Sonda terbangun karena merasa ada sepasang mata sedang  mengawasinya, ia tersenyum lalu menyapa Nara yang menatap kearahnya, "selamat pagi?"

Sapaan Sonda membuat Nara merasa tertangkap basah, ia langsung membuang muka  menatap kearah jendela tapi dengan ekor matanya Nara masih bisa melihat Sonda berdiri dan meregangkan otot-ototnya yang kaku. Pemandangan yang sangat sempurna di pagi hari tapi Nara terlalu gengsi untuk mengakuinya.

"Sepertinya hari ini aku akan meninggalkanmu kembali. Kamu tidak keberatankan kalau pagi ini aku bekerja?" Sonda melakukan gerakan-gerakan kecil untuk melemaskan otot-ototnya.

"Lakukanlah," Jawab Nara dengan mata tidak lepas dari jendela.

"Kamu akan duduk manis dan menungguku pulang kan?" Sonda telah melupakan kejadian semalam dan ia mulai menghampiri tempat tidur Nara lalu meneliti tempat dimana pecahan gelas berserakan semalam, "kalau kamu ingin turun dari tempat tidur sebaiknya pakai sandalmu, aku belum sepenuhnya membersihkan pecahan gelas tersebut dan tolong panggil salah satu asisten rumah tangga untuk membersihkannya kembali..." Sonda diam sesaat seperti sedang berpikir, "biar aku saja yang memanggil mereka, kamu belum tentu mau melakukannya."

Mendengan ucapan Sonda yang terakhir, spontan Nara menatap Sonda hendak protes tapi dengan cepat Sonda berlalu dari hadapan Nara sambil mengulum senyum.

Wajah Nara berubah rileks ada sedikit senyuman tersungging di bibirnya tapi dengan cepat ia membuang senyuman itu dan kembali memasang wajah datarnya.

Tatapannya kembali kearah Kirana yang mulai merubah posisi tidurnya, Kirana menggeliat mencari posisi tidur yang nyaman, setelah berbalik menghadap sandaran sofa Kirana tidak menggerakan tubuhnya, selang beberapa menit Kirana merubah posisinya, berbalik dan kali ini sampai berada di ujung sofa. Nara sempat mengangkat tangannya karena kaget melihat Kirana hampir terjatuh dari sofa.

"Untunglah," Nara hendak turun dari tempat tidurnya untuk menghampiri Kirana, tapi tidak jadi dilakukan karena Kirana kembali tertidur pulas. Nara menghembuskan napas lega

Kirana kembali merubah posisi tidurnya, dia berguling lebih keujung sofa dan kali ini dia benar-benar terjatuh.

"Kirana awas," Nara langsung loncat dari tempat tidurnya ketika melihat Kirana yang sudah tergeletak dilantai. Kirana kaget lalu menangis sambil mencari-cari keberadaan Sonda.

"Huaah..." Tangis Kirana semakin kencang.

Belum lagi Nara sampai menjangkau Kirana kakinya menginjak sesuatu sampai mengeluarkan darah, "aww..." pekik Nara berjalan terpincang menghampiri Kirana, "Kamu tidak apa-apa?" Ia berjongkok lalu menyentuh Kirana.

Merasa ada orang asing menghampiri dan ingin menolongnya, tangis Kirana semakin kencang, ia memeluk bonekanya dan berusaha menjauhi Nara yang hanya bisa diam melihat tangisan Kirana tanpa tahu harus berbuat apa untuk meredakan tangisnya.

Sonda datang diikuti salah satu asisten rumah tangga yang membawa sapu dan lap pel untuk membersihkan lantai.

"Pecahan gelasnya sebelah sana dekat tempat tidur, tolong dibersihkan semuanya." Tunjuk Sonda.

Mendapati Kirana yang menangis sambil memeluk bonekanya Sonda menghampiri dan mengambil alih semuanya, "kenapa kamu menangis sayang?" Di gendong dan di peluknya badan Kirana sampai tangisannya reda. Sonda lalu menatap Nara yang masih bersimpuh di lantai, ia kemudian duduk di sofa dan menatap Nara,

"kamu pasti merasa terganggu, maafkan Kirana, dia masih belum terbiasa di dekati orang asing."

"Kamu tidak mencurigaiku seperti biasanya?"

"Kirana menangis karena tidak ada orang yang dikenalnya sewaktu bangun tidur, kenapa aku harus menaruh curiga padamu?"

"Kamu selalu mencurigaiku, apapun yang aku lakukan selalu kamu curigai,"

"tentu saja aku selalu mencurigaimu karena kamu sering kali mencuri kesempatan untuk mengakhiri hidupmu dan masalah Kirana itu lain soal karena aku yakin kamu tidak akan tega menyakiti anak secantik dan polos Kirana."

"Kamu betul, aku memang tidak terlalu suka anak kecil tapi aku tidak sebiadab itu. Aku masih punya hati nurani." Nara meringis dan tanpa sadar ia memegang kakinya yang mengeluarkan darah.

Sonda mengikuti gerakan tangan Nara yang memijit-mijit kakinya, dia baru tahu kaki Nara terkena pecahan gelas, "sudah aku bilang pakai sandalmu kalau turun dari tempat tidur, kenapa kamu tidak mendengarkanku?  kemarilah, duduk di sini?" Nada suara Sonda berubah khawatir, ia melempar bantal ke ujung sofa lalu menepuk-nepuk alas sofa supaya Nara menuruti perintahnya.

"Tidak perlu, lukanya tidak terlalu besar dan tidak terlalu sakit." Ego Nara melarangnya untuk menuruti perintah Sonda, ia berusaha berdiri walaupun kakinya sangat sakit.

"duduklah di sini! Jangan membantah, kemarilah biar aku periksa lukamu?"

"Aku tidak apa-apa Sonda. Sungguh."

"Duduk!" Kali ini dengan tegas Sonda meminta Nara untuk duduk, "kalau tidak aku yang akan mengangkatmu lalu mendudukkanmu di sini!" Dengan enggan Nara menuruti perintah Sonda.

Sonda berdiri, dengan menggendong Kirana ia mengambil kotak P3K di sudut ruangan dan ketika berjalan kembali kearah Nara, Sonda meminta Kirana untuk duduk di samping Nara, "sayang kamu bisakan duduk dulu, om mau menolong seseorang yang terluka." Kirana patuh jika Sonda yang memintanya.

"Mana kakimu?" Sonda duduk dilantai dan menarik kaki Nara yang terkena pecahan gelas.

"Aku bisa sendiri," merasa risih Nara berusaha menarik kakinya dari cekalan Sonda.

"Diamlah," Sonda membiarkan kaki Nara yang terluka berada di pahanya, ia kemudian mengambil alkohol dan kapas, dituangkannya alkohol kedalam kapas sampai kapas benar-benar basah.

"Mana yang terluka?" Sonda mengangkat telapak kaki Nara dan menelitinya, membersihkan kaki Nara yang berlumuran darah menggunakan alkohol, rasa dingin dan geli mulai menggelitik kaki Nara ketika tangan Sonda menyentuhnya, badan Nara seketika lemas dengan jantung berdetak lebih kencang.

"Sudah cukup, aku bisa melakukannya sendiri, lagi pula ini hanya luka kecil." Nara benar-benar menarik kakinya.

Sesaat Sonda tidak bereaksi apapun, dia masih tidak percaya bisa menyentuh dan memegang kaki Nara yang halus dan bersih. Tangannya sempat gemetar ketika menempelkan kapas di kaki Nara, sekuat tenaga Sonda menahan napasnya untuk mengurangi getaran tangannya.

"Sepertinya pecahan gelas itu masuk ke kulitku," Nara bergumam sambil memijit kakinya yang mengeluarkan darah.

"Biar ku lihat," Sonda menarik napasnya dan mengambil ponselnya yang tergeletak di meja samping sofa, ia menyorotkan lampu senter di ponselnya ke telapak kaki Nara yang terluka, "aku bisa melihatnya," Sonda begitu girang ketika menemukan serpihan gelas kecil yang tertancap di telapak kaki Nara.

"Kamu pegang ini dan sorotkan ke sini," Ia memberikan ponselnya pada Nara dan Nara melakukan apa yang diperintahkan Sonda. Tangan Sonda kembali bersentuhan dengan kulit kaki Nara, mati-matian Sonda meredam detakan dijantungnya dan memfokuskan pandangannya kearah luka di kaki Nara.

"aku akan mengambilnya," Sonda menatap wajah Nara meminta persetujuannya, Nara mengangguk pasti. Dengan bantuan pinset Sonda bisa dengan mudah mengambil serpihan gelas di kaki Nara.

"Hanya sebesar ini tapi bisa mengakibatkan infeksi kalau di biarkan... apakah masih terasa sakit?" Nara menggelengkan kepalanya.

Sonda mengambil kapas baru dan melumurinya dengan alkohol, "tekan kapasnya disini dan darahnya akan barhenti dengan sendirinya" ia memberi contoh pada Nara tapi tidak membiarkan Nara melakukannya sendiri.

***

# Harus konsisten dengan apa yang sudah di mulai. Ya... Walaupun jarang update tapi seenggaknya aku masih tetap melanjutkan cerita yang telah aku publish.

Sudah ada gambaran sedikit, alur ceritanya mau aku bawa kemana, tapi gak tau juga masih bingung,,,

HARUSKAH?Where stories live. Discover now