Part 30

136 8 0
                                    

"Arkan!" teriak Ola dari ruang makan. Arkan mendengus malas, kemudian ia menyahut.

"Kenapa Mah?!"

"Sini, makan malam dulu,"

Arkan berjalan malas keluar pintu kamar. Entah kenapa, ia mendadak nurut dengan perintah Mamahnya kali ini. Biasanya, kalau di ajak makan malam Arkan kalau tidak di samper ke kamar dan memaksanya untuk makan malam pasti cowok itu enggan untuk keluar kamar. Tapi malam ini, hanya karena satu kali teriakan ia menurut. Mungkin karena efek hati sedang berbunga-bunga? Entahlah..

Mata Arkan membulat, ketika ia melihat Dewi sedang terduduk di ruang makan bersama Ola, Firhan, serta Rani. Di sana Dewi sedang tertawa dan berbincang bersama Adiknya. Entah apa yang mereka bicarakan Arkan tidak peduli.

"Malam ini Dewi nginep di rumah kita."

***

Waktu sudah menunjukan pukul sepuluh malam, tetapi Adara belum bisa menutup matanya. Ia beranjak dari kasur dan berjalan membuka pintu balkon. Ia berdiri di sana, angin malam menerpa kulitnya yang di baluti oleh baju tidur bergambar Hello Kitty.

Adara sempat tersenyum beberapa kali ketika ia mengingat kalau kini ia sudah menjadi pacar dari Arkan Ardiansyah. Entah kenapa jika ia mengingatnya ia selalu ingin tertawa. Rasanya lucu, sedari SMP mereka selalu bertengkar dan tidak pernah ada kata damai di antara keduanya. Adara kira setelah lulus SMP ia tidak akan lagi bertemu dengan laki-laki itu, tapi nyatanya salah. Justru ia kembali di pertemukan lagi dengan Arkan, dan satu kelas kembali sampai saat ini.

Yang membuatnya juga tidak percaya adalah, ketika ia bertemu kembali dengan masa lalunya di sebuah toko buku. Adara kira, ia sudah tidak akan lagi bertemu dengan cowok itu, tapi semua perkiraannya salah.

Ingin sekali Adara keluar dari zona tidak aman ini, tapi rasanya sangat sulit.

Adara mendengus pelan. Sejenak ia berpikir, bagaimana caranya agar ia bisa terbebas dari semua permasalahan yang sedang ia hadapi, bagaimana caranya agar ia bisa meminta maaf pada Farhan, bagimana caranya agar ia bisa kehidupannya kembali normal.

Cara yang paling ampuh, gue harus minta maaf sama Farhan. ucapnya dalam hati.

***

Arkan masih berkutik di depan ponselnya, padahal waktu sudah hampir menunjukan pukul 12 malam, matanya masih segar, belum ada tanda-tanda ngantuk yang tertara di sana. Sedari tadi tv menyala tetapi matanya tetap terfokus pada ponsel. Ia sama sekali tidak memperdulikan tayangan apa yang sedang di siarkan dari benda tersebut.

Darel: Yes! 3-1. Bantai!!

Wisnu: Anjir

Darel: BHUAHAHAHA jangan kegayaan makanya

Wisnu: Maaf akhlak aku nggak baik

Wisnu: ):

Arkan: Kalean semwa suchi akuh penuh dosa

Darel: Maaf aku nggak bisa jadi sesempurna yang kamu mau):

Arkan: Alay

Darel: Bau lo

Arkan: Tidur lu kocak

Darel: Ini gua lagi tidur

Wisnu: MANTAP!

Arkan: Iyain!

Wisnu: Maaf aku nggak cantik

Arkan menggelengkan kepalanya pelan ketika ia membaca pesan dari group chat yang tidak berfaedah itu. Awalnya Arkan menolak ketika Darel mengundangnya masuk ke group chat itu, tapi setiap cowok itu bertemu dengan Darel, Darel selalu mendesaknya agar masuk ke group chat yang ia buat. Anggotanya cuma tiga, Darel, Wisnu, dan Arkan. 

Terdengar suara pintu kamarnya yang di ketuk dari luar, Arkan langsung berteriak "Masuk!" kemudian, terlihatlah Dewi yang sedang berdiri di bingkai pintu menggunakan baju tidurnya. Arkan tertegun sebentar, kemudian ia bertanya, "Ngapain lo?" yang di tanya hanya tersenyun, kemudian masuk kedalam ruangan serba biru muda itu.

Dewi duduk di sisi ranjang, memperhatikan Arkan yang kini sedang terduduk di tengah-tengah kasur dengan posisi badan menyender pada kepala ranjang, Dewi masih tersenyum, membuat Arkan bergidik ngeri.

"Lo ngapain?" tanya Arkan sekali lagi.

Kemudian, senyuman yang tadinya mengembang di bibir Dewi langsung menghilang dan di gantikan dengan bibir cemberut.

"Gue nggak bisa tidur." ucapnya manja, sedikit memberi kode pada cowok itu.

"Yaudah kalo lo nggak bisa tidur, terus ngapain ke sini?" tanya Arkan judes sambil memandang Dewi dengan tatapan ngeri.

"Temenin gue tidur ya," Dewi mengucapkannya dengan mata yang berbinar serta wajah yang mendadak berubah jadi baby face. Hal itu ia lakukan untuk meluluhkan hati Arkan, "Please..."

"Gila apa lo ya?!" jawab Arkan dengan judesnya. Baby Face yang tadinya terpasang di wajah Dewi mendadak berubah jadi tatapan datar.

"Please..."

"Nggak!"

"Ar, Please..."

"Enggak Dewi."

Dewi memandang Arkan dengan tatapan malas sambil mengerucutkan bibirnya, "Waktu kecil, setiap gue nggak bisa tidur, lo pasti selalu nemenin gue sampe gue tidur pules, setiap gue nginep di rumah lo, lo seneng banget, setiap gue lagi kesepian pasti elo yang nemenin gue. Sekarang beda." ucap Dewi sambil menatap kedua bola mata cokelat sahabat kecilnya.

Arkan mendengus, "Itukan dulu." jawab Arkan kemudian mengambil remot tv yang berada di sampingnya, kemudian mengganti-ganti saluran tv mencari yang lebih seru.

"Lo sekarang beda ya Ar," air mata perempuan itu sudah tidak dapat di bendung lagi, kini air mata yang sedari tadi ia tahan sudah mengalir deras membasahi kedua pipinya yang tirus.

"People change, people come and go, it's normal." ujarnya santai, "Setiap orang pasti selalu ngalamin hal itu, entah itu elo, atau gue."

Dewi menatap Arkan yang kini sedang menekan-nekan tombol remot tv.

Dalam hati, Dewi benar-benar kecewa dengan sikap Arkan yang sekarang. Sekarang cowok itu sudah berubah seratus delapan puluh derajat. Arkan yang dulu sangat peduli padanya kini hanyalah tinggal sebuah cerita. Waktu kecil, Dewi sering kali di ganggu oleh anak-anak komplek sebelah, dan bahkan sering di buat nangis, karena waktu kecil Dewi masih terlalu polos ia hanya bisa menangis jika di jailin oleh anak komplek sebelah, dan kemudian pasti Arkan selalu datang untuk membelanya. Bagi Dewi, dulu Arkan adalah superhero untuknya. Karena Arkan selalu datang ketika Dewi selalu dalam bahaya. Bahkan saat kecil dulu, ada anak tetangga yang mengambil dan merusaki mainan Dewi, dan itu membuat Dewi menangis kejer, kemudian Arkan datang sebagai pembelanya, Arkan sempat memukul anak itu sampai menangis, tapi Arkan tidak peduli.

Arkan kecil pernah mengatakan, 'Arkan nggak akan pernah ngebiarin Dewi nangis karena anak-anak nakal itu. Arkan janji kalo ada yang buat Dewi nangis, Arkan bakal lawan anak itu sampe nangis, biar dia nggak berani lagi gangguin Dewi.' dan sekarang kata-kata itu hanyalah omong kosong. Sekarang, justru malah Arkan sendiri yang membuatnya menangis dan cowok itu sama sekali tidak peduli dengan setiap air mata yang keluar dari mata perempuan itu.

Apa sekarang hati cowok itu sudah tertutupi dengan perempuan lain yang membuatnya jadi tidak peduli lagi dengan sahabat kecilnya itu?

***

FlowersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang