Chapter Four of Timeless

13 0 0
                                    

Apakah aku mati? Sayangnya tidak. Jake berbaring dikasur rumah sakit. Ia tak bisa merasakan seluruh tubuhnya. Ia tak bisa bergerak seperti ada yang merantai badannya ke kasur. Ia belum sadar sepenuhnya. Matanya masih setengah terbuka. Pandangannya buram. Ia bisa mencium aroma rumah sakit yang sangat kuat. Ia benci rumah sakit. Terakhir kalinya ia ke rumah sakit saat ia harus membawa ibunya yang berlumuran darah di pangkuannya ke UGD. Di rumah sakit juga ia terakhir kali melihat ibunya bernapas. Menurut Jake rumah sakit hanya untuk orang mati, orang yang akan mati, dan orang yang sudah mati. Dan disinilah Jake, berbaring di tempat yang paling ia benci. Jake termasuk golongan apa? Sepertinya ia masuk golongan orang yang sudah mati, yang seharusnya sudah mati, tapi masih bernapas dengan malas. Sepertinya bumi belum mau menelan Jake.

Jake bersyukur sekali tubuhnya tidak dibaluti perban dari ujung kaki sampai kepala seperti mumi. Dokter hanya memperban bagian tubuh Jake yang tertusuk jarum lebih dari sekali di tempat yang sama. Hal itu membentuk luka seperti lubang di tubuh Jake. Sakitnya luar biasa. 10 kali lebih sakit dari luka yang hanya berupa titik saja ditubuh Jake. Ada 15 perban atau mungkin lebih yang ada di tubuh Jake. Walaupun tidak dibungkus seperti mumi, tapi tetap saja Jake tidak bisa bergerak. Jake benci jika sudah begini. Tak bisa kemana-kemana, hanya bisa menatap langit-lagit rumah sakit. Perawat yang bertanggung jawab mengurusi Jake baiknya bukan main, Jake malah kesal dengan itu. Jake tidak suka dapat perhatian berlebih, walaupun seumur hidupnya ia tidak pernah merasakan hal itu. Ia sudah terbiasa dengan perhatian yang biasa-biasa saja. Dulu ia hanya dapat perhatian dari ibunya saja, itu juga setengah-setengah karena Jake masih punya 3 adik. Hal yang paling ia tidak suka yaitu setiap pagi jam 10 si perawat akan datang sambil membawa satu botol cairan lengkap dengan cutton buds. Si perawat akan memberikan cairan itu ke luka Jake. Ada hampir 100 atau mungkin lebih titik luka di tubuh Jake, si perawat bisa menghabiskan 3 jam untuk itu. 5 menit bersama perawat itu terasa seperti 1 jam, apalagi 3 jam? Serasa sebad.

Sudah 2 minggu Jake ada di rumah sakit. Peristiwa yang Jake alami dirahasiakan oleh si bos. Jake tak tau alasannya kenapa, namun Jake hanya menurut saja. Jadi tak ada yang tau jika Jake sekarang ada di rumah sakit. Yang tau hanya pasukan yang menyelamtkan Jake, Rosario, dan Lisa. Rosario selalu mengunjungi Jake setiap pagi sebelum ke kantor. Walaupun hanya mampir 5 atau 10 menit jake sungguh menghargai kunjungan itu karena Jake kesepian setengah mati di sini walaupun si perawat selalu menemani Jake.

"Hai" Jake mulai membuka matanya. Itu Lisa.

"Hai juga" Jake menyunggingkan senyumnya. Selama 2 minggu ini Lisa belum menjenguk Jake. Jake cukup kecewa, tapi ia memaklumi. Mungkin Lisa trauma atau memang tidak mau ketemu Jake. Siapa yan tau?

"Kau kelihatan sehat" Lisa membalas senyum Jake.

"Well, aku harap begitu."

"Aku minta maaf." Muka lisa mulai memerah. Matanya berair. Jake merasa tidak enak. Jake juga bingung mengapa Lisa minta maaf. Tapi Jake pura-pura saja mengerti apa yang Lisa maksud.

"Tidak apa-apa, Lis"

"Tidak, tidak, Jake, dengarkan aku dulu."

"Oke, baiklah. Duduklah disini, Lis." Tak ada kursi di ruangan ini jadi Jake harus menggeser badannya yang sekrang terasa beratnya 1 ton sedikit ke samping agar Lisa bisa duduk di sampingnya.

"Aku minta maaf, Jake. Aku seharusnya tidak melakukan itu." Tangis Lisa pecah.

"Melakukan apa Lis? Kau tidak melakukan apa-apa. Sebenarnya kau juga tidak salah apa-apa. Aku yang salah."

"Kau tidak mengerti, Jake. Aku memancing The Chopper agar menemuimu." Lisa menatap Jake. Ia masih mengeluarkan air mata.

"Apa maksudmu, Lis?" Otak Jake tidak bisa berpikir sekarang. 2 minggu ini ia berusaha agar melupakan apapun yang terjadi. Walaupun ia benci rumah sakit tapi di sinilah otak Jake bisa tenang, tidak memikirkan apapun, hanya memikirkan dinding putih dan bau rumah sakit yang khas. Sekarang, otak Jake dipaksa untuk berpikir. Ia merasa otaknya kaku.

"The Chopper memiliki anak berumur 5 tahun. Aku mengetahui hal ini ketika kau menyuruhku untuk menyelidiki lebih dalam tentang bisnis narkoba keluarga The Chopper. Aku menyuruh Downey untuk menyamar sebagai pembeli narkoba. Downey bertemu dengan paman The Chopper yang saat itu untungnya sedang mabuk. Downey memanfaatkannya untuk mengorek beberapa informasi." Lisa kehabisan napas. Ia masih menatap Jake dengan muka merahnya. Air matanya telah berhenti keluar.

"Lanjutkan, Lis." Jake tidak bisa menatap Lisa, ia menatap dinding putih di depannya sambil mendengarkan cerita Lisa.

"Ketika The Chopper kau jadikan buronan, fotonya ada disetiap sudut kota. Keluarganya mengetahui hal itu. The Chopper dikeluarkan dari keluarganya. Dilarang mengikuti bisnis narkoba itu dan dilarang untuk bertemu dengan anggota keluarganya. The Chopper menerima hal itu tapi dengan syarat ia membawa anak laki-lakinya bersamanya."

"Biar aku tebak, keluarganya mengizinkan The Chopper?"

"Benar."

"Tolol. Aku baru tau ada keluarga yang membiarkan begitu saja anak kecil hidup bersama seorang pembunuh."

"The Chopper bertingkah 180 derajat berbeda ketika ia bersama keluarganya. Ia bertingkah tidak seperti The Chopper. Ia bertingkah sepeti manusia normal bukan seperti pembunuh. Hal itu yang mengakibatkan keluarganya tidak tau kalau dia adalah The Chopper sebelum kau menjadikannya buronan. Pamannya bercerita jika ponakannya tidak bertingkah berbeda. Mengantarkan barang pesanan, menjemput anaknya, makan bersama di rumah, tidak ada yang berubah. Ia seperti memilkiki dua kepribadian."

"Ia bertingkah seperti Tommy Willis." Jake masih menatap dinding putih yang sama. Matanya tidak beranjak dari dinding itu.

"Maka dari itu keluarganya memberikan izin kepada The Chopper untuk membawa anaknya."

"Dengan berjanji tidak akan membunuh anaknya. Siapa nama anaknya?"

"Merlyn. Bagaimanapun orang tua The Chopper telah merawat Merlynn dari bayi."

"Luar biasa, Lisa. Seberapa dalam kau mengorek informasi tentang The Chopper dan tidak memberi tahukannya ke aku?."Nada suara Jake naik. Sebenarnya Jake tidak merasa marah. Ia hanya bingung saja.

"Kau mau aku melanjutkan, Jake? Jika ya, aku tau aku salah Jake, tapi aku peringatkanmu jangan bunuh aku disini."

"Ya coba nanti aku liat jadwalku dulu, apakah ada waktu kosong untuk membunuhmu." Jake menolehkan pandangannya dan menyunggingkan senyumnya.

"Aku mencari di mana anaknya bersekolah. Merlyn bersekolah di Brooklyn School. Ia tidak menyamarkan nama anaknya. Merlyn terdaftar di sekolahnya dengan nama Merlyn Willis. Merlyn pulang sekolah jam 10. Aku melihat anak itu. Ia selalu berjalan 1 blok jauhnya untuk menunggu jemputan. Aku berharap aku bisa melihat The Chopper."

"Dan?" Jake menaikkan salah satu alisnya.

"Tidak. Merlyn tidak dijemput ayahnya. Aku yakin ayahnya menyuruh orang lain untuk menjemput anaknya."

"Biar kutebak. Kau mengikuti Merlyn sampai ke rumahnya?"

"Ya aku mengikutinya. Tapi Merlyn tidak pulang ke rumahnya. Ia pulang ke rumah orang lain. Sepertinya Merlyn tidak tinggal bersama ayahnya. Aku mengamati rumah itu selama berhari-hari dan tidak ada tanda keberadaan The Chopper. Suatu hari aku memberanikan diri untuk mengetuk pintu rumahnya setelah aku melihat Merlyn masuk ke rumahnya. Perempuan cantik, umur sekitar 30 tahun yang membukakan pintu untukku. Aku menyamar sebagai guru Merlyn, walaupun begitu si perempuan melarangku untuk bertemu dengan Merlyn. Ia berkata Merlyn pulang agak siang karena ada les tambahan. Lalu aku pulang."

"Dia berbohong. Omong-omong, kau gila, Lis."

"Memang."



-K.Weirmoriarty-

Timeless.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang