Chapter 3 : Aku Panggil Kamu Christ, Ok?

83 7 0
                                    

               Pagi tadi aku tidak menemukan cowok itu lewat dengan sepedanya. Walaupun hati kecewa, untung saja aku tidak terlambat ke sekolah hari ini. Tidak apa-apa, aku akan mencarinya sekarang, karena itulah aku berada disini. Perpustakaan.

                Sejak SD, aku tidak suka masuk ke perpustakaan. Menurutku ruangannya suram, dipenuhi berbagai buku yang berdebu dan menimbulkan penyakit influenza. Selain itu pengawas perpustakaan kebanyakan tidak ramah dan suka marah apabila ribut sedikit saja. Lagipula aku tidak suka duduk berlama-lama.

                Dengan celingak-celinguk, aku mencari sosok yang kunanti-nantikan sejak tadi. Tidak ada sosoknya di bagian meja baca. Aku mencari sampai di bagian rak-rak buku, tetapi tetap saja tidak ada. Dengan lesu aku beranjak akan keluar. Menunduk dengan pikiran yang berputar-putar di dalam kepalaku. Apa aku harus mencarinya ke kelas-kelas ya? Memalukan. Tapi mungkin juga bisa jadi solusi terakhir.

                Eh, tunggu. Seorang cowok berkacamata melewatiku. Siluetnya mirip dia. Dengan cepat aku menoleh dan mengikutinya. Dia duduk membelakangiku di samping jendela, tak menghiraukan sekitarnya karena begitu sibuk mengetik sesuatu dalam notebook-nya. Ah, benar-benar tipe nerd. Aku berjalan menghampirinya sambil menatapnya baik-baik. Benar itu dia. Akhirnya!

                "Hei..." sapaku lalu duduk di depannya.

                Dia mengangkat wajahnya, lalu memandangku dengan heran.

                "Kamu nggak lupa aku kan?" tanyaku ceria.

                "Ya. Orang yang menaiki sepedaku dua kali tidak mungkin aku lupakan begitu saja," celetuknya datar.

                "Wah, kamu mengingatku sampai seperti itu? Kamu merindukanku, ya?"

                Dia menatapku dengan sebal. "Kenapa kamu disini? Aku lagi sibuk."

                "Aku mau cari kamu. Soalnya aku malu cari kamu di kelas-kelas. Aku senang kita berada di sekolah yang sama. Siapa nama kamu? Kamu dari kelas mana? Kok aku jarang lihat kamu ya."

                "Kamu bisa nebak dengan tepat aku disini. Kamu menguntitku ya?" celetuknya tak menghiraukan pertanyaan-pertanyaanku.

                Anehnya aku tidak kesal disebut penguntit, malah aku menertawakannya. "Hei, hei aku bukan stalker. Kalau aku nguntit kamu, pasti aku tahu kamu dari kelas mana. Aku hanya nebak kamu suka baca buku dari kacamata yang kamu pakai."

                Dia menatapku dengan kagum. Haha, kena kamu.

                "Oh, jadi kamu pikir aku tipe nerd? Hebat."

                Aku tertawa sambil mengeluarkan suara dengan malu-malu, "Yah, seperti itu."

                Dia mengangguk setuju. "Lalu kenapa kamu mencariku? Mau buat tugas bahasa Indonesia atau sejenis itu? Sejarah? Atau?" serunya datar.

                "Nggaklah. Kalau bahasa Indonesia ada yang handle." Ada Mori. Hahaha.

                Dia menatapku tidak percaya. "Lalu? Lelaki itu masih mengejarmu?"

                Aku terpaku. Karena terlalu memikirkannya, aku sampai lupa dengan lelaki setengah baya tempo hari. "Nggak. Untunglah berkat kamu. Aku kesini hanya ingin berkenalan denganmu. Kita kan satu sekolah. Kalau kita berpapasan nanti, masa aku nggak sapa kamu? Aku nggak tahu nama kamu," selorohku asal lalu memegang rambutku dengan gugup.

Yes, Dating Only For 5 Months!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang