Nara bangun dari tempat tidurnya dan mencari sesuatu, suatu benda yang bisa ia gunakan untuk membunuh janin diperutnya, ia sudah tidak peduli lagi jikalau nyawanya ikut menghilang bersama janin pembawa bencana tersebut. Nara bangkit dari tempat tidurnya, ia mencari-cari sesuatu, suatu benda apapun itu yang bisa digunakannya untuk bunuh diri. Pertama yang dilakukan Nara adalah membuka semua laci yang di temuinya di dalam kamar, kosong tidak ada benda apapun yang bisa digunakan untuk mengakhiri hidupnya. Merasa tidak menemukan apapun di dalam kamarnya Nara berjalan menuju walk in closet yang cukup besar dan luas, berharap menemukan sesuatu. Mata Nara awas menatap pintu-pintu lemari yang tertutup rapat, ia menghampiri lemarinya dan  mengobrak-abrik isinya, dikeluarkan semua baju yang tersusun rapih di dalamnya, tidak ada benda apapun selain hanya pakaian dan gantungan baju yang terbuat dari kayu, tentu saja tidak bisa ia gunakan untuk bunuh diri. Merasa lelah dan frustasi akhirnya Nara terduduk diatas tumpukan pakaian miliknya, pupus sudah harapannya untuk mengakhiri hidupnya.

'Kenapa Tuhan tidak pernah membiarkannya mati saja? Kenapa Tuhan selalu menyelamatkan hidupnya? Apakah ini cara Tuhan untuk menghukumnya? Tapi atas dasar apa Tuhan memberikan cobaan bertubi-tubi seperti ini?

Nara menangis sejadi-jadinya, menangisi cobaan yang di berikan Tuhan untuknya.
Tatapan mata Nara berubah penuh harap ketika melihat enam buah laci di bawah wastafel yang belum dibukanya dengan cepat ia merangkak dan membuka laci-laci tersebut mengeluar isinya yang sebagian besar hanya handuk-handuk bersih. Nara putus asa, ia menangis dengan tangan berpegang erat pada sisi laci, ia menangis sejadi-jadinya, menangisi jalan hidupnya, menangisi penderitaannya, menangisi semua yang terjadi di dalam hidupnya. Nara menangis sampai airmatanya kering,  menangis sepuas-puasnya.

***

Sonda membayar argo taksi yang ia tumpangi untuk sampai kerumah. Digendongnya Kirana yang tertidur pulas, sudah sejak dari ruko Kirana tertidur sehingga Sonda tidak bisa pulang dengan membawa motornya. Setelah mengucapkan terima kasih dan menutup pintu taksi, Sonda berjalan menuju rumahnya. Rumah yang besar dan sepi, ia tidak pernah menemukan kehangatan didalamnya.

Dengan langkah gontai Sonda menaiki anak tangga satu persatu, seharian bekerja membuatnya lelah dan ingin  cepat sampai di kamarnya lalu merebahkan punggungnya yang pegal diatas sofa empuk tempat biasa ia tidur tapi bagaimana dengan Kirana? Sonda membuang jauh keinginannya, malam ini ia terpaksa harus kembali berbagi tempat tidur dengan Kirana. Kirana tidak akan pernah mau untuk tidur sendiri meski kamar di rumah ini banyak yang kosong.

Perlahan Sonda membuka pintu, takut membangunkan Nara yang kemungkinan sudah tidur, ia masuk dan menutup pintunya dengan hati-hati. Betapa terkejutnya ia ketika berbalik dan mendapati kamar dalam keadaan berantakan, semua laci terbuka dan isinya berserakan di lantai, tempat tidur sudah tidak beraturan, sofa dan meja sudah tidak pada tempatnya lagi. Siapa yang melakukan semua ini? Pikir Sonda.

Nara. Dimana Nara? Sonda tidak menemukan keberadaan Nara di kamarnya, Sonda mulai panik dan berpikir seseorang telah masuk kekamarnya lalu menculiknya.

"NARA." Sonda meneriakkan nama Nara dengan sedikit panik, membuka pintu kaca yang menghubungkan kamar dan balkon. Pintunya masih tertutup rapat, si penculik tidak mungkin membawa Nara lewat balkon.

Sonda melupakan satu hal bahwa Kirana masih di dalam gendongannya. Merasa tidak nyaman Kirana menggeliat tanpa membuka matanya dan kembali menjatuhkan kepalanya dibahu Sonda. Dengan hati-hati Sonda membawa Kirana kedekat ranjang, menidurkannya di sana lalu ia mengambil selimut yang tergeletak dilantai dan menyelimutinya. Kirana sempat menggeliat, berbalik dan kembali tertidur.

Sonda berjalan mengitari ranjang menuju sebuah pintu yang sedikit terbuka, dengan kasar ia membuka pintu dan mendapati Nara sedang bersimpuh sambil menangis. "Nara..." Sonda tertegun dan berhenti di ambang pintu, "a-apa yang terjadi?" lanjutnya tanpa berani mendekati Nara.

HARUSKAH?Where stories live. Discover now