7. Peristiwa Senja

2.4K 160 2
                                    

Setelah sembayang subuh, Aditya memutuskan untuk meringkuk lagi di bawah selimut. Badannya mengigil, dan gemertak giginya menunjukkan ia sangat kedinginan. Hujan yang tak kunjung berhenti sejak malam minggu membatalkan semua rencananya hari ini, tapi Aditya juga merasa bersalah karena dia adalah salah satu jomblowan yang meminta hujan di malam minggu. Tiba-tiba ia ingat dengan motor Byson biru kesayangannya.

Aduh! Byson biru gue belum mandi! Lha gimana ini? Padahal kan doi kotor banget! Sorry, Babe. Ku acuhkan dikau hari ini, brrrr... - Aditya

Tok tok tok.

"Siapa?" teriak Aditya.

"Bi Inah, Den." jawab suara dari balik pintu, "Sarapan dulu, Den."

"Nanti, Bi!" sahut Aditya tak kalah keras.

"Ditunggu Bapak, Den."

"Iya, ya!" sahut Aditya. Bukannya beranjak dari tempat tidur, dia malah menarik selimut menutupi tubuhnya dan terlelap kembali.

Tok tok tok.

"Dit, bangun!" kali ini suara laki-laki dewasa yang memanggilnya.

"Sebentar, Pak." kata Aditya yang langsung terbangun.

"Bapak mau bicara sebentar."

"Nanti ya, Pak. Adit mandi dulu."

Mata Aditya masih terpejam. Tapi bibirnya sudah maju beberapa senti.
Ia pun bangun merapikan tempat tidurnya, mengambil handuk dan pergi mandi. Saat menyiramkan air mandi pertamanya, Aditya langsung menjerit saking dinginnya.

Bapak sudah duduk di meja makan sambil membaca koran. Aditya menarik kursi dan duduk. Ia melihat menu di meja makan. Nasi putih hangat, sop ayam, tempe goreng, dan sambal kecap. Ia juga sudah dibuatkan teh manis oleh Bi Inah.

"Bapak udah makan?"

"Baru saja selesai."

Aditya menyendok nasi putih dalam piring dan mulai menambahkan beberapa lauk.

"Ibu mana, Pak?"

"Belum balik dari rumah Bagas. Kamu kan tahu kalau istrinya Bagas melahirkan."

"Oh. Aku malah lupa aku punya adik." sahutnya ketus.

"Lupa karena udah ngelangkahin kamu?" canda Bapak. Aditya memang dilangkahi menikah oleh adiknya, Bagas.

"Bukan." jawabnya singkat.

"Terus?"

"Bapak kan ngerti aku gak akur sama Bagas. Bagus deh kalau dia tinggal sama mertuanya."

"Ibumu mau bawa mereka kesini."

Aditya langsung tersedak. Ia batuk-batuk.

Anjing, ngapain lagi dia balik kesini? - Aditya

"Adit mau ngekost kalau gitu." katanya dengan spontan.

"Lha kok gitu?"

"Ya iyalah. Mana mau Adit satu rumah lagi sama bocah sableng itu?! Emangnya Bapak lupa kenapa si Bagas bisa kawin cepat?! Umur dia juga baru 23. Lulus kuliah, belum bener kerja udah bikin bunting anak orang," Aditya bicara panjang lebar begitu cepat. Bapak cuma melongo mendengarnya, "Tuh bocah baru kawin enam bulan, anaknya udah lahir. Ngapain sih dibawa kesini sih, Pak? Kasian anaknya, Pak. Nanti diejek doank sama orang."

Bapak ingat, dulu Aditya mengamuk karena kelakuan Bagas karena menghamili anak orang. Saat itu semua biaya pernikahan Bagas, ditanggung oleh Aditya. Padahal uang itu dari hasil Aditya menabung untuk membeli rumah pribadinya. Pernikahan serba mendadak itu digelar mewah demi mengalihkan perhatian para tamu dari perut pengantin perempuan yang mulai membuncit. Bapak juga mengerti mungkin Aditya seperti itu karena ibunya lebih sayang pada Bagas. Seburuk apapun kelakuan Bagas, Ibu selalu membelanya.

AdityaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang