33. I LOVE YOU, BEAUTIFUL

46.2K 2.8K 432
                                    


TIDAK ada satu pun yang terealisasi. Merengkuh ke pelukan; meminta sang gadis pulang bersamanya, tak lebih sebatas angan. Nyatanya, isi kepala Alpha saat ini terserak. Terjun bebas menuju lantai. Mengeping di sekitar white sneakers yang laki-laki itu kenakan. Sungguh, Alpha bisa saja memungut, lantas menyusun kembali keping-keping hasil dari keterkejutannya. Namun, harga dirinya melarang. Memilih untuk mengangkat dagu sembari menempati kursi di seberang perempuan berambut cokelat gelap. Perempuan yang tadinya dia ketahui bernama Anindira Kusuma.

Tidak, Anindira—teman sang kakak sepupu, tidak ada. Jangan tanya perihal barang titipan, selayaknya sosok Anindira sekadar rekaan, sesuatu yang Kyn pinta pun hanya akal-akalan perempuan itu saja.

Alpha menghela napas berat. Seharusnya dia menyadari ini sejak awal. Sejak Kyn menyebut nama sang adik ketika menghubunginya via telepon. Ya, pertemuan hari ini pasti tidak lepas dari Aura Ledwin. Gadis itu memiliki andil besar. Mungkin saja karena terlalu putus asa sebab Alpha tak kunjung bergerak; mencinta namun memilih diam di tempat, hingga akhirnya Aura terpikir untuk meminta bantuan kakak sepupu mereka.

Sekarang, entah Alpha harus berterima kasih pada kedua perempuan itu atas rencana terselubung, atau mengikuti egonya yang terluka. Tindakan Aura dan Kyn seolah mengonfirmasi bahwa dirinya tidak cukup mampu, sehingga memerlukan bantuan orang lain. Demi Tuhan, tanpa pertolongan mereka, Alpha bisa saja langsung menemui gadis di depannya ini—Pamela Sharleen. Hanya saja, selama sembilan bulan laki-laki itu berusaha menahan diri sebab menunggu sampai gadisnya siap. Menerima satu paket; diri dan hatinya, pun meminimalkan kemungkinan adanya penolakan untuk kesekian kalinya.

"Mmm...."

Melalui ekor mata, Alpha melihat Pamela bergerak gelisah. Bibir perempuan itu terbuka, namun sedetik berikutnya kembali mengatup. Ada ragu membayang di air wajah.

Sebenarnya, jeda tersebut adalah kesempatan. Alpha bisa memanfaatkan untuk menegaskan bahwa dirinya tidak tahu-menahu mengenai pertemuan mereka di The House of Raminten sore ini, tetapi bibir laki-laki itu terasa kelu. Sulit sekali diajak bekerja sama. Efek keterkejutan rupanya masih menguasai.

"Ada yang mau saya bicarakan."

Perempuan di seberangnya kembali bersuara, membuat Alpha mengangkat pandangan. Mencari sepasang netra yang dia rindukan. Namun, sepertinya Pamela enggan. Belum sempat bertahan satu detik, gadis itu buru-buru membuang wajah.

"Silakan."

"Terlalu bising." Pamela mengedarkan pandangan. Hari ini restoran tersebut memang kebanjiran pelanggan. "Boleh cari tempat lain?"

Alih-alih langsung menjawab, Alpha justru meniru perbuatan sang gadis. Menjelajah keadaan sekitar. Otaknya berputar. Menimbang-nimbang. Sekali ini dia tak ingin salah langkah. Bila nyatanya pembicaraan nanti hanya untuk mengulang kejadian yang pernah terjadi—penolakan kembali, lebih baik mereka tidak perlu bicara.

"Bisa?"

Menghela napas, "Ya."


***


"JIKA seandainya Tuhan memberi kamu kesempatan untuk hidup kembali, apa yang kamu inginkan?" Alyssa mendengakkan kepala, beralih ke wajah sang sahabat. Tatapan perempuan berhijab itu seolah meminta penjelasan, sekalipun tanpa kata-kata.

"Gue publish kalimat itu setahun lalu," jelas Pamela, kemudian telunjuknya terarah pada tulisan: Shared one year ago. "Gue dan Alpha pernah terlibat pembicaraan mengenai pertanyaan itu."

TREAT YOU BETTER (Ledwin Series #2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang