Chapter 07: Teori

35.3K 6.4K 857
                                    



"Dua ratus rebo???" Mata bundar Jiyo melebar, seakan ingin mencelat.

Jay di sampingnya menganggukkan kepala, memandang kipas tangan portable berwarna pink yang Jiyo pandangi. Keduanya berjalan bersama di koridor sekolah untuk pulang.

"Mahal amat woi," kata Jiyo mendelik, "cari yang dua puluh ribuan nggak ada?"

Jay mengedikkan bahu, "gue beli di mall noh. Tapi adem sih."

"Oh ya?" Jiyo hampir menekan tombol nyala sebelum Jay mendecak dan merebut paksa kipas pink itu membuat Jiyo mendelik.

"Ini buat Mauryn," tegas Jay mengacungkan kipas pink itu. Jiyo mencibir kecil jadinya.

"Eh gue mau ke Adira dulu, entar langsung di rumah lo aja. Oke?" kata Jiyo saat sudah sampai di lobi utama.

"Maurynnya gimana? Jemput?"

"Kalau lo nggak mau repot ya lo share loc aja, kalau lo mau jemput ya udah jemput aja," balas Jiyo santai. Jay jadi manggut-manggut.

Jay menggaruk tengkuknya, entah kenapa jadi canggung. "Eum... gue jemput aj—"

"Eh itu Mauryn!"

Jay tersentak. Ia mengatupkan bibir, jadi menoleh ke arah yang Jiyo pandang. Cowok mungil itu mengerjap, yang kemudian mengangkat alis tinggi. Menemukan sosok Mauryn tertawa-tawa riang bersama kumpulan murid kelasnya dari arah koridor kelas sepuluh.

Jay menegak, entah kenapa jadi terdiam. Melihat Mauryn yang mengangkat tinggi rambut belakang memperlihatkan leher putihnya, tertawa ngakak sambil mengibas-ngibaskan lehernya. Wajahnya memerah panas karena tertalu tertawa keras.

Ada si jangkung Cakra tepat di samping gadis itu. Bahkan berdiri menempel, juga tertawa. Sebelumnya tonjok-tonjokan kecil dengan Seno dan Yera. Yang kemudian entah bicara apa, Cakra menoleh pada Mauryn. Mengangkat tumpukan kertas di tangannya yang ia bawa, mengibaskan kecil ke arah Mauryn yang kepanasan.

"Waduh," Jiyo tiba-tiba merapat, membuat Jay terkejut kaget sampai terlonjak kecil. "Udah ada yang ngipasin," kata Jiyo membuat Jay merapatkan bibir.

"Paan sih," balas Jay mendengus kecil. Ia mengalihkan wajah, "dah nih buat lo aja," katanya memberi kipas pink itu ke tangan Jiyo, kemudian langsung melangkah pergi.

"Eh?? Beneran?" pekik Jiyo melebar. Wajah cantiknya merekah, menyalakan kipas dan mengangkat leher keenakan mendapat angin dari sana.

Tapi tiba-tiba Jay kembali lagi. Mengambil alih kipas portable itu membuat Jiyo terlonjak. "Nggak jadi. Beli sendiri," katanya tiba-tiba jadi judes, lalu berbalik lagi dan pergi.

Jiyo tenganga. Gadis itu mendengus, tak peduli banyak. Walau ia tak sengaja menoleh lagi memandang Mauryn.


Gadis putih berpipi bulat itu bertepuk tangan riang, entah kenapa. Cakra di sampingnya kini sudah ditarik Yera yang kemudian berganti mengipasi Yera. Mauryn nampak memerotes membuat Cakra kini jadi mengomel.

Jiyo bisa mendengar kecil obrolan mereka saat gerombolan itu mendekat.

"Pokoknya ya Ka! Penuhin kemauan gue sampe besok!" kata Mauryn memerintah.

"Gue juga!" balas Yera tak mau kalah. Cakra mencibir kini.

Faili memandangi mereka, "woi jangan terlalu ah," katanya mengambil alih kertas di tangan Cakra memukulkan pada bahu Yera yang mengaduh. "Dia udah jadi babu, makin dibabuin."

"Yeee siapa suruh kalah," kata Mauryn tertawa riang bertos gembira dengan Yera.

"Ck makanya elo tuh kalau main nggak usah pake taruhan segala!" omel Faili kini memukul kepala Cakra dengan kertas di tangan. Cakra jadi mencuatkan bibir, makin kesal karena Seno di belakangnya menertawai itu.

Flutter ✔ ✔Where stories live. Discover now