16. Tried to be Sincere

Start from the beginning
                                    

"Aku tahu kau akan mengatakan itu." Cibir Frian.

Jawaban Frian membuat Fiona melemparkan tatapan sangsi pada pria itu, "Apa kau pikir mudah berusaha tulus untuk hubungan kita yg rumit ini? Kau sendiri, bagaimana dengan perasaanmu. Saat kau meniduriku sedangkan kau memikirkan wanita itu?"

Frian mengernyit, "Wanita itu?"

"Calista." Jawab Fiona. Seketika muncul penyesalan di hatinya ketika menjawab pertanyaan Frian. Sambil berdoa supaya Frian tak menganggap ia cemburu pada wanita itu.

"Kami tidak pernah punya hubungan seperti yg ada di pikiranmu. Dan tidak ada yg harus kuabaikan tentang perasaan di dadaku ketika aku menyentuhmu. Hanya kau kupikirkan ketika aku menidurimu."

Kata kata Frian terdengar sangat romantis. Bahkan sangat ampuh membuat pipinya terasa seperti terbakar. Membuatnya membuang wajahnya karena malu.

"Bagaimanapun... aku akan berusaha sebaiknya. Jadi, berikan aku waktu." Gumam Fiona lirih. Dan sedetik setelah ia menyelesaikan kalimatnya, segera ia merebahkan badannya. Membalikkan punggungnya memunggungi Frian sambil menarik selimut menutupi dadanya.

Bibir Frian melengkung ke atas. Ada perasaan lega mendengar Fiona akan berusaha tulus dengan hubungan mereka. Membuatnya tak bisa menahan diri untuk tidak memeluk wanita itu. Mencium lekukan leher Fiona yg terbuka dan sangat menggoda.

Fiona membeku. Merasakan kelembutan dan kehangatan di lehernya. Jantungnya berdegup dengan ritme yg tak jelas dan tak beraturan. "A...aada apa?"

"Bisakah malam ini kau hanya memikirkanku?" Bisik Frian.

Dan malampun semakin larut...

###

"Kau sudah datang?" Tanya Brian ketika Fiona sudah mengambil tempat duduk di hadapannya.

Fiona tersenyum, "Apa aku terlambat?"

"Tidak." Brian menggeleng dan membalas senyuman Fiona.

Selama beberapa detik Fiona hanya terdiam. Selain karna Brian yg juga hanya diam saja, ia sendiri merasa agak canggung dengan pertemuan mereka. Tapi, ia merasa lebih tidak tepat jika menolak ajakan Brian untuk bertemu. Lagipula, ia sendiri butuh bicara dengan Brian. Hubungan mereka tidak seharusnya tiba tiba berakhir dengan seperti ini.

"Maaf, aku mengganggumu." Kata Brian memulai pembicaraan mereka.

Fiona menggeleng, "Tidak, Brian. Sebetulnya aku juga perlu bicara denganmu."

Brian mengangguk, "Bagaimana kabarmu?"

"Baik. Kau?"

Brian tersenyum tipis, "Baik."

"Selamat, ya."

Kali ini Brian tersenyum miris sambil menggumam, "Kau sudah tahu."

Fiona mengangguk, "Bukankah acaranya besok?"

Brian merogoh saku jaketnya. Mengeluarkan sebuah amplop biru laut dan menyodorkannya pada Fiona, "Maaf terlambat."

Fiona mengambil surat undangan tersebut. Sekilas melihat nama kedua mempelai yg tercantum di halaman depannya. Lalu menatap Brian kembali. "Aku tetap akan datang sekalipun kau tak mengundangku."

Brian hanya terdiam. Sebelum kemudian tatapannya berubah penuh penyesalan dan perasaan bersalah, "Maafkan aku. Pernah mempunyai niat akan membalas semua perbuatanmu padaku."

"Tidak, Brian." Fiona menggeleng. "Akulah yg harus meminta maaf padamu. Kau selalu melakukan yg terbaik untukku. Selama ini aku selalu merasa tak tenang. Aku menyayangkan hubungan kita yg tiba tiba menjadi canggung seperti ini. Kau sudah menjadi bagian keluargaku. Jadi, jika kita berpisah, aku tidak mau hubungan kita berakhir memburuk seperti ini."

Love You to Death... ( F.Alandra Sagara) Terbit di Google Play Book & KubacaWhere stories live. Discover now