Chapter 8 Tantangan Tergenapi

31 2 0
                                    

"Joan!" pekik Anne dari balik ruang gym di apartemennya. Anne melompat-lompat kegirangan, melambaikan tangannya, sementara Joan bergegas mendekatinya karena rasa penasarannya.

Terlihat wajah Joan yang memerah karena panik. Ia menarik lengan Anne, mengajaknya pergi ke sudut ruangan, tempat di mana timbangan berada. Anne menghirup nafas dalam-dalam, naik ke atas timbangan, dan menujuk ke arah timbangan, memastikan bahwa Joan melihat angkanya dengan jelas.

"Yes! Wuhuuu!" teriak Joan sambil mengangkat tinjunya. Ia ingin sekali memeluk Anne, tetapi ia menahan diri dan mundur beberapa langkah. "Tidak ada sesentipun lemak diperutmu kan?"

"Kau tidak perlu khawatir, semua aman, termasuk lemak di tubuhku. Saat kau dan Henry di luar kota, aku tidak sekalipun meninggalkan jadwal latihanku kok. Kau sudah tahu kan adikmu, Olivia tidak berhenti mengikutiku sampai pertunjukkanku selesai. Semua aman, persis seperti yang ia laporkan padamu."

"Kalau begitu bersiaplah. Hari ini jadwal kita sangat padat," ujar Joan sambil berjalan pergi meninggalkan ruangan gym.

Anne melonjak kegirangan lagi. Kali ini karena panggilan dari seorang pria yang dinantikannya.

"Hai," sapa Anne kepada pria di ujung telepon.

"Kau sudah lihat beritanya?"

"Belum, apakah sesuai dengan yang kita harapkan?"

"Well, bisa ya dan tidak. Sebaiknya kau lihat link yang aku kirimkan ya."

"Baik. Thanks, Ethan."

"Bye, Anne."

Meskipun pembicaraannya dengan Ethan masih terdengar 'biasa saja', bahkan hanya membicarakan bisnisnya, Anne merasa sangat senang. Ia membuka link yang dikirim Ethan, dan membacanya dengan seksama. Headline dari gosip-gosip itu kebanyakan menuliskan, 'Artis Pendatang Baru Mendekati Ethan Turner untuk Menaikkan Pamor?' , 'Wanita Beruntung yang Menjadi Kekasih Ethan Turner', 'Ethan Turner Bermesraan di Taman dengan Seorang Artis Pendatang Baru'. 

Fotonya bersama Ethan di taman kini beredar di internet, bahkan di infotaimen televisi. Merasa bangga, ia kembali bercermin, memutar-mutar tubuhnya sambil tersenyum lebar. Untuk beberapa saat ia terdiam, dan merasa telah bertingkah terlalu berlebihan, karena ketenaran Ethan masih melebihi dirinya, terbukti dari headline berita-berita tersebut yang menyebutkan nama Ethan ketimbang namanya.

Dengan tergesa-gesa ia kembali ke kamarnya, mandi dan mengganti pakaian dengan kaos putih dan jeans biru tua. Bahkan ia tidak sempat menyisir rambutnya dan mengenakan sedikit make up seperti biasanya. Mungkin ia terlalu banyak berpikir keras pagi ini karena banyaknya hal yang harus ia rencanakan. Saat ia sudah siap untuk pergi ke studio dan keluar dari lift, wartawan berdesakan mengelilinginya, membuatnya merasa sial karena ia tidak tampil lebih baik pagi ini. Beruntung ia sudah mengenakan kacamata hitam, karena matanya terlihat sayu akibat susah tidur semalaman karena memikirkan perasaannya terhadap Ethan.

"Apakah benar Anda berpacaran dengan Ethan?" tanya beberapa wartawan sambil menyodorkan recorder dihadapannya. Beberapa dari mereka juga membawa kamera, sambil terus memotretnya dan mengangkatnya tinggi-tinggi. Sekitar dua puluh orang berjalan mengikutinya hingga sampai ke tengah lobby apartemen.

Anne tidak mengatakan sepatah katapun. Ia bertanya-tanya mengapa Joan tidak memperingatinya bahwa mungkin saja wartawan akan datang untuk meliputnya. Ia tersenyum kepada para wartawan, dan menghentikan langkahnya begitu sampai ke pintu keluar apartemen. 

Jantungnya berdebar melihat seorang pria yang kini tersenyum di hadapannya. Ethan terlihat lebih tampan dari biasanya walaupun kini Anne sudah terbiasa melihat pria berjas dengan rambut bergaya pompadour. Ethan membukakan pintu mobil, mempersilahkan Anne masuk dan menyusulnya. Ketika supir Ethan menjalankan mobil, Ethan meraih kacamata Anne, dan mengucapkan selamat pagi untuknya.

***

Tanpa disangka-sangka Evelyn muncul di studio siang itu. Ia menemui Anne disela-sela jam istirahatnya. Anne meraih botol mineralnya,meneguknya dan berjalan menghampiri Eve yang sedang duduk sendirian di ruangan paling depan. "Aku jadi bertanya-tanya, mengapa kini semua orang bisa meluangkan waktunya untukku, bos besar Mr. Tunner dan CEO ternama Evelyn Rose. Apa kau mau mengatakan bahwa kau mempunyai kejutan lagi untukku?"

"Anne, kau ini lucu sekali," jawab Eve, memandangi wajah Anne dengan tatapan sinis. "Apakah kau lupa bahwa kini kau seorang artis? Ditambah lagi, kau adalah aset penting di perusahaan kami--maksduku prioritas di Star Tech-- seperti yang Ethan katakan padamu."

Merasa tersinggung, Anne memalingkan pandangannya ke luar jendela. "Aku hanya punya waktu sedikit sebelum makan siang."

"Aku tidak akan berlama-lama," tukas Eve yang kini sudah berdiri dan menarik tasnya, "hanya ingin memastikan apakah berat badanmu sudah bertambah, dan apakah kini kau sudah siap untuk pengambilan gambar besok lusa."

"Kau sudah melihatnya sendiri kan." Anne menunjuk ke arah bahu sampai perutnya. "Badanku sudah lebih berisi, dan juga kini aku sudah menyanggupi semua syarat yang diajukan."

"Baiklah, tunggu disitu dan jangan bergerak." Eve memasukkan tangannya ke dalam saku blazernya, mengambil foto Anne dan memasukannya kembali. "Terima kasih."

"Hei, kenapa kau lancang sekali mengambil gambarku tanpa ijin!" seru Anne sambil menggelengkan kepalanya.

Sedikit tertawa, Eve melangkahkan kakinya ke arah pintu keluar. "Bukannya kau tidak suka kalau aku berbicara formal? Lagipula, kita teman lama kan?"

Mendengar hal itu Anne melangkah mundur, kakinya mengenai kursi dibelakangnya, dan terduduk dalam keadaan lemas. Eve sudah menghilang di balik pintu. Tetapi rasanya kata-kata Eve barusan terus-terusan menggema di telinga Anne. Selintas kenangan pahitnya saat remaja muncul, meruntuhkan semangatnya hari itu. Tentang kematian ibunya, kecantikan Eve yang memikat Daniel, dan ketidakmampuannya yang membuat ia tidak berdaya. 

Hidup memang aneh.

Mengapa aku bisa merasa bahagia dan sedih di saat bersamaan?

Anne mengatakan hal itu berulang kali dalam hatinya. 

Tidak lama Joan datang menjemputnya. Kali ini ia tidak bisa menahan diri untuk segera memeluk Anne, meraih tangan kanan Anne dan berlutut di hadapannya. "Kau adalah keajaiban, Anne. Bagaimana caranya kau bisa meluluhkan hati pria dingin itu?"

Wajah Anne kini memerah karena tersipu. "Sudahlah, kau tidak perlu berlebihan seperti itu. Bukannya kau juga yang memberiku nasihat untuk memberikan sedikit drama sedih dalam pertemuanku?"

Joan berdiri, menatap mata Anne dalam-dalam. "Kalau begitu, kita adalah tim yang hebat. Tapi, karena besok adalah hari yang penting, aku akan pulang dan mengurus segalanya. Kau hanya perlu beristirahat."

"Siap," ujar Anne, yang melilitkan handuk ke lehernya, "sampai ketemu besok. Bye!"

Untuk beberapa saat Anne memikirkan kembali rencananya. Bola matanya berputar, mencari beberapa ide dan meninggalkan ruang gym, menyusul langkah Joan dibelakangnya.

Anne and WineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang