Bab 19

29.7K 639 30
                                    

Bab 19

Terjaga sepanjang malam membuat kepala Darius berat. Belum lagi ia harus merasakan tidur di lantai yang dingin tanpa alas. Kekejaman istrinya benar-benar baru ia rasakan. Sebetulnya dalam hati Darius tahu, Vero tak setega itu padanya. Buktinya siang tadi, istrinya itu masih memperhatikannya.  

Bukannya ia gengsi juga untuk mengeluh pada Vero. Bisa saja ia pindah dan tidur satu ranjang dengan istrinya itu. Cuma, ia harus berpikir seribu kali.  

Permainan yang tadi ia lakukan pada Vero memberi dampak yang lebih hebat pada dirinya sendiri. Sebut saja senjata makan tuan. Semalaman ia harus meredakan juniornya yang menuntut pelepasan. Guling yang ia jadikan pelampiasan pun tak turut membantu. 

Kelelakiannya tetap mengeras tanpa dapat diajak kompromi. Bagaimana jadinya kalau ia memaksakan diri tidur dalam ranjang yang sama dengan istrinya. 

Beberapa bulan ke belakang ia bisa bertahan karena dalam pikirannya istrinya bersalah. Tapi, setelah kebenaran terbuka dan istri yang ia cintai ada di depan mata, ia tak yakin sanggup bertahan. 

Ia hanya sanggup memandangi istrinya yang pada akhirnya tertidur setelah kelelahan. Darius duduk di bawah dekat kaki Vero yang terbuka. Selimutnya tersingkap hingga pahanya yang putih mau tak mau menarik minat Darius. 

Dengan sayang, Darius menarik selimut itu ke atas. Gerakan kecil itu refleks membangunkan Vero. 

"Pagi . . . ." 

Vero menarik tubuhnya bermaksud untuk duduk. Namun ditahan oleh Darius. 

"Pagi, apa yang kau lakukan di sini?" 

"Kau lupa, aku tinggal di sini sekarang?" Jawab Darius. 

Vero mendelik marah. 

"Bukan itu. Maksudku apa yang kau lakukan di tempat tidurku?" 

"Memangnya ada aturan yang melarang seorang suami mengamati istrinya?" Tanya Darius tajam. 

Vero menarik selimut, merasa canggung. Dulu seingatnya, Darius tak pernah seperti ini. Meski perhatian padanya, tapi tetap saja Vero merasakan perubahan pada suaminya. 

Darius perlahan menarik turun selimut Vero hinga sebatas perut. Nampak perut istrinya yang mulai membuncit. 

Ragu, ia menangkupkan tangannya ke atas selimut. ketika dirasanya tak ada penolakan dari Vero, ia biarkan tangannya berlama-lama di sana.  

Perlahan dengan lembut membelai, berusaha merasakan adanya kehidupan di dalam sana. Kehidupan hasil dari benih yang ia semai di rahim istrinya. 

Bayangan akan malam terakhirnya bersama Vero terbayang kembali.  

"Kalau saja aku waktu itu memperlakukanmu dengan baik, apa kau akan pergi dariku?" 

Vero terhenyak mendapat pertanyaan yang tiba-tiba dari Darius. 

"Tidak, aku masih menginginkanmu saat itu....." 

Vero menarik napas. 

"Juga berharap kau masih menginginkanku ......" 

Darius memotong dengan cepat. 

"Tak ada sedetikpun waktu di mana aku tak lagi menginginkanmu!!!" 

Vero memindahkan tangan Darius dari atas perutnya. Ia tak menyukai nada bicara Darius. Tapi, Darius malah mencengkeramnya erat. 

Darius mencondongkan tubuhnya hingga wajahnya tepat di atas Vero. 

"Dengar, kau harus tahu, aku selalu menginginkanmu. Dulu, kini, esok, tak ada yang berubah. Semalam, rasa itu mencapai puncaknya. Kau telah membangunkan singa yang kelaparan, nyonya muda."  

My Husband My EnemyWhere stories live. Discover now