Chap 11

55.5K 1.2K 68
                                    

"Ini yang terakhir, Bu."

Indi memejamkan matanya rapat-rapat. Berteriak dan melempar meja kerjanya hanya dikepala saja. Bagaimanapun Mirna, staff-nya ini hanya menjalankan tugas saja. Dan Indi tidak pantas melampiaskan kekesalannya pada gadis manis ini.

"Kau yakin?" tanya Indi

Mirna terlihat ragu. Bola matanya terlempar kesana-kemari. Tidak fokus.

"Sepertinya...begitu, Bu." jawab Mirna pelan namun dalam batas masih bisa didengar.

Indi menyenderkan keras tubuhnya kesandaran kursi. Tangannya memijit-mijit pangkal hidungnya. Pintar sih pintar. Tapi kalau disuguhi angka yang selalu berubah-ubah dari pagi dan selalu tidak tetap, lama-lama muntah juga.

"Kau pulanglah. Ini sudah larut..." ujar Indi sambil mengibaskan tangannya. Matanya masih tetap terpejam.

"Tapi, Bu. Laporannya masih belum selesai. Mana mungkim saya meninggalkan Ibu sendiri." jawab Mirna tulus.

Perlahan Indi mengangkat kepalanya dan tersenyum kepada Mirna. Hanya kepada gadis ini sajalah Indi selalu tanpa sadar melepaskan topeng kekakuannya dan bersikap wajar.

"Kalau aku membiarkanmu lembur, nanti ibumu tidak akan memberi aku lontong mie buatannya yang super enak itu lagi...Stop! Jangan membantah lagi. Bereskan tasmu dan pulanglah. Ini perintah." potong Indi saat melihat gelagat gadis itu ingin menolak. Dan Mirna hanya bisa pasrah jika Indi sudah mengeluarkan kewenangannya.

"Baiklah, Bu. Jika ada masalah segera kabari saya nanti saya akan langsung balik kesini." pinta Mirna yang merasa berat meninggalkan atasan dan pekerjaan yang masih jauh dari kata selesai.

"Ya...ya...ya! aku tau. Sudah sana pulanglah." perintah Indi dan kembali fokus pada jejeran angka yang menghiasi layar komputernya. "Bicara sekali lagi kupecat kau!" potong Indi.

Mirna langsung menutup mulutnya rapat. Dengan anggukan kecil gadis itu mundur dan berbalik keluar.

Begitu pintu tertutup, Indi kembali menghempaskan punggungnya kesandaran kursi. Lelah. Dia sudah lelah maksimal saat ini.

"Besok aku akan memaki orang-orang IT. Bagaimana bisa data keuntungan bulan lalu selalu berubah tiap 10 menit. Demi Bang Toyib...kepalaku sudah mau pecah!!!" Indi mengacak-acak rambutnya frustasi.

Sesuatu yang menerobos masuk keotaknya malah semakin membuatnya pusing. "Sial! kenapa ga minta softcopy-nya tadi!" Dengan brutal Indi memencet ponselnya, mencari kontak Mirna. Dan syukurlah seperti janji Mirna, gadis itu dengan cepat menjawab panggilan Indi.

"Hallo, Mirna...tidak-tidak, aku hanya ingin menanyakan password komputermu. Oh begitu...jadi datanya ada di flashdisk, diatas tumpukan buku. Baiklah, terima kasih." Indi semakin memuji bawahan kesayangannya itu, walaupun Mirna lupa memberikan data itu padanya tapi ternyata gadis itu sudah menyimpannya. Wajar jika jam segini orang jadi linglung, seharusnya mereka tidur bukannya kerja.

Dengan malas Indi beranjak dari kursi dan berjalan keluar ruangan, kearah meja kerja Mirna. Menghela napas lega karena matanya langsung menangkap benda kecil berwarna merah yang tergeletak manis diatas tumpukan buku yang tersusun rapi, jadi Indi tidak perlu repot mencari. Satu nilai plus lagi diberikan Indi kepada Mirna. Baru juga Indi mau berbalik kembali keruangan saat

"Aaaaakkkhhhhhh!!!!!!!!!"

jeritan seseorang mengagetkannya.
.
.
.

"Sudah cukup, Ar. Thank's."

Seringai Reza semakin lebar. Matanya bahkan tidak berkedip memandang Indi yang mengacak-acak rambutnya sendiri. Pasti gadisnya itu sudah sangat frustasi sekarang. Dan bagaimana Reza tau? jawabannya hanya satu. Semua masalah yang menimpa Indi hari ini sepenuhnya adalah ulahnya dan sang adik tercinta yang sekarang mengotak-atik jaringan diruang server.

Sex God...I Will Kill YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang