Aku membencinya. Aku membenci mereka berdua malam itu. Tidak. Tidak mereka berdua. Aku tidak bisa membenci perbuatan Nora karena kata-katanya. Sebuah kalimat yang akan aku pegang dan tagih. Ya. Dia harus ada disampingku, sesuai dengan ucapannya.

"Oh ya, kalian nanti mampir ke rumah ya setelah ini? Mama sudah menyiapkan makan malam bersama. Tante Rahayu juga akan datang."

Viola menarik pelan lenganku, membuyarkan pikiranku, hingga aku menunduk menatapnya.

"Ya." Kujawab pelan ajakannya. Lagipula aku tidak akan bisa menolak jika mom ikut datang.

-™-

Hanya perlu lima belas menit perjalanan dari tempat acara menuju rumah kediaman keluarga Viola di Singapura, dengan jalanan lenggang dan tertib, tidak seperti di Jakarta. Perlu waktu setengah jam atau paling parah jika macet satu jam hanya ke tempat terdekat.

Rumah besar milik keluarga Atlanta tidak usah di ragukan mengenai kemewahannya. Sebuah keluarga bangsawan di Singapura yang memiliki aset hampir di seluruh industri hiburan di Asean. Dan Viola adalah salah satu pewaris tunggal di keluarga Atlanta dan adik laki-lakinya yang berumur 19 tahun.

Keluarga Atlanta adalah sponsor utama untuk majalahku dan partner bisnis keluargaku yang sudah saling terjalin sejak aku kecil. Entahlah aku tidak begitu ingat dan tidak tertarik dengan bisnis keluarga. Aku lebih tertarik dengan dunia tulis menulis. Majalahku.

"Kita sampai!" seru Viola yang sedang duduk di sampingku dengan semangat. Aku memberikan senyuman terbaikku untuk membalas seruannya.

Jika aku duduk di tempat strategis, aku pasti keluar terlebih dulu dan membukakan pintu untuknya. Namun sayang posisiku saat ini seperti roti lapis, dimana aku duduk di tengah, antara Viola dan Zendra dalam mobil limosin hitam yang tentu saja milik keluarga Atlanta.

Sebenarnya aku membawa mobil sendiri saat menjemputnya atas perintah mom bersama dengan Zendra. Tapi ibu Viola bersikeras meminta mengunakan mobil dengan supir. Aku hanya bisa pasrah.

Kami segera keluar saat pintu mobil terbuka pada sisi pintu Zandra dan Viola di saat bersamaan. Aku duduk diam di tempatku dan akhirnya memutuskan untuk turun dari sisi Zandra. Di sisi lain, Viola berjalan kecil kepadaku dan menggandeng tanganku begitu saja.

"Cih..." desisan pelan terdengar dari mulut Zandra sambil memutar matanya ketika melihatku.

Senyuman kecil melesat dariku yang tahu pasti alasan dibalik desisannya. Tidak mau berdebat atau apapun, kami berjalan ke pintu depan yang terbuka dimana mom sudah berdiri di depan menyambut kami bersama tante Siti Maharani, ibu dari Viola. Viola yang melihatnya langsung melepas lenganku, berlari kecil ke arah tante Siti dan menerima sambutan ibunya dengan membalas memeluk.

"Bagaimana acaranya?" tanya tante Siti dengan lembut dan penu perhatian.

"Menakjubkan Mami. Harry selalu berhasil memberikan konsep yang lain dari pada yang lain dan gaun pesta rancangannya begitu indah. Aku memesan dua. Satu untukku dan Mami tentunya."

"You're  the best, honey." Tante Siti mengecup salah satu pipi Viola, melepas pelukannya dan melihat ke arah kami, aku dan Zandra, "kalian bagaimana? Menikmati petunjukannya?"

"Ya."

Aku menjawabnya dengan senyuman ramah. Untuk membalas keramahannya. Tante Siti Maharani satu-satunya wanita teramah yang pernah kukenal daripada teman mom yang lain. Wajahnya sangat Indoensia, berbeda sekali dengan Viola. Ya, semua juga tahu mereka berdua bukanlah ibu dan anak kandung. Tapi keakraban dan kekompakan mereka sungguh terkenal.

Aku mendorong pelan punggung Zandra untuk mengikuti Viola dan tante Siti yang berjalan dahulu. Mereka menuntun kami ke suatu ruang makan dimana mejanya sudah penuh dengan makanan. Dan tentu saja, mom sudah ada di sana. Dia berdiri dari tempatnya dan berjalan mendekat.

Wedding Breakers ✔Where stories live. Discover now