28. Sampai Detik Terakhir

1.7K 125 19
                                    

Aditya off dari pekerjaannya sebagai teknisi mulai Senin ini. Dia dijadwalkan meninggalkan Indonesia pada Jum'at malam. Ia mulai berpamitan pada teman-temannya di pabrik, berkeliling untuk meminta maaf dan doa agar keberangkatannya ke Jepang segera lancar.

Ia pergi ke QC Departement. Di sana banyak kenangan yang sudah dia alami selama tujuh tahun karirnya di pabrik ini. Dia memeluk Raka yang hampir menangis.

"Gue bakal kangen banget sama loe, Dit."

"Eh bogel, gue masih ada di kota ini sampai hari Kamis. Gak usah nangis." Melihat Raka yang makin nangis kejer, ia malah berkata," Ya udah deh nangis. Ah! Brader gue tersayang loe mah!"

Tiba-tiba Agung memeluk keduanya. Mereka sudah seperti akan melepas Aditya ke medan perang atau lebih mirip pelukan Teletubbies?

"Jaga diri baik-baik, bro. Jangan kebanyakan beli kaset JAV di sana," pesan Agung pada Aditya, fans berat Sora Aoi.

"Pasti, Brader."

"Dan inget sama genk kita," tambah Agung. "GTN (Gee-Tee-En). Alias Genk Tanpa Nama."

Mereka melepaskan pelukan. Zakiyah datang dan memeluk Aditya.

"Pasti bakal sepi di sini gak ada Mas Adit," katanya.

"Iya donk. Gue kan biang heboh kayak Nita Thalia." Aditya mengusap kepala Zakiyah.

Lalu beberapa operator perempuan mendekati Aditya dan memeluknya.

"We love you, Mas Ganteng."

"Love you too, Dek."

Tak terasa air mata membasahi wajahnya. Aditya lalu dihampiri oleh Nanda.

"Makasih Mas udah ngajarin saya. Hati-hati di Jepang. Semoga sukses."

"Iya, loe juga yang akur sama Raka."

Aditya lalu melangkah pergi. Orang-orang bergantian menyalaminya. Ia sampai di Packing Departement. Ia bersalaman dengan Pak Tono dan Bu Widya, di sana juga ada Mas Yudi. Semakin ke dalam ia melihat mesin Asma rusak dan sedang dibetulkan oleh Khairul.

"Dit, tugas terakhir loe nih. Gue belum paham cara kerja mesin ini," kata Khairul sambil mengelap keringat dengan lengan baju.

"Kurang ajar loe nyuruh - nyuruh gue." Aditya tersenyum dan menyeka air matanya. Ia mulai membetulkan mesin Asma.

Asma tak berkata apa-apa. Mulutnya terkunci rapat. Terbayang hari esok tanpa Aditya di pabrik. Pasti akan sangat berbeda. Ia ikut menangis jadinya. Kalau boleh ia ingin sekali memeluk Aditya dari belakang dan minta digendong keliling pabrik.

"Asma jadi kan antar aku ke bandara hari Jum'at? Bu Wid kasih cuti, kan?"

"Jadi, Mas."

"Asma, kunci inggris tiga belas donk." pinta Aditya.

Tapi sebuah tangan kekar yang memberikan kunci Inggris pada Aditya. Tangan Mas Budi.

"Lanjutin kerjanya. Terakhir ini," kata Mas Budi.

Aditya mengambil kunci Inggris tersebut. Ia menyelesaikan mesin Asma secepat dia bisa. Setelah mesinnya selesai, ia menyalami Mas Budi.

"Mas, jagain Asma ya. Marahin aja kalau dia ceroboh."

"Hahaha... Pasti aku jaga dia."

Aditya tersenyum pada Khairul tanpa berkata apa-apa, hanya berjabat tangan. Ia melanjutkan menyalami operator lain di ruangan itu.

*****

Aditya pagi-pagi sudah mengetuk pintu kamar Asma. Ia membawakan nasi uduk dan teh manis.

"Repot amat," kata Asma. "Makasih lho"

AdityaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang