Chapter 21

15.2K 880 2
                                    

Setelah Pedro keluar dan membanting pintu, Be langsung berlari menuju kamarnya. Ia mengambil handuk kecil dan berlari lagi ke arah kulkas. Ia merendamnya dengan air es.

Be kembali menghampiri Leo yang sudah duduk disofa, Be duduk disebelah Leo dan mulai menekan lembut pipi Leo dengan handuk dingin. Air matanya masih menggantung di matanya. Ia sedikit terisak menahan tangis.

Leo hanya memandang Be tanpa berkata apapun, ia sangat menikmati moment ini. Tapi ada perasaan bersalah di dalam dirinya. Leo membelai lembut rambut Be dengan tangan kanannya. Be sedikit terkejut, matanya membesar dan akhirnya ia menangis. 

"I am very sorry", Ucap Be sambil menangis.

Leo menghapus air mata Be, membelai pipinya, memegang dagunya dan mengangkatnya sedikit agar ia bisa melihat Be lebih jelas. 

(Gadis ini memang sudah membuat hidupku jungkir balik), Leo akhirnya mengakuinya. 

Be hanya menatap Leo, wajahnya yang polos, matanya yang indah dan bibirnya sedikit terbuka. 

Tiba-tiba Leo merasakan dadanya bergemuruh dan nafasnya terasa berat. 

Gairahnya kembali datang. Leo mendekatkan wajahnya pada wajah Be, menempelkan hidung mereka, dan membuat nafas mereka seakan menyatu. 

Be menggeser sedikit posisi duduknya dan tangannya memegang pinggiran sofa, kuku jarinya terlihat memutih karena cengkramannya yang kuat, ia merasa sangat gelisah sewaktu Leo menjauhkan wajahnya, seperti memberi jarak dan hanya memandang kepadanya. Debaran jantung Be melesat kencang, saat ini ia merasa panas luar-dalam, gelisah, malu, ada perasaan membuncah di dadanya, desiran ini membuat tubuhnya tegang, nafasnya menderu dan membuat dadanya terlihat naik turun tidak teratur. 

"Kamu mau dicium?" Tanya Leo tiba-tiba, dengan mata sedikit menyipit ia memandangi bibir Be. Seketika saja Be langsung menggigiti bibir bawahnya dan ia mengangguk pelan, bola matanya makin membesar, jantungnya seperti meloncat keluar rongganya. Ia sangat yakin wajahnya saat ini terlihat seperti tomat matang. 

"Are you sure?" Tanya Leo lagi, ia menangkup pipi Be dengan empat jarinya dan dengan lembut menyapu bibir Be dengan jempolnya.

Be mengangguk cepat-cepat, tubuhnya bergerak maju mendekati Leo. Sepertinya ia tidak ingin nanti tiba-tiba Leo berubah pikiran lagi.

"A-aku mau". Jawab Be terbata-bata dengan wajah polos. Ia sedikit tersenyum dan kembali menggigiti bibir bawahnya. Tubuhnya terasa lemas oleh sentuhan Leo. 

"Bagaimana aku mau mencium kamu, kalau kamu masih menggigiti bibir kamu terus". Ucap Leo sambil tersenyum. Mata Leo yang tajam berubah menjadi lembut dan seperti merayu Be.

Be langsung berhenti, dan reflek ia menutup rapat mulutnya. 

"Su-sudah tidak kok". Sahut Be cepat-cepat. Be tidak sabar, ia benar-benar tidak sabar. Be ingin sekali di cium Leo.

"Arrgghh.. kamu ini..." Leo menggeram, ia menarik tubuh Be mendekat. Wajah mereka sekarang hanya beberapa senti, mereka berdua saling bertatapan, dan bergairah. 

Leo sudah tidak tahan lagi, Ia tidak perduli sekarang! Saat ini ia ingin melepaskan dahaganya, ia ingin mencium bocah ini, dan memuaskan rasa penasarannya. Ia berharap setelah mencium Be, ia akan dapat melupakan bocah ini dan membuktikan bahwa perasaan yang ia rasakan selama ini memang semu dan salah. Tapi ia sendiri tidak yakin. 

Leo menekankan bibirnya perlahan pada bibir Be, ia menciumnya dengan lembut dan mengecupnya sedikit-sedikit seperti sedang mengecap permen yang baru pertama kali ia coba. Leo tidak pernah menyangka bibir Be selembut ini, begitu manis dan... tiba-tiba darahnya mengalir deras dan langsung naik ke ubun-ubun kepalanya. Dadanya menghantam berdentum keras, berdetak sangat cepat. Gairahnya semakin menjadi-jadi, fikirannya memaksanya berhenti tapi ia tidak mau berhenti, semua sudah terlanjur.. ia menginginkan Be sekarang.

Ciuman Leo menjadi lebih agresif dan menuntut, lidahnya mendesak masuk kedalam bibir Be dan ia menautkan lidahnya dengan lidah Be, Leo merasakan tubuh Be menegang dan Be mencengkram lengannya dengan erat. Kemudian tangan Be naik keatas dan meremas lembut rambut Leo. Leo mendengar Be mendesah dan seperti berusaha keras untuk menyesuaikan nafasnya dengan Leo dan hal itu makin membuat Leo semakin menggila. Leo menarik tubuh Be semakin mendekat dengannya, mengangkat Be untuk duduk dipangkuannya. Leo terus menciumi Be, menjelajahi setiap jengkal bibirnya dengan menggunakan bibir dan lidahnya. Leo mengerang pelan sewaktu Be membalasnya dan mengulum lidah Leo dengan lembut. 

"Gosh! You are very sweet", Gumam Leo. Leo tidak bisa berhenti mencium Be, tangan Leo memeluk, meraba dan mengusap lembut punggung Be sampai ke bokongnya, hal itu membuat tubuh Be menegang, meleleh, mencair secara berulang, Be bergerak-gerak lembut di pangkuan Leo. 

"Lee-ohh...mmmphh", Desah Be memanggil nama Leo disela-sela ciuman mereka. 

"Fuck!" Desis Leo, ia sudah-sangat-tidak-sabar. 

KRINGGG KRINGGGG KRINGGG

Deringan suara telepon yang kencang membuat mereka berdua tersentak. Leo memang masih dalam keadaan bergairah, dan ia berniat melanjutkan apa yang sudah tertunda berapa menit dan berusaha untuk mengabaikan suara telepon itu, jika tidak ia sangat yakin bahwa ia akan benar-benar menjadi gila.

KRINNNGGGG KRINNGGGG KRINNNGGGG KRINNGGGG

Suara deringan telepon seperti tidak mau berhenti berbunyi dan terasa semakin kuat di telinganya.

"Shit!" Maki Leo, dengan perasaan berat hati ia mengangkat Be dan memindahkannya dari pangkuannya ke sofa. 

Ekspresi wajah Be terlihat bingung, ia bengong seperti habis terbangun dari mimpi, bibirnya merah sedikit bengkak akibat dicium habis-habisan oleh Leo, wajahnya merah merona tapi ia malah terlihat sangat cantik, polos dan ada gairah yang belum padam di matanya. 

"Damn it!" Ujar Leo kesal, ia berdiri dan meraih hand phone-nya yang ada disaku jasnya. Ia akan memaki orang yang mengganggunya dengan Be. Tanpa melihat siapa yang menelpon, Leo langsung menjawabnya.

"YA?" Ucap Leo dengan nada keras. 

"Mis-mister Albraham", Sahut suara itu terbata-bata, dan Leo yakin orang yang menelponnya ini tau bahwa saat ini Leo sedang kesal.

"Liana? Untuk apa kamu menelpon saya?! Jangan sampai ini tidak penting". Ucap Leo sedikit mengancam. Leo merasa kepalanya berdenyut, sakit dan terasa nyeri. Menahan gairah sama saja dengan menahan lapar dan dahaga.

"Very Sorry Sir, Sir Sebastian datang, beliau mau bertemu dengan anda". Jelas Liana, suaranya masih terdengar waspada.

"Uncle Sebastian?" Leo heran untuk apa paman Be datang menemuinya di kantor. 

"Yes Sir, beliau bilang ini penting. Ini mengenai Nona Beauty". Liana terdiam dan menunggu jawaban dari Leo.

"Okay. Saya kesana sekarang". Kata Leo sebelum mematikan hand phone-nya. 

Leo melihat ke arah Be, sepertinya Be sudah mendengar pembicaraannya.

"Ada apa dengan paman Bas? Tanya Be khawatir. Be mendekati Leo dan berhenti di depannya. 

"Belum tau, makanya sekarang aku harus kembali ke kantor". Ucap Leo sambil merapikan kemeja dan dasinya. 

"Apa kamu mau aku ikut?" Tanya Be

"Tidak perlu". Jawab Leo sambill menatap Be, gairahnya belum surut sedikitpun. 

Be terdiam, ia hanya memandang Leo dan akhirnya ia mengangguk. 

"Aku pergi dulu, kunci pintu dan aktifkan alarm-nya". Ucap Leo mengingatkan Be. 

"Iya", jawab Be singkat dan ia mengantar Leo sampai di depan pintu. Wajah Be kelihatan tegang. 

"Jangan buka pintu selain untuk aku. Mengerti?!" Perintah Leo, ia sudah berada diluar pintu apartemen dan rasanya berat sekali meninggalkan Be sendirian.

"Yes Sir!", Jawab Be sambil mengangkat tangannya ke kepala sebagai tanda hormat.

Leo tertawa pelan dan ia pun berlalu pergi. 

Be menutup pintunya, mengaktifkan alarmnya dan langsung berlari masuk ke kamarnya. 

"I love you Leeoo.." Teriak Be senang dan menghempaskan tubuhnya jatuh ke kasur.


The Beast is Mine! <OPEN PRE ORDER!>Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang