41. Oh Khai Khai

1.8K 125 11
                                    

Aditya mengaduk makanannya. Ia benar-benar tak selera. Asma yang menemaninya makan menjadi bingung dengan ulahnya. Rumah Aditya terasa begitu berbeda tanpa ada keluarganya.

"Kamu kangen keluargamu ya?" tanya Asma.

Aditya menggelengkan kepala. Ia masih sibuk dengan pikirannya sendiri.

"Kamu kenapa sih?"

"Coba tebak!"

"Apa? Masakanku gak enak?"

Aditya menunduk.

"Apa sih Mas?"

"Apa kamu masih dendam dengan ulah Khairul dahulu?"

Kali ini Asma yang terdiam. Dia letakkan sendok di piring dan menopang dagu memandang Aditya. Terlihat sekali ada rasa bersalah di mata Aditya.

"Aku ngerasa, gak enak hati sama Khairul. Aku gak mau, pernikahan kita jadi ajang balas dendam kamu ke dia."

"Ini pasti karena masalah makan siang di kantin kemarin kan?"

Aditya bungkam.

"Jadi setelah kita berjuang sejauh ini, kamu mikirnya gitu? Kenapa juga aku harus balas dendam sama dia? Lagian Mas Adit juga ikut-ikutan kok."

"Serba salah, ya."

"Aku kan cuma berbagi kebahagiaan. Gak ada maksud lain. "

"Tapi nada bicaramu itu kedengaran seperti orang pamer. Seharusnya jangan begitu."

Asma terlihat kesal.

"Aduh, salah ngomong deh gue," gumam Aditya. Ia mengusap mukanya dengan kasar.

"Itu kamu tahu..." Asma langsung bangkit dari meja makan. Dan menuju ruang tamu.

"Kemana?"

"Pulang."

Aditya berpura-pura menghantamkan kepalanya ke meja makan. Ia pusing. Ia segera menyambar kunci motor di meja dan berlari mengejar Asma ke luar.

"Ayo aku antar," kata Aditya.

Asma masih cemberut. Aditya tersenyum membelai rambutnya. Ia juga memegang pipi Asma dan membentuk senyum.

"Jangan mendendam. Aku gak suka. Ini cuma pelajaran saja. Bukan tuduhan," jelasnya.

Asma terdiam. Ia juga paham kalau Aditya tak mau menyakiti Khairul. Begitu juga dengannya. Setelah itu Asma mengangguk dan memeluk Aditya.

"Gak semua orang jahat, harus dapat balasan dari kita."

"Iya. Aku ngerti."

*****

Hari ini adalah hari terakhir Asma di pabrik. Khairul mendekatinya.

"Kenapa gak lanjut kontrak sih?" tanya Khairul sambil membantu Asma mengemas barang.

"Hehehe. Udah capek kerja mas."

"Ah bohong. Paling karena mau nikah."

"Itu tahu."

"Selamat, ya." Khairul menyodorkan tangannya untuk bersalaman. "No hard feelings?"

Asma menjabat tangan Khairul.

"Makasih. "

Khairul kemudian mengeluarkan sesuatu dari kantong celananya. Sebuah kotak cincin berwarna merah berbentuk hati.

"Hadiah buat kamu. Seharusnya ini aku pakai dulu untuk melamar kamu. Tapi semua terlambat. Kamu simpan ya. Anggaplah hadiah perpisahan. " Ia letakkan di mesin.

AdityaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang