Bab 18

32.3K 632 23
                                    

Bab 18

Vero terbangun dengan kepala pusing. Ia mencoba duduk. Perlahan meraba meja di samping tempat tidurnya, bermaksud menyalakan lampu. Rupanya ia tadi tertidur, mungkin sudah malam sekarang. Ia melirik jam, sudah jam 7 malam.  

Padahal seingatnya tadi ia hanya tertidur sebentar setelah perdebatannya dengan Darius.  

Darius ... ya, sesaat tadi ia lupa kalau laki-laki itu ada di sini bersamanya. Ia segera berdiri dan menuju ruangan depan. 

Tampak di depannya, Darius sedang tertidur lelap. Satu tangannya ia letakkan di bawah kepalanya sebagai pengganti bantal. 

Ia terlihat begitu lelap meski tidur dalam ruangan seadanya ini. Tanpa kasur dan bantal. Meski tak ada AC namun udara di sini sudah cukup dingin. Apalagi kalau malam tiba karena daerah ini memang tepat di kaki gunung. Vero pun merasa tak kuat pada awalnya, apalagi sebelumnya ia selalu tidur dalam pelukan hangat suaminya.  

Vero mengendap-endap mendekati Darius. Ia tak ingin Darius terbangun. Tadi ia mengambil bantal miliknya. Dengan perlahan ia mengangkat kepala suaminya, memindahkan tangannya ke atas dan dengan segera meletakkan bantal di bawahnya.  

Tepat ketika ia akan meletakkan tangan itu ke samping tubuh Darius, tangannya ditarik oleh Darius. Masih dengan mata terpejam, Darius membawa tangan Vero ke dadanya, mendekapnya dengan erat di sana.  

Vero yang merasa kaget dan malu karena ketahuan segera menarik diri. Namun, Darius cukup kuat. Laki-laki itu segera bergerak dan menangkap tubuh Vero.  

Dengan sekali gerakan, bibirnya mengecup bibir istri yang sudah dirindukannya itu. Hanya mengecup, ia tak berani berbuat lebih, belum saatnya pikirnya. 

Secepat ia mencium, secepat itu pula ia melepaskan diri.  

"Sangat menyenangkan bisa melihat istriku lagi saat aku terbangun dari tidur." Bisiknya. 

Vero memalingkan mukanya, menyembunyikan pipinya yang memerah akibat kecupan singkat tadi. 

Darius meraih teleponnya.  

"Kau sudah menyiapkan semuanya?" Tanyanya pada seseorang di seberang telepon. 

Vero sudah bisa menebak, pasti orang itu Frans. 

"Sebentar lagi Frans akan datang. Ia akan membawa semua perlengkapanku ke sini." 

"Ap..apa maksudmu?" 

"Kalau kau tidak mau pulang aku tidak akan memaksamu. Tapi, aku tak akan membiarkan istriku jauh dariku lagi. Mulai hari ini, aku akan pindah ke tempat ini. Di mana istri dan calon bayiku berada, di situlah tempatku kini." Jawab Darius tegas. 

Seulas senyum kemenangan terukir di bibirnya yang luput dari pengamatan Vero.

~ ~ ~

Vero menggertakkan giginya. Ia merasa kesal. Bagaimana bisa Darius pindah ke sini. Apa ia mengajak perang dengannya. Baiklah, tinggal lihat saja siapa yang paling kuat. 

Vero yakin, laki-laki seperti Darius tidak akan bertahan dengan keadaan serba kekurangan seperti ini. Ia yakin, besok laki-laki itu juga akan menyerah dan pulang ke rumahnya. 

"Terserah kau saja. Asal kau tak mengganggu hidupku saja." Balas Vero. 

Vero hendak berdiri ketika Darius menarik tangannya lagi. 

"Apalagi?!" Tanyanya ketus. 

"Suamimu ini lapar sekali nyonya. Oh ya, aku juga perlu pakaian ganti." Rajuk Darius seperti anak kecil. 

My Husband My EnemyWhere stories live. Discover now