11. HE AND HIS WORRIED FACE

24.9K 2.5K 132
                                    


AROMA bulan Oktober terendus semakin jelas. Pagi ini, Alpha Ledwin tiba di PT. Soedirja Indonesia Logistic dengan senyum terukir begitu kentara di wajahnya. Jika biasanya, saat berpapasan dengan salah seorang pegawai, dia hanya tersenyum ramah atau sekadar mengangguk, pagi ini berbeda. Putra tunggal Ledwin itu bertekad untuk mulai membiasakan diri menyapa.

Sekeluarnya Alpha dari Harrier hitamnya, dirapikannya lebih dulu bagian bawah jasnya yang berwarna charcoal—menutupi kemeja putih di baliknya. Masih dengan senyum ramah, laki-laki itu menghampiri seseorang yang berdiri tidak jauh dari mobilnya.

"Ini kuncinya,—" Alpha melirik name tag yang terletak di dada sebelah kanan, "—Mas Hari."

Hari—petugas keamanan PT. Soedirja Indonesia Logistic, berusia di awal tiga puluhan—merasa begitu tersanjung ketika orang nomor satu di perusahaan itu menyebut namanya. Terlupakan dengan fakta name tag yang ada di pakaiannya. Baginya, ini merupakan suatu kehormatan, mengingat sekian hari ke belakang, setelah keluar dari mobil, Alpha hanya menyerahkan smart key Harrier-nya, kemudian tersenyum—sebagai ucapan terima kasih, sesudahnya menghilang begitu saja. Tanpa kata-kata.

"Iya, Pak," sahut Hari, setelah kunci mobil berpindah ke tangannya.

"Terima kasih." Kemudian laki-laki itu melangkah memasuki lobi kantor.

Sekali lagi, ada yang berbeda dari sikap Alpha. Dia tidak terburu-buru menyongsong lift. Langkahnya dibuat sesantai mungkin, dengan tangan kanan bersembunyi di saku celana bahan—yang berwarna senada dengan jasnya. Sepasang matanya memerhatikan satu per satu pegawainya yang berdiri di depan lift. Menunggu benda itu terbuka. Saat melewati meja resepsionis, dibalasnya sapaan perempuan muda di balik meja itu.

"Selamat pagi juga." Tidak cukup dengan nada ramah, Alpha pun tersenyum serupa pada pegawainya itu. Tanpa disadarinya, memberi efek luar biasa bahagia.

Dengan santai, President Director PT. Soedirja Indonesia Logistic itu berdiri di deretan paling belakang—menunggu lift tiba di lobi. Sekian detik berlalu, tidak seorang pun pegawai-pegawainya—yang berdiri di depannya, menyadari keberadaan Alpha. Mereka sibuk berceloteh satu sama lain. Beberapa justru telah merencanakan untuk makan siang di mana—padahal jarum jam saja belum menyentuh pukul 08.30. Sampai akhirnya, salah seorang berbalik, dan ketika itulah pandangannya jatuh pada sosok atasan mereka.

"Ya ampun..." bisiknya—sangat pelan—pada temannya yang berdiri di sampingnya. "Pak Alpha di belakang kita."

"Hah? Apa?" perempuan yang satu lagi tidak kalah panik. Dengan segera dia memutar kepala. Inginnya tidak kentara, jadi Alpha tidak menyadari hal itu. Sayang, tatapannya lebih dulu ditangkap Alpha. Dikunci dengan anggukan dan senyum singkat.

Alhasil, si perempuan mengenakan blus putih itu, mengangguk takzim pada sang atasan, setelahnya kembali memutar kepala ke arah depan. "Gue disenyumin...."

"Biasa kali... Pak Alpha, kan, memang ramah sama siapa aja." Perempuan yang satu ini terkikik pelan melihat reaksi temannya.

"Tapi kali ini beda, Neng. Kayak senyumnya itu sampai ke mata. Sudah gitu, biasanya, kan, Pak Alpha mana pernah menunggu antrian begini. Satpam pasti langsung heboh minta kita-kita untuk menyingkir."

"Iya, ya? Pak Alpha kayak sudah balik jadi Pak Alpha Kepala Finance. Sebulan lalu, setelah diangkat jadi President Director, kan, sempat agak menjauh."

Si perempuan ber-blus putih mengangguk-angguk setuju. Kemudian pembicaraan mereka teredam oleh desahan lega karena lift akhirnya tiba di lobi. Dengan segera, satu per satu pegawai PT. Soedirja Indonesia Logistic memasuki benda itu. Ingin secepatnya tiba di ruangan masing-masing. Sebelum batas waktu absen berakhir.

TREAT YOU BETTER (Ledwin Series #2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang