Dengan sigap kakinya melangkah kelantai dasar mengambil sebaskom air hangat tak lupa dengan kainnya. Wanita itu harus mengompres Dirga sekarang

"Maaf"

Satu kalimat berhasil lolos dari bibir tipis Dirga. Suara yang begitu pelan dan nyaris tak terdengar. Mata Dirga sedikit membuka dengan wajah lesunya. Pria ini benar benar sedang sakit

"Lo tidur aja. Lo lagi sakit ga.." Ucap melodi mencoba mengingatkan. Tangannya kembali meraih kain kompres itu mencoba mencelupkan nya kebaskom lagi

"Maafin gua" Kali ini Dirga kembali bersuara setelah sejenak terdiam

"Buat ?"

"Kehamilan lo"

Melodi diam sesaat. Namun aktivitas mengompres nya terus berlanjut

"Gua brengsek"

Kali ini melodi mencoba menahan sesak dihati nya. Bukan sesak karena mendengar ucapan Dirga, tapi sesak mengingat kejadian beberapa bulan lalu. Kejadian yang membuatnya menyimpan sedikit perasaan benci Pada suaminya sendiri

"Maafin gua"

Melodi menatap kedua mata Dirga setelah sekian lama dia terus menunduk. Sejak tadi dia sengaja menghindari kontak mata dengan pria ini karena enggan luluh dengan sorot matanya yang rapuh. Namun kenyataannya, disini melodi lah yang paling rapuh. Tapi sikap rapuhnya itu mampu dia tutupi dengan mulut ketusnya setiap hari

"Lo harus tidur. Lo lagi sakit"

Dirga diam sejenak memandang wajah istrinya yang sedikit memerah. Wanita itu sedang menahan tangisnya

"Jangan tinggalin gua. Gua janji bakal berubah" Tangan Dirga meraih jemari istrinya menggenggamnya dengan erat

"Gua ga bisa"

"Kenapa ?"

"Gua benci lo"

Kali ini keheningan kembali memenuhi keduanya. Mereka diam membisu dengan pikiran masing masing masing. Perasaan antara ego dan logika berkecamuk disana. Ego mengatakan untuk bertahan demi anak mereka, logika mengatakan menyudahi semuanya karena terasa percuma. Tidak ada cinta. Lalu untuk apa tetap bertahan ?

"Apa lo bakal gugurin anak kita ?"

"Entahlah. Gua muak liat janin ini"

Dirga memejamkan matanya kuat. Perasaannya benar benar campur aduk. Rasanya dia ingin membentak istrinya yang tengah mengatai buah hatinya sendiri

"Gua pengen dia tumbuh normal kaya anak lainnya"

"........."

"Lo ga mau lihat anak lo lahir ?"

"........."

"Gua mohon bertahan lah sedikit. Kalau lo ga mau anak itu biar dia gua yang urus. Lo bisa pergi setelah dia lahir"

"........."

"Maafin gua karena udah hancur in masa depan lo"

Satu tetes air mata mengalir mulus membasahi wajah cantiknya. Tubuhnya sedikit bergetar mencoba menahan tangisnya. Wanita itu tidak mau terlihat lemah disana

Braaakk...

Pintu kamar kembali tertutup diikuti hilangnya melodi disana. Wanita itu begitu saja pergi melupakan aktivitas mengompres nya sesat. Dia butuh ketenangan . Dia butuh sendiri

brengsek

Bajingan

Biadap

Bangsat

Tangannya terus melempar seluruh benda didekatnya. Jerit tangis nya memenuhi seisi ruangan tempatnya berada. Tubuhnya terjatuh lemas kelantai diikuti tangisnya yang tak kunjung henti

Dia menyedihkan. Matanya yang sembap, wajahnya yang merah, ditambah rambutnya yang berantakan dengan wajah yang frustrasi

Pandangannya terhenti pada benda bening didekatnya. Benda bening yang begitu tajam diruncingnya. Benda bening yang berasal dari susunan gelas kaca baru dipecahkan nya tadi

"Aaarrghhh.. Sakit"

Sebuah darah segar mengalir deras dicelah lengannya. Tangannya dengan sengaja mengiris lengan kirinya . Meluapkan seluruh rasa sakitnya melalui goresan ditangannya

Dia ingin mati. Menyudahi seluruh lelucon konyol ini. Masa depan nya sudah hancur. Tidak Ada harapan Lagi untuknya

Semakin lama darah Itu mengalir semakin deras memenuhi lantai. Pandangannya pun ikut menggelap seiring waktu. Tubuhnya jatuh ambruk diatas Lantai diikuti kesadarannya yang mulai hilang

TIRED ✔️Where stories live. Discover now