Those Intoxicating Green Eyes

21.8K 488 20
                                    

P. S: I tried to do my best to write this story. Saya tahu cerita ini sangat jauh dari kata sempurna, berhubung saya masih amatir ;) karena itu, saya mengharapkan masukan dari kalian agar cerita ini kedepannya bisa lebih bagus. Well, rasanya emang sedih saat karya kita dilupakan pembaca. Apalagi sebagai penulis amatir komentar dari pembacalah yang bisa meningkatkan kualitas tulisan dan semangat menulis. Alasan saya menghapus cerita yang sebelumnya--selain karena saya bosan--juga mendapat respon yang...(nggak buruk juga sih. Tapi nyesek juga kalo lihat nggak ada komentar #plak). Saya menghargai para silent readers, tapi saya lebih senang jika kalian mau berkomentar. Karena--mungkin--tanpa komentar, cerita ini--mungkin-- nggak akan saya lanjutkan :P

Well, special mention to chofaroh, sanctabernadett..., sausautann, RositaAmalani, untuk komentarnya di part sebelumnya. Untuk menghargai para komentator, maka komentator terbaik akan mendapat dedikasi cerita di part selanjutnya. Tolong ingatkan saya kalo ada typo :D Thanks a lot :D

And, happy reading guys :D

Love,

Dee

***

Those Intoxicating Green Eyes (Edited)

 

ZEFANA mengerang pelan saat matanya perlahan terbuka. Kepalanya berdenyut hebat. Ia tahu jika hal ini akan terjadi setelah semalam ia menghabiskan sebotol wiski dengan kadar alkohol yang terbilang tinggi. Ia hendak turun dari ranjang dan mengambil obat saat kesadaran itu menyentaknya. Ia tidak sedang berada di dalam kamarnya—seperti yang ia kira semula. Tempat itu memang asing. Tetapi hanya dengan melihat perabot di dalam kamar itu, ia sudah bisa menebak ada di mana ia sekarang.

Intuisinya mengatakan ia sedang berada di hotel bintang lima. Tidak menutup kemungkinan juga jika hotel ini adalah salah satu dari miliknya. Setidaknya ia tidak perlu khawatir karena ia masih berada di Paris.

Tetapi siapa yang membawanya ke tempat ini?

Ia menelan ludah dengan susah payah saat visi itu kembali hadir. Meskipun hanya samar, tetapi ia masih bisa mengingat apa yang terjadi semalam, sebelum kesadarannya hilang sepenuhnya. Ia pun masih mengingat pria itu dan aroma maskulinnya. Tidak salah lagi, pasti pria itu yang membawanya ke tempat ini.

Tapi untuk apa?

Ia kembali berpikir lalu memutuskan untuk memeriksa keadaan tubuhnya. Ia menghela napas lega saat mendapati jika ia masih berpakaian utuh seperti tadi malam. Ia juga tidak menemukan kejanggalan apapun di atas ranjang itu.

Otaknya terus berpikir, sebelum ia mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru ruangan. Ia mendapati tas tangannya tergeletak di meja di dekat ranjang. Ia segera meraihnya dan memeriksa isinya. Tidak ada yang hilang. Semuanya utuh. Keningnya pun berkerut. Ia masih terlalu bingung untuk memahami apa yang terjadi padanya semalam saat kesadarannya hilang. Ia menghela napas panjang dan kembali melihat pada meja itu saat matanya menangkap sebuah sapu tangan yang tergeletak, dengan ragu, ia pun mengambilnya.

Sapu tangan itu, seperti yang ia duga, tidak diletakkan di meja itu secara kebetulan. Si pemilik sengaja menulis sebuah pesan pada Zefana di atas sapu tangan itu. Ia heran, mengapa siapapun-orang-itu memilih menggunakan sapu tangan sebagai media tulisannya.

Jika kau membaca pesanku ini, kupastikan kau sudah sadar, Mademoiselle. Jangan khawatir tentang apa yang kulakukan semalam. Aku tidak melakukan apapun-itu yang berpotensi merusak kehormatanmu. Semalam aku hanya berusaha menyelamatkanmu dari terkaman serigala-serigala lapar itu. Dan kau tidak perlu khawatir jika kau kehilangan sesuatu. Sayang sekali aku tidak berniat beralih profesi sebagai seorang pencuri. Kunci mobilmu kutaruh di dalam tas, dan mobilmu ada di basement. Semoga harimu menyenangkan, Mademoiselle Conrad. We’ll meet again soon.

The Fallen HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang