47- Not True

16.4K 415 1
                                    

"Elang ..."

Kepala pria itu menoleh, mengangkat alis heran pada saat melihat Keyla–tunangan nya itu menahan langkahnya dengan mencekal lengan nya sekarang.

Perempuan itu menunduk, memandang kosong pada arah tangan kanan nya yang berada sekarang. Memandang lengan kiri Elang yang ditahan nya, tanpa ada tanda-tanda dia mau membuka suaranya lagi.

"Iya?" Elang memutuskan kembali duduk di kursi, mengurungkan niatnya untuk kembali keapartemen dan bekerja. Baginya, Keyla lebih penting dari pada tumpukkan berkas-berkas di tempat yang sekarang ia tinggali sementara.

"Tidak bekerja sehari, tidak akan membuatmu jatuh miskin." Begitulah prinsip Elang. Kalau Keyla meminta ingin ditemani nya, sampai kapan pun Elang siap.

"Ada apa?" Elang mengelus perlahan lengan Keyla, kemudian menggenggam erat tangan kanan Keyla di kedua tangan besarnya. "Kamu membutuh kan sesuatu... Elf ?"

Keyla diam tak bersuara, pandangan matanya nampak sayu. Namun jelas secara pasti, ada banyak emosi didalam sana, yang tak bisa dengan mudah dibaca oleh Elang. Sama sekali.

:::::::::::::::

Sekembalinya Gio kerumah sakit, dia hampir saja dibuat cemas pada saat dirinya tak menemukan keberadaan Vanya di kamar. Dia panik. Berjalan mencari nya seperti orang linglung, pada akhirnya ia menemukan Vanya bersama dengan Hellen ditempat para lansia dan orang belajar jalan tengah bercakap akrab dengan salah satu pasien paruh baya di sana.

Diam-diam Gio menghela nafas berat, sebelum mendatangi Vanya ke sana.

"Eh, ada nak Gio," Hellen menyahut, menyadari lebih dulu keberadaan nya. Vanya yang mendengar itu segera menoleh, ia ingin menyapa ramah Gio namun lelaki itu lebih dulu bersikap defensif.

"Kenapa kamu disini?" Tanya nya sedikit tak menyukai Vanya berada di luar ruangan.

"Aku bosan di kamar terus," aku Vanya jujur.

Melihat keduanya, Hellen memutuskan menyingkir. "Aku mau kembali dulu ke hotel, ada beberapa dokumen yang harus ku urus." Wanita muda itu tersenyum. "Gio, kamu bisa menjaga Vanya untuk ku?"

"Pasti Tante." Gio mengangguk dengan tegas. "Aku akan menjaga nya."

Hellen tersenyum puas mendengar kata-kata mantap Gio. Dia segera pamit berlalu meninggalkan kedua nya, tak lupa memohon pamit pada paruh baya yang sempat diajak mengobrol akrab tadi.

"Ayo kembali." Ajak Gio setelah sepeninggal Hellen dari sana.

Vanya mengangguk menurut. Memohon pamit pada paruh baya disebelahnya. Ia di tuntun Gio menuju kamar rawatnya. Melingkarkan kedua tangan di lengan kekar Gio, pria itu membawa tiang infus Vanya disisi yang lain.

"Al.. Aku mau bertanya," suara lirih Vanya sedikit membuat Gio heran.

"Apa?"

Sejenak Vanya terdiam. Ia memandang kosong lantai yang dipijaki nya kemudian menoleh pada Gio di sebelahnya. "Jika aku mati. Apa kau akan mengikhlas kan ku?"

"Kamu bicara apa sih?" Gio terdengar jengah dengan ucapan Vanya. Tidak ada yang boleh menarik jiwa Vanya pergi dari raga nya, Gio tidak mengijinkan. Lihat saja, betapa egois pria disebelah nya sekarang.

Gio sama sekali tak memikirkan bahwa ada yang lebih berhak berkata seperti itu selain Dia. Vanya diam-diam tersenyum, senang dengan sifat Gio yang pernah sekalipun berubah.

"Aku hanya bertanya, ada yang salah?" Pertanyaan kembali Vanya menghentikkan langkah Gio. Otomatis Vanya pun berhenti berjalan, mengernyit melihat air wajah Gio yang berubah.

When there [is] Hope (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang