Akhir dari Do'aku

295 11 2
                                    

Kejadian itu bertepatan dengan hari dimana aku bertemu pertama kali dengannya. Dengan semua entahlah aku tak tahu apa yang terjadi denganku.
Aku tersenyum mendenga celotehan para sahabatku. Mendengar cerita mereka yang tanpa ada kata bersambung.

Tiba-tiba..

Aku melihat seseorang berjalan ke arah kami. Sungguh, aku tak melihat bagaimana wajahya. Hanya siluet tubuhnya dengan sepatu hitamnya. Menimbulkan suara nyaring ditelingaku. Aku yakin pria itu ya dia seorang pria. Dia orang kelas atas bagaimana tidak dia dengan pakaian begitu formal seperti orang kantoran. Jas hitamnya dibawa olehnya. Sekarang dia hanya mengenakan kemeja untuk pakaian atasnya.
Sahabatku berhenti, ketika melihatnya semakin mendekati ke arah kami. Tanganku ditarik untuk segera pergi. Pergi? Tentu saja kami tak mengenalnya, kami takut. Sekarang kami hanya ingin pulang.

Kenapa dia semakin mendekat. Tiba-tiba kami mendengar suaranya menyerukan namaku.

"Airly.. " panggilnya dengan suara lembutnya.
Aku kira orang sepertinya mempunyai suara yang tegas. Tapi tunggu, dia memanggilku. Bagaimana dia bisa tahu namaku?
Kami berhenti dan menengok ke belakang. Sungguh, dia bak malaikat, sangat tampan. Astagfirullah maafkan aku.

"Maaf sebelumnya kamu Air?" tanyanya.
"Iya, ada apa?" jawabku dan melontarkan pertanyaan kepadanya.
"Aku mengetahui namamu dari Kak Lintang."
"Oh, Kak Lintang. Lalu? "
"Ada yang ingin aku bicarakan padamu, penting" katanya.

Wait, hey aku baru pertama kali bertemu dengannya. Ini sungguh memusingkan.

"Tapi maaf, aku sungguh tak bisa walaupun aku tak meragukan dirimu karena telah menyebut nama Kak Lintang. Tapi, ini pertama kalinya aku bertemu denganmu. Aku juga tak terbiasa berbicara dengan pria, bahkan hampir tak pernah kecuali dalam beberapa hal"

Dia tersenyum begitu manis. Matanya begitu teduh, aku memalingkan wajah. Aku takut terbius akan tatapannya.

"Baiklah, aku juga tak meragukan dirimu" jawabnya sambil terkekeh kecil.

Aku malu, aku sadar dia sedang menirukan gaya bicaraku tadi. Pipiku merah merona. Padahal ini sedang hujan. Aku kian berpaling dan menunduk.

"Bolehkah aku meminta nomor ponselmu?"
"Tidak, hey kamu ini siapa kami tak mengenalmu." jawab Bintang dengan lantang.

Bintang, sahabatku yang begitu berani. Mungkin bisa dibilang sedikit tomboy. Tapi, dia bagai pelindung kami, aku dan Cahaya.
Berbeda dengan Bintang. Cahaya begitu lembut, pemalu, tapi dia sangat dewasa dan bijaksana diantara kami.

Aku mendengar helaan napas yang begitu berat darinya.

"Percayalah, aku tak ingin berbuat macam-macam pada kalian. Terutama padamu Air. Trust me. Aku tak mungkin membicarakan hal ini padamu disini. Walaupun aku ingin, karena mungkin saja ini akan menjadi kisah tersendiri untuk kita."

Apa katanya 'kita'? Hal apa?

"Baiklah, aku percaya tapi jangan kau hianati percayaan yang ku kasih untukmu. Aku benci penghianatan."

Kulihat dia tersenyum mendengar jawabanku.

"Catatlah, 085xxxxxxx2x. Kami permisi, Assalamu'alaikum"
"Wa'alaikumussalam"

Kami mulai berjalan menuju arah bus yang akan kami naiki. Setelah sampai di dalam bus. Kami sangat bahagia karena masih bisa mendapat tempat duduk.

Hujan menemani perjaanan kami.
Aku termenung memikirkan hal tadi. Kenapa dengan begitu mudahnya aku memberikan nomor ponselku?

Hmnn... Entahlah mungkin karena menyebut nama Kak Lintang. Aku jadi merindukannya? Bagaimana dengan kabarnya?

About LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang