Chapter Two of Timeless

15 0 0
                                    


Beku. Tubuh Jake tak dapat bergerak. Suhu udara seperti turun hingga dibawah 0 derajat. Udara dingin itu menyelimuti tubuh Jake dari ujung kepala sampai kaki. Tak hanya itu, Jake tidak merasakan darahnya mengalir, jantungnya tidak berdetak, paru-parunya tidak memompa udara, dan semua organ lain ditubuh Jake tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Ia merasa mati. Apartemen Jake berubah menjadi ruangan luas berwarna hitam. Kursi, tv, meja, semua furniture dirumah Jake menghilang hanya menyisakan dirinya dan wanita yang berdiri didepannya. Dipikiran Jake hanya ada satu hal, dia seharusnya tidak berada disini. Jake kebingungan setengah mati. Jake tak tau harus berkata apa. Ia pun mengulangi satu kata itu lagi.

"Ibu?" Jake hanya bisa mengatakan satu kata tersebut karena memang hanya itu yang dia pikirkan sekarang atau lebih tepatnya yang bisa dia pikirkan sekarang.

Wanita itu tak berkata satu kata pun. Wanita itu hanya berdiri di depan Jake dan mentapi wajah Jake dengan tatapan lembutnya. Ia mengenakan kemeja lengan panjang berwarna krem dan celana 5 sentimeter diatas mata kaki. Rambut digerai kebelakang dengan poni yang tak menurutpi alis. Bibirnya pucat, ada lingkaran hitam dibawah matanya, keriput di sekitar bibirnya, tak ada make up untuk menutupi semua itu. Mungkin tak perlu karena bagaimanapun wanita ini terlihat cantik persis seperti ibu Jake.

Jake akhirnya kembali. Udara disekitar Jake mulai menghangat, ia mulai merasakan darah mulai kembali mengalir ke otaknya, jantungnya kembali berdetak. Wanita itu masih tak bergeming. Jake bingung tindakan apa yang harus ia lakukan. Kebingungan itu belum hilang dari dalam diri Jake, masih ada ribuan pertanyaan mungkin jutaan pertanyaan yang Jake ingin tanyakan kepada wanita ini. Dia sudah mati. Aku melihatnya. Aku menguburnya. Jake tidak punya waktu, nyawa Lisa bergantung padanya. Lisa membutuhkannya sekarang juga. Ia tidak tau yang akan ia lakukan adalah tindakan yang benar atau tidak, tapi Jake tidak punya pilihan. Jake menarik napasnya dalam-dalam. Ia ambil pistol dari bawah jas nya. Ia todongkan pistol itu ke kepala wanita tersebut. Jake tau dia tidak akan melakukan hal seperti itu. Bahkan kepada seorang wanita asing pun ia tidak akan melakukannya. Wanita ini asing. Wanita ini tidak asing. Persetan.

Saat Jake menaruh pistol tepat di dahinya, wanita itu kaget. Tapi wanita itu tak bergerak satu sentipun. Ia hanya berdiri diam ditempat yang sama seperti yang ia lakukan 5 menit sebelumnya.

"Aku tidak punya waktu untuk omong kosong ini Ma'am. Demi Tuhan, apa sih yang sebenarnya terjadi?? Kau persis seperti ibuku. Tapi ibuku sudah mati. Jika kau bukan ibuku, berarti kau hantu ibuku. Dan aku tidak percaya dengan hantu."

Kemudian Jake merangkulkan tangannya ke leher wanita itu dan membawanya masuk ke apartemennya. Tindakan bodoh. Membawa masuk orang asing yang persis dengan ibumu yang sudah mati. Jake kemudian menuju ke salah satu ruangan yang sengaja Jake kosongkan. Ruangan itu seharusnya dijadikan kamar utama di apartemen ini. Ruangan itu dilengkapi perlindungan khusus, pintu dari baja, tembok yang 10 kali lebih kuat dari tembok biasa, dinding kedap suara, serta sistem kunci pintu yang rumit dan berlapis. Itu merupakan salah satu fasilitas keamanan yang ditawarkan apartemen ini. Dimaksudkan untuk melindungin pemiliknya khususnya saat mereka tertidur lelap. Tapi Jake tidak membutuhkannya. Ia merasa tertekan jika ada di ruangan itu. Jadi Jake mengosongkan ruangan itu dan menggunakan ruangan lain untuk kamar utamanya. Jake memborgol wanita itu di ruangan kosong tadi.

"Jangan berani kau mencopot borgol ini. Jangan buang energimu dengan percuma untuk mencoba keluar dari ruangan ini. Aku minta maaf tapi kau tidak bisa keluar dari sini. Bersabarlah, aku akan kembali siang nanti. Mungkin."

Jake mengunci pintunya dengan sandi rumit yang terdiri dari kombinasi angka, huruf, simbol, titik, koma, yang hanya Jake yang tau. Ia pandai dalam membuat sandi. Itu merupakan salah satu pelatihan yang ia terima saat belajar di Akademi Militer. Ia hanya bisa berdoa bahwa wanita itu hanya wanita biasa yang kebetulan sangat mirip ibunya dan kebetulan juga berdiri di depan pintu apartemennya jam 6 pagi. Jake sadar hal itu sungguh tidak mungkin. Jake hanya tidak ingin memperparah harinya dengan masalah yang tidak pernah terlintas dipikiran Jake. Memang begitu bukan dunia ini? Dipenuhi dengan manusia dan masalah.

Jake kemudian turun menggunakan lift menuju garasi apartemen, masuk ke mobil dan berkendara dengan kecepatan 90 km/jam. Kemarin Jake tidak membawa mobil ke kantornya. Si bos berbaik hati meminjamkan mobil kantor bersirine untuk dibawa Jake pulang. Dipikiran Jake hanya ada Lisa. Jake sudah merasa seperti pembalap asli. Bedanya mobil Jake bersirine dan dengan garis finishnya menemukan Lisa yang bernapas atau Lisa yang tergeletak di lantai kantor Jake dengan darah bercipratan ke dinding dan karpet. 

Dengan bantuan sirine dan  jiwa pembalapnya, hanya dibutuhkan 10 menit untuk sampai ke kantornya. Jake memarkir mobilnya dengan sembarangan. Gedung itu tentu saja kosong. Jam kerja dimulai jam 7 pagi. Jake selalu datang 1 jam sebelumnya tanpa alasan yang jelas. Jake hanya suka melakukannya. Kantor Jake ada di lantai pertama, syukurlah. Pistol ditangan Jake dengan posisi siap untuk menembak.  Mulanya Jake berlari dengan langkah yang hati-hati, Jake tidak meneriakkan nama Lisa, Jake ingin keadaannya tetap sunyi. Setelah sampai di depan ruangan bosnya yang jaraknya 10 meter dari kantornya, Jake mulai mengendap-endap. Jake berhenti. Jake bisa melihat kepala Lisa. Lisa sedang duduk dikursinya, mengahadap dinding membelakangi Jake, tidak bergerak. Walaupun dalam posisi duduk, masih ada kemungkinan Lisa sudah mati. Walaupun dalam keadaan duduk, belum tentu Lisa aman. Kenapa aku selalu memikirkan kemungkinan Lisa mati sih? Tidak, tidak, tidak, aku harus temukan Lisa dalam keadaan hidup. Harus. Jake tidak bisa melihat The Chopper. Jake mencoba mendekat, mata Jake keliling mencari The Chopper. Tidak ada juga. Tidak mungkin The Chopper pergi sebelum Jake datang. Jelas sekali yang ia inginkan adalah Jake. Ia memancing Jake kesini dengan menggunakan Lisa. Sebenarnya tanpa menggunakan Lisa pun Jake akan terpancing. Tapi dengan adanya Lisa, fokus Jake terpecah, harus menyelamatkan Lisa dan harus menangkap The Chopper. Plus semua ini membuat Jake tertekan setengah mati. Jake tak bisa berhenti terengah-engah. Telapak tangannya basah. Jantungnya berdetak sangat cepat. Ia merasa jantungnya akan keluar menembus bajunya saat itu juga. Jake sangat bersyukur tangannya tidak bergetar. Jika bergetar, tamatlah sudah. Apakah Jake harus lari menghampiri Lisa atau tetap disini mengawasi sampai batang hidung The Chopper muncul? Atau Jake harus mencari keliling gedung untuk mencari The Chopper? Siapakah prioritas utamanya sekarang, The Chopper atau Lisa?. Ia sudah mengincar bajingan ini selama 2 bulan dan sekarang bajingan ini mendatanginya. Sialan. Tentu saja Lisa prioritas utamanya. Sekarang. Masih ada waktu untuk mencari The Chopper. Namun berarti makin banyak korban akan berjatuhan. Apakah Jake berani mengorbankan nyawa Lisa untuk ribuan nyawa diluar sana yang terancam?. Persetan dengan semua pilihan ini. Jake mengambil napas dalam-dalam. Memfokuskan pikirannya ke Lisa, lalu Jake berlari menuju pintu kantornya. Sebenarnya jaraknya dekat, namun bagi Jake serasa berlari 1 kilometer selama 1 jam lamanya. Jake tidak meneriakkan nama Lisa. Jake hanya berlari. 

Pilihan yang salah. Sepanjang jalan itu telah dipasangi senjata otomoatis bersensor yang ditaruh di dinding. Senjata itu akan mengeluarkan jarum kecil yang akan menusuk ke tubuh sasarannya. Jake merasa kaget, jantungnya berdetak semakin cepat, tapi ia tak ada pilihan lain. Ia tetap berlari sambil mencoba menghindari jarum dan menembakkan peluru ke senjata tersebut. Namun sia-sia saja. Jarum pertama menusuk kakinya. Jarum itu kecil namun rasanya seperti ditusuk 10 jarum dibagian yang sama. Jarum kedua menusuk perutnya. Jake masih berlari. Jarum ketiga, keempat, kelima, keenam. Senjata itu terus mengeluarkan jarum dan selalu tepat sasaran. Jake tidak tau sudah berapa jarum yang menempel di seluruh tubuhnya. Tangan dan kakinya kebas. Tinggal 10 langkah lagi Jake hampir sampai. Pandangan Jake buram. Ia kehabisan napas. Ia pun terjatuh. Lisa. Jake berusaha untuk bangun tapi senjata itu tak henti-hentinya mengeluarkan jarum. Ia tak bisa hanya diam terjatuh disini. Ia harus bangun dan bergerak. Lisa. Ia mengambil napasnya dalam-dalam. Lisa. Ia pun bangun dengan seluruh tenagnya. Ia sudah tidak kuat berlari. Tapi ia harus berlari. 4 langkah lagi. Lisa. 1 langkah lagi. Senjata itu menembakkan jarum tepat mengenai pelipis Jake. Saat itu juga Jake terjatuh. Anehnya senjata itu berhenti menembak.  Pandangan Jake sepenuhnya buram. Seluruh tubuhnya kebas. Darah bercucuran dari setiap sudut tubuh Jake. Namun sebelum kepala Jake menghantam lantai. Jake bisa melihat, Lisa membalikkan kursinya. Ia melihat wajah Lisa. Lisa. Lisa masih hidup. Sebelum pingsan sepenuhnya Jake tersenyum. Lisa masih hidup. Namun senyum itu tak bertahan lama, karena ia tidak hanya melihat Lisa, namun ia juga melihat bom yang melilit leher Lisa, dan hitungan mundur pun berjalan.

Jake memejamkan matanya. Semuanya gelap. Maafkan aku, Lisa.




-K. Weirmoriarty-



Timeless.Where stories live. Discover now