1| interaksi pertama

182K 11.3K 303
                                    

Suci mendesah menatap rintik hujan yang membasahi tanah. Sudah lebih dari dua jam sejak bel pulang berbunyi, hujan tidak berhenti. Dinda, sahabatnya dengan sialannya pulang begitu saja, meninggalkannya sendiri meratapi nasib.

Hanya tingga dia sendiri di halte, mengingat sudah hampir malam. Angkot dan taxi yang biasanya hilir mudik didepan sekolah juga seolah menghilang.

Menempuh hujan lebat seperti ini juga bukan pilihan baik. Suci mendesah lagi, hatinya mulai cemas dan rasanya hampir menangis. Telfon ditangannya sudah mati karena sejak tadi berusaha menghubungi keluarganya yang tidak mengangkat satupun panggilan.

Entah kenapa rasanya hari ini begitu sial.

Suci meremas tangannya, ia memutuskan untuk kembali duduk dan bertenang. Bayangkan saja kamu terjebak hujan selama dua jam dan hampir malam, apalagi Suci perempuan. Dia benar-benar akan menangis jika suara seseorang tidak terdengar ditelinganya.

"Hari udah mau malam."

Suara itu tanpa nada, namun terasa menyentak. Suci dengan wajah kusutnya mendongak, lalu melotot beberapa saat ketika melihat sosok yang tidak dia duga berdiri didekatnya.

Sosok itu menatap keatas, dengan mata tajamnya berucap pelan. "Hujan masih lebat," matanya kini beralih pada Suci. "Mau aku antar?"

Suci terperangah. Bukan karena ucapannya melainkan sosok itu adalah Arka, seseorang yang ingin Suci hindari tanpa sebab.

"Kamu cewek, nggak baik di sini, hari juga mau malam. Ayo aku antar." Suci tidak sadar ketika Arka menarik salah satu tangannya, dan cowok itu membuka jaket ditubuhnya, meletakkan dikepala Suci untuk melindungi dari hujan ketika mereka berjalan menuju mobil yang terparkir tak jauh darisana.

Suci baru sadar saat pintu mobil ditutup oleh Arka dan laki-laki itu ikut duduk disampingnya.

Mereka tidak pernah menyapa, tidak dekat bahkan hanya kenal lewat nama. Tapi Arka mengantarkannya seolah-olah mereka berdua dekat. Suci juga merasa bodoh tidak menolak, hanya melongo mengikuti Arka.

Suci mendadak kebingungan. Ia menatap keluar jendela. Saat mobil mulai bergerak, gadis itu baru ingat sesuatu. Arka pasti belum tau alamat rumahnya.

"Eh, A-rka," Suci sedikit terbata. "Rumah aku---,"

"Aku tau," ucap laki-laki itu santai.

Seketika Suci membuang muka dan meremas tangannya. Hah? Apa Arka bilang? Dia tau? Dari siapa? Suci orang yang selalu berfikir negatif terhadap sesuatu, maka dari itu ketakutan mulai menggerogotinya.

"Ehem, aku lihat kamu masuk ke rumah, waktu itu aku lagi nganterin teman, rumahnya dekat rumah kamu," ucapan itu membuat Suci menoleh dengan raut terkejut. Arka seolah membaca pikirkannya.

"Oh, gitu." balas Suci tidak enak. Ia kembali menatap jendela.

Selama perjalanan itu mereka hanya diam. Arka sepertinya bukan orang yang suka bicara banyak, Suci juga bukan orang yang akan bicara duluan.

Suci menghela nafas pelan. Atmosfer di sini terasa tegang dan dingin.

Ia sedikit menoleh, menatap Arka yang diam. Mata tajam laki-laki itu, tanpa sebab membuat Suci merinding. Terlihat mengintimidasi dan tak terbaca. Wajah Arka bisa dibilang sempurna, namun ada sesuatu dari sosok itu yang membuat Suci enggan bersama Arka terlalu lama. Perasaan takut dan tak nyaman yang ia tak mengerti.

Mobil berhenti bergerak membuat Suci menatap Arka beberapa saat.

"A-arka, makasih, ya." ia tidak tau kenapa mulutnya sulit bicara saat laki-laki di depannya menatapnya dengan cara yang menurut Suci aneh.

Arka sama sekali tidak membalas ucapan Suci, membuat cewek itu merasa tak nyaman. Akhirnya dia keluar dari mobil, sebelum menutup pintu mobil, dengan sopan Suci mengucapkan terimakasih sekali lagi.

Namun apa yang ia dapat setelah itu?

Arka tersenyum. Bukan senyum ramah, namun lebih ke seringaian.

"Sampai jumpa," bisikkan kecil dari Arka terdengar oleh Suci, namun ia berusaha tak peduli. Kalimat Arka seolah mengatakan bahwa akan interaksi mereka selanjutnya dan Suci tak mau hal itu benar-benar terjadi.

Tanpa banyak bicara, Suci buru-buru masuk kedalam rumahnya.

Sebenarnya ada apa dengan cowok itu? Sikapnya yang aneh membuat Suci benar-benar yakin bahwa ia memang harus menjauhi sosok itu.

Suci membalikkan badan, menatap rumahnya yang kosong tanpa penghuni. Biasanya saat-saat seperti ini adalah hal yang menyenangkan untuknya. Tidak ada Mama yang cerewet saat dia terlalu banyak menonton, tidak ada Papa yang merokok dan tidak ada Fugi, adik laki-lakinya yang merecokinya.

Namun kali ini ia tidak ingin sendiri. Apalagi ketika ia mengintip jendela, mobil Arka masih disana.

***

Arka[√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang