yang memegang posisi drummer terlihat santai dengan gaya yang cool. Dan William Anthony alias Will sebagai vokalis, seolah bisa menghipnotis penonton dengan suara dan penampilannya yang superkeren.

Di situlah letak masalahnya.

Terkadang Anya lupa bahwa ia menyukai Will sejak dulu. Tepatnya sejak pertama kali ia mengenalnya saat masih berusia sembilan tahun.

Menyukai seseorang yang digila-gilai oleh banyak orang bukan sesuatu yang menyenangkan. Lebih tepatnya, it sucks.

Seraya menyesap jus terong Belanda yang terasa asam-segar, Anya mengetuk-ngetukkan jarinya pada permukaan meja kayu. Di meja sebelah, persis di depan stage, para cewek tengah meratap dengan histeris.

Ia melirik, gerombolan cewek yang mendominasi meja-meja di depan stage berpenampilan mewah dan seksi. Mereka begitu berisik hingga mustahil untuk menikmati pertunjukan band kakaknya.

Anya meraih ponsel. Andai saja keadaan tidak gelap, ia pasti akan mengeluarkan novel yang baru saja ia beli untuk mengusir bosan. Sungguh tindakan yang bodoh berada di sini saat seharusnya ia bisa menikmati malam yang tenang dengan novel dan ranjang empuk.

Saat jarinya baru saja hendak menyentuh layar sentuh ponselnya, hendak mencari-cari bahan bacaan, benda itu bergetar. Seseorang menelepon.

"Halo?" Anya harus berteriak demi menembus kegaduhan yang membuat pekak telinganya. Rasanya sia-sia saja berusaha mendengar apa pun dalam keadaan ingar-bingar seperti ini.

"Halo, tunggu sebentar, biar aku pindah dulu..." Sambil tetap menempelkan ponsel di telinga, Anya pun berjalan menjauh ke bagian belakang kafe.

"Halo?! Halo? Anya? Kamu di mana? Kenapa nggak ada orang di rumah?"

Akhirnya suara orang di seberang terdengar samar-samar. Ternyata ayahnya. Beliau seperti berasal dari tempat yang sangat jauh.

Anya terus berjalan saat matanya menangkap pintu dengan papan berukir Ladies di hadapannya. Dengan tangannya yang bebas, ia mendorong pintu itu dan merasa lega saat mendapati keadaan nyaris senyap di dalam sini.

FALLING STARSWhere stories live. Discover now