Chapter 32

10.2K 667 90
                                    

[32] Stranger

Anggita menurunkan topi yang dipakainya hingga wajahnya tertutup oleh cahaya gelap yang dihasilkan dari topi yang dipakainya. Di belakangnya, Reza memperhatikan Netta yang sedang bersenda gurau dengan teman-teman sosialitanya.

"Sebenernya apa yang kita lakuin di sini? Netta keliatan baik-baik aja," gumam Anggita sembari memperhatikan sekitarnya. Hari ini dirinya memang sedang menjalankan misi pertamanya; menguntit Netta dan memperhatikan apakah di sekeliling gadis itu ada yang mencurigakan atau tidak.

Reza menggumam, "Iya juga sih."

Namun Anggita mengerutkan keningnya ketika melihat sesuatu—tidak, seseorang yang berada tidak jauh dari tempat Netta duduk bersama dengan teman-temannya. Menyipitkan mata, Anggita memperhatikan lebih jelas siapa pemuda yang duduk dua meja dari tempat Netta berada.

"Wait a second, itu siapa?" tanya Anggita yang tidak mengenali pemuda asing itu.

Reza yang mendengar pertanyaan gadis itu pun segera mengikuti arah pandang Anggita. Matanya menyipit, menegaskan siapa yang dimaksud oleh Anggita. Tapi sama seperti Anggita, dirinya tidak tahu siapa pemuda itu.

"Gue nggak tau—nggak pernah ngeliat cowok." Anggita hanya mengangguk paham ketika mendengar kata-kata itu.

"Eh, cowok itu bangun," ucap Anggita ketika melihat pemuda asing yang menggunakan pakaian serba hitam itu bangkit dari duduknya dan pergi meninggalkan tempat itu.

Dengan gerakan cepat, Reza menarik Anggita untuk segera mengikuti pemuda itu. Keduanya berjalan dengan jarak 10 meter di belakang. Dari Anggita maupun Reza memilih untuk tidak berjalan terlalu dekat satu sama lain—jika mereka terlalu berdempetan, maka itu akan terlihat mencurigakan.

"Dia belok," ucap Anggita yang memperhatikan ke mana arah pemuda dengan pakaian serba hitam itu melangkah.

Reza yang melihat itu mengangguk. "Dia ke parkiran, gue ngikutin dia lewat sini—dan lo, kita ketemu di deket tangga darurat yang ada di parkiran nanti." Perintah itu diberikan Reza secara tegas, membuat Anggita mau tidak mau menuruti pemuda itu dan memisahkan diri dari Reza.

Anggita bergegas menuju parkiran Mall melalui pintu keluar. Gadis itu memutari setengah dari Mall sebelum akhirnya berada di pakiran mobil. Ia memperhatikan sekitar, memastikan jika tidak ada yang mengikuti dirinya atau merasa curiga terhadap dirinya sebelum akhirnya ia berlari kecil menyebrang jalan menuju tangga darurat.

"Ah!" jeritan tertahan itu keluar dari bibir Anggita saat merasakan seseorang membekap mulutnya. Ia meronta, mencoba melepaskan bekapan yang membuatnya merasa sesak.

Rasa pusing tiba-tiba saja menyerang dirinya, membuat Anggita mengerjapkan matanya berkali-kali untuk menjaga kesadarannya. Orang yang membekap mulutnya semakin erat menekan telapak tangan itu pada Anggita. Namun saat keadarannya hampir habis, matanya mendapati Reza yang berlari cepat ke arahnya.

"Let her go!" seruan itu terdengar dari Reza yang kini sudah berada tepat di hadapan Anggita dan seseorang yang tidak Anggita ketahui siapa.

"Kamu mau saya lepasin dia?" tanya suara berat itu dengan nada dingin dan datar. Anggita yang mendengar nada dingin itu bergidik ngeri.

"Lepasin dia sekarang!" Reza baru saja ingin melangkah maju dan mencoba untuk menarik Anggita kembali ke sisinya, namun seseorang di balik tubuh Anggita lebih cepat bergerak dengan menarik dirinya mundur dan mengeluarkan sebilah pisau tajam.

Pisau itu pun di arahkan pada leher jenjang milik Anggita. "Berani kamu melangkah sekali lagi, saya yakinkan kalau cewek ini nggak akan bisa hidup setelahnya," ucap suara dingin itu lagi.

Anggita yang sudah merasakan nyeri di kepalanya pun akhirnya tertunduk lemas, wajahnya terlihat pucat dengan bawah matanya yang terlihat memiliki garis hitam samar.

"Shit! Dia kehabisan nafas dan gue minta lo lepasin dia sekarang juga!!" teriakkan menggelegar dari Reza membuat seseorang itu melepaskan bekapannya pada Anggita, melepaskan tubuh lemas itu hingga tersungkur pada lantai.

"Ups, saya nggak tau kalo dia selemah itu," ucap orang itu sembari memberikan seringaiannya. Ia berjalan mundur, terus memperhatikan Reza yang kini sedang panik—mencoba menyadarkan Anggita.

Perlahan-lahan, pemuda itu melangkah menjauhi Anggita dan Reza—meninggalkan kepanikan pada Reza yang masih belum bisa menyadarkan Anggita.

TBC!

sorry ya pendek dan asburd, ini bener-bener chapter dadakan yang gue bikin. maklum, chapter yang sambilan dibuat kerja pasti kayak gini hehe. semoga kalian suka!

++300 VOTES for the next chap! please leave comment. thanks

CHANGED [New Version]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang