Part 9

751 55 6
                                    

Dengan menahan sekujur tubuhnya yang sakit, Naomi berusaha focus menyetir. Tadi dia datang ke sekolah Sinka tapi dia mendapati sekolahnya sudah sepi. Menurut petugas keamanan sekolah, para murid sudah banyak yang pulang. Termasuk Sinka.

Akhirnya Naomi langsung pulang. Seragamnya kotor dan dia berniat langsung mencucinya dirumah. Sesampainya didepan rumah, Naomi membuka gerbang lalu memasukkan mobilnya ke garasi. Sepatu Sinka terlihat dirak dan Naomi langsung melepas sepatunya.

Mulutnya sudah tak mengalirkan darah lagi. Tapi rasa sakit diwajahnya masih ada. Dan Naomi berharap Sinka sedang tidur atau berada dikamarnya hingga tak melihatnya dalam keadaan berantakan seperti sekarang.

Tapi harapannya sirna saat melihat Sinka keluar bersamaan dengan dirnya memasuki rumah. Sinka yang semula ingin protes langsung panik mendapati luka diwajah Kakaknya. Sinka langsung membimbing Naomi untuk duduk.

Karena masih lemas, Naomi hanya menurut saja. Sinka langsung muncul dengan kotak obat dan ember kecil berisi air es dan handuk kecil. Naomi menyandarkan kepalanya ke sandaran sofa. Sementara Sinak memeras handuknya hingga tak terlalu basah.

"Cici, kok bisa begini?" Tanya Sinka panik.

"Gak apa-apa kok. Cuma jatuh aja disekolah." Sahut Naomi.

"Jatuh gak mungkin memar begini Ci. Pasti ada yang mukulin Cici." Sinka mengompres wajah Naomi perlahan.

"Aduh sakit."

"Eh maaf Ci. Tahan dulu ya. Gak lama kok."

Naomi terus merintih saat Sinka mengompresnya. Dengan raut wajah tak tega dan menahan marah, Sinka terus mengompresnya. Dirinya tak habis pikir. Apa yang terjadi hingga Kakaknya harus pulang dengan wajah memar seperti ini.

Tangan dan kakinya juga luka. Sinka mengambil lap dan membersihkan debu yang menempel ditangan dan kaki Naomi dengan telaten. Diambilnya kapas baru dan diobatinya luka Naomi. Setelah selesai, Sinka merasa aneh karena Kakaknya masih merintih.

"Ci, coba buka deh." Ujar Sinka.

"Apanya?" Tanya Naomi.

"Bajunya. Dudut mau lihat." Jelas Sinka.

"Gak usah Dut. Diperut gak luka kok."

"Dudut gak percaya. Kalo gak luka kenapa Cici kesakitan. Buka Ci."

Naomi masih menggeleng. Sinka terus membujuk dan akhirnya Naomi membuka seragamnya dan hanya menyisakan tanktop biru yang membalut tubuh seksinya. Sinka yang melihat langsung membuka paksa tanktopnya dan terlihatlah memar biru diperut Kakaknya.

Matanya membesar saat melihat memar diperutnya. Tapi Sinka langsung mengompres perutnya hingga Naomi kembali merintih kesakitan. Bahkan lebih keras dari yang tadi. Sinka terus mengompresnya sampai tangannya dicengkeram oleh Naomi.

Cukup erat hingga Sinka merasa sakit. Tapi ditahannya sampai mengobatinya selesai. Akhirnya Sinka selesai mengompresnya dan mengambil seragam Naomi yang kotor oleh debu. Diam-diam Sinka meneliti seragam Kakaknya yang berwarna putih itu dengan teliti.

Ada sedikit bercak darah dikerah bajunya. Tadi dia memang melihat bibir Naomi ada sedikit luka sobek. Sinka langsung menaruh seragamnya ke mesin cuci dan melihat Kakaknya sudah tak ada disofa. Pasti Cici ke kamar dulu. Batin Sinka. Diapun duduk disofa menunggu Naomi.

Sedangkan dikamar, Naomi tampak menatap memar kebiruan yang ada diperutnya. Rasa sakitnya masih terasa biarpun tak sesakit tadi. Bahkan dirinya tak yakin bisa memasak untuk makan siang atau malam nanti. Akhirnya dia memakai baju santai dan turun ke lantai bawah.

Harapannya agar Sinka masuk ke kamarnya kelihatannya sia-sia. Sinka tampak duduk menunggu disofa sambil mengotak-atik smartphonenya. Akhirnya dengan berat hati, Naomi duduk agak berjauhan dengan Sinka lalu menyalakan TV.

I'm Still Here (END)Where stories live. Discover now