"Paket Cnya dua." AKhirnya Frian menjatuhkan pilihannya setelah beberapa menit. Sengaja mengulur waktu dan mengetes kesabaran Fiona.

"Aku masih kenyang," ujar Fiona saat mendengar pesanan Frian. Sudah tentu pria itu memesan paket double itu untuknya juga.

"Benarkah? Bukankah tadi siang kau belum makan, dan pertemuan tadi sore ..." Frian menggantung kalimatnya. "... aku juga tak melihatmu menelan apa pun. Apakah bertemu Brian cukup membuatmu kenyang meskipun seharian belum makan?" cemooh Frian dengan seringaian yang sangat tidak disukai oleh Fiona.

Fiona hanya terdiam mendengar sindiran Frian. Sudah menjadi kebiasaan Fiona tidak bisa membalas sindiran-sindiran yang Frian lontarkan padanya. Apa lagi kali ini kata-kata Frian memang benar, dia belum makan apa pun sejak tadi siang. Perutnya juga terasa dililit kelaparan. Fiona pun memilih diam sambil membuang muka dari tatapan penuh kepuasan Frian.

"Dan jus jeruk, itu saja," lanjut Frian pada pelayan tersebut.

"Apa kau bisa memulai bicara sekarang," tanya Fiona begitu pelayan yang mencatat pesanan mereka sudah berjalan menjauh dari meja mereka.

"Belum," jawabFrian. "Kenapa kau selalu terburu-buru saat sedang bersamaku, Fiona? Apa kau takut Brian akan memergokimu saat kita sedang makan malam bersama?"

"Berpikirlah sesukamu," ketus Fiona. Ia sama sekali tak punya alasan untuk merasakan ketakutan yang dikatakan oleh Frian.

Sampai makanan mereka sudah habis pun, Frian tetap tak mengatakan apa pun. Dan walaupun ia sangat lapar dan makanan yang ada di hadapannya juga sangat menggiurkan, makanan itu terasa hambar di lidah Fiona karena ia memakannya dengan setengah hati.

"Apa kau sudah kenyang?" tanya Frian memulai pembicaraan.

Fiona hanya diam memasang wajah 'tidakkah kau sudah melihat dengan jelas bahwa aku sudah menyelesaikan makanku sejak tadi. Dan ya aku sudah kenyang'.

Frian tersenyum kecil sambil menyingkirkan piring yang sudah kosong ke samping, lalu meneguk jusnya dengan santai hingga tinggal setengah. Matanya menatap Fiona yang tampak sangat kesal karena dirinya masih belum memulai untuk berbicara apa pun.

"Kenapa kau menolak lamaran Brian?" Frian memandang serius manik mata Fiona. "Bukankah kau sangat mencintai pria itu?"

Fiona terpaku. Namun, ia segera menguasai diri. Menghela napas yang mulai memberat dan melemparkan tatapan 'yang benar saja kau, membicarakan hal itu setelah berhasil menyeretku ke sini'.

"Apa ini yang mau kau bicarakan denganku?"

"Bukan. Aku hanya ingin tahu saja."

"Kalau begitu, itu sama sekali bukan urusanmu," jawab Fiona sengit.

"Ck ck ck ..." Frian berdecak. "Kau bahkan menolak lamaran kekasih yang sangat kau cintai hanya karena belum menemukan cara untuk membalas dendam kepada mamamu," gumam Frian sambil menyandarkan punggung di sandaran kursi dan menyilangkan kedua tangan di depan dada. Penuh keangkuhan dan cemooh.

Fiona memejamkan mata sejenak menelan komentar Frian dan lebih memilih mengacuhkannya saja. "Apa yang sebenarnya ingin kau bicarakan denganku? Kau tidak mungkin memaksaku ke sini hanya ingin menanyakan hal ini, bukan?"

Frian terkekeh. "Aku memang tidak tertarik pada hubunganmu dan kekasihmu itu. Karena, aku lebih tertarik pada hubunganmu dengan mamamu dan ..." Frian menggantung kalimat penuh arti. Menikmati ekspresi wajah Fiona yang tidak sabar ingin segera mendengarkan lanjutan kalimatnya. " ... rencana balas dendam yang sama sekali belum terpikirkan di kepalamu yang cantik itu."

Love You to Death... ( F.Alandra Sagara) Terbit di Google Play Book & KubacaWhere stories live. Discover now