Chapter 11 : Jangan Jatuh Cinta Dengan Yang Lain

50 6 0
                                    

Suatu hal yang jarang terjadi padaku di pagi hari, yaitu bangun lebih cepat sebelum alarm berbunyi. Entah mungkin karena semalam aku terlalu senang hingga tertidur dengan mimpi yang indah. Efeknya seperti ini.

Setelah selesai berdoa dan merapikan tempat tidur, aku teringat akan SMS semalam yang kukirim untuk Christ. Aku segera memeriksa handphone, berharap ada tanda kotak di layar. Dan untunglah disana tertera namanya. Aku menarik napas kemudian menghembuskan pelan. Jariku memencet untuk membuka pesan itu.

Thx.

Singkat dan jelas. Tanpa basa-basi. Tanpa tambahan didalamnya. Seharusnya aku tidak perlu berharap jauh. Toh dibalas saja sudah sesuatu banget. Sesuatu yang seperti mood booster untukku.

"Florence Ardiana... Mau jadi belajar masak?" Suara mama terdengar dari luar.

"Iya, ma... Tunggu sebentar," balasku kemudian cepat-cepat masuk ke kamar mandi.

***

"Jangan tegang. Kamu pasti bisa kok," seru Mori sambil memegang alat soraknya Celine atau yang biasa disebut pom-pom. Sementara si pemilik sedang menggosok-gosokkan kedua telapak tangan. Biasanya dia tidak secemas ini. Tapi kali ini tidak berlaku karena dia menjadi flyer alias orang teratas dalam susunan piramida. Apalagi ini adalah debut pertamanya dalam posisi itu. Jika sukses, maka dia bisa melanjutkannya hingga kelulusan sekolah.

"Jangan takut. Kamu sudah dipilih berarti mereka memperhitungkan kerja kerasmu selama ini. Celine, you can do it !" ujarku tak kalah memberikan semangat padanya.

Celine mengangguk tanpa berkata apa-apa. Pacarnya bahkan sampai ikut datang untuk mendukung, menepuk bahunya lalu tersenyum manis. Bikin baper mereka ini.

"Hai Mori. Senang bertemu denganmu lagi."

Kami bertiga menatap kearah suara yang baru saja terdengar. Seorang cowok dengan seragam olahraga SMA Budi Luhur mendatangi kami. Tinggi, kulit kecokelatan, senyum yang manis dengan rambut bergaya spiky yang mengingatkanku pada karakter Jacob dalam film Twilight. Dia memegang bola basket di tangan kiri sementara tas hitam tergantung rapi di bahu kanannya. Apa dia si Slam Dunk?

Mori tampak gelagapan, jarinya sibuk mengatur posisi kacamata yang sempat melorot. Wajahnya agak merona sekarang. Aku menyikut pelan Mori sampai dia menatapku. "Dia orangnya?" tanyaku setengah berbisik.

Mori mengangguk kecil. Mungkin tidak ingin dilihat si cowok. "Aku Andre. Senang bertemu dengan kalian," serunya lalu mengulurkan tangan kepadaku. Aku menyambutnya sambil mengucapkan nama, kemudian diikuti Vito.

Setelah Andre, ada beberapa orang dalam tim basketnya yang mendatangi kami. Vincent yang semula kukira adalah pujaan hati Mori, ikut berdiri di dekatku.

"Florence Ardiana... senang melihatmu disini." Dia sampai hapal namaku!

"Flo saja. Kamu kan bukan guru yang mau ngecek kehadiran," jawabku asal.

"Oke, Flo. Aku harap kamu mau menonton pertandinganku. Siapa tahu timku menang."

"Kenapa aku harus menonton pertandinganmu?" tanyaku heran.

"Ya... karena aku ingin kamu menontonnya."

"Bukan alasan yang kuat."

"Jadi begini, yang mengikuti lomba basket ada delapan sekolah. Kebetulan juga tim kami harus berhadapan dengan sekolahmu untuk maju ke tahap selanjutnya."

"Oh, terus?" Aku masih tidak mengerti arah pembicaraannya.

"Kamu pasti nonton kan?"

Aku hanya tertawa kecil. "Iya, karena lawanmu sekolahku."

Yes, Dating Only For 5 Months!Where stories live. Discover now