PART 3

7.9K 616 67
                                    

Seorang siswi dan pria baruh baya menelusuri koridor yang sepi. Semua guru sudah memasuki kelas. Tasya melihat ke arah lapangan yang berisi murid-murid telat.

"Kita sudah sampai, ini yang akan menjadi kelas kamu."

"Beneran ini kelas saya? Bapak gak salahkan? Saya mau insaf, Pak. Nanti kalau saya gak bisa insaf gimana?" Tasya tercengang melihat suasana kelasnya. Dari luarpun suara gaduh sangat terdengar keras. Dia tidak menyangka akan mendapat kelas seperti itu.

"Kalo niatnya mau insaf ya bakalan insaf beneran. Sudah terima saja. Kamu ini protes terus bikin kepala saya pusing. Awas kalau kamu bandel, saya tak akan segan-segan mengeluarkan kamu dari sekolah ini. Ayo masuk."

Tookk..tokkk

"Bu Mirna ini murid barunya. Tolong bimbingannya ya kalau ada apa-apa langsung lapor ke saya. Saya titip anak ini." Kepsek berpamitan kepada guru yang namanya Bu Mirna. Sumpah.

"Baik, Pak. Saya akan membimbingnya. Ayo perkenalkan dirimu nak."

"Ehhm. Hai guys, kenalin aku Tasya Andriana Febrianti. Aku pindahan dari SMA Semesta." Tasya tersenyum manis

"Gila cantik banget. Sini duduk dideket abang."

"Jangan sama dia, sama gue aja sini cantik."

"Udah punya pacar belom?"

"Nomor telepon dong."

"Anjirr gue dapet gebetan baru."

Masih banyak oceh-ocehan lain yang gak penting. Ocehan para murid lain tak terbendung. "Salam kenal ya temen-temen. Moga bisa berteman baik."

Kedua lesung pipi Tasya tercetak jelas ketika dia tersenyum lebar ditambah lagi matanya yang ikut serta tersenyum menimbulkan decak kagum kaum lelaki.

"Jangankan berteman dek Tasya. Menjadi belahan jiwamu saja mas bersedia." Celetuk salah satu siswa.

"Sudah-sudah hentikan. Tasya silahkan kamu duduk dibangku kosong belakang." Lerai Bu Mirna.

Sungguh nikmat kelas ini. Suasana ramai duduk di bangku belakang. Ekspresi Tasya berubah menjadi songong ketika dia mendapati beberapa tatapan sinis dari teman cewek sekelasnya.

Ketika bersampingan dengan cewek yang menatapnya sinis dari awal Tasya sedikit berbisik kepadanya.

"Sekali lu natap gue pake mata najis itu. Gue colok juga." Novi cewek tersebut langsung mendengus kesal.

"Hai." Sapa Luvita.

"Kok lo cantik banget sih. Kenalin Gue Luvita. Mulai sekarang kita temenan dan cewek yang natap sinis lo itu namanya Novi. Dia emang gitu kalo liat cewek yang cantiknya ngelebihin dia."

"Iya. Ngeselin banget tuh anak. Kayaknya benci sama gue. Gue Tasya dan makasih pujiannya, lo juga cantik." Luvita senyum-senyum gak jelas. Kurang waras nih anak tapi seru juga temenan sama dia, batin Tasya.

Pelajaran pun berjalan tak semulus paha Tasya. Banyak murid yang melakukan aktivitas masing-masing dan mengabaikan penjelasan guru di depan. Tasya pun memutuskan mengobrol dengan Luvita yang sedang memakai gincu.

"Gue satu bangku sama siapa Luvita? Ini kursi kok kosong, yang punya kemana?"

"Lo sebangku sama Royan Aaron Wijaya. Pentolan sekolah ini tapi gantengnya ngalahin dewa."

"Emangnya lo pernah ketemu sama dewa?" Tasya mengerutkan dahinya.

"Udah pernah. Di film-film banyak noh."

"Tunggu. Kayaknya gue gak asing sama namanya?" Emang dasarnya pelupa, Tasya susah untuk mengingat.

"Iyalah gak asing orang dia terkenal di sekolah ini. Coba kalo dia gak jutek dan berandal. Pasti udah gue gebet. Royan itu pangeran tak tersentuh. Berangkat sekolah sesuka dia. Tapi gue heran kenapa dia gak di keluarin dari sekolah ini? Apalagi hobinya yang tawuran. Si Boby aja yang Cuma mukul Johan, sekolah langsung ngeluarin dia."

"Terus nasib gue gimana sebangku sama dia?"

"Udah nikmatin aja, Sya. Gak buruk juga sebangku sama dia lagian lo beruntung bisa sebangku sama The Most Wanted Boy," ujar Luvita sambil senyum mengejek. Tasya tau dibalik senyumnya itu pasti ada sesuatu yang dirahasiain.

"Semoga aja gue gak ikutan ketonjok."

"Asal jangan bikin ulah sama dia. Lo aman." Balas Luvita santai.

***

PERFECTWhere stories live. Discover now