4. Laboratorium Accident

103K 7.8K 542
                                    

Dimas menguap sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Dia kesal sekali karena tidurnya harus diganggu Bu Linda, guru biologinya yang sedang mengajar di kelas. Padahal Dimas baru saja terlelap sekitar sepuluh menit. Dimas memang paling nggak suka pelajaran biologi, karena terlalu banyak istilah latin di dalamnya. Menghapal kingdom-kingdom saja sudah bikin Dimas pusing duluan. Jangankan dihapal, dibaca saja Dimas pusing.

Akibat dirinya yang ketiduran di kelas, oke ralat, akibat dirinya ketauan tidur di kelas, Dimas harus pergi ke lab IPA untuk mengambil kit dan alat peraga yang diperlukan Bu Linda untuk menerangkan materi. Padahal Dimas yakin kalau itu cuma alasan Bu Linda saja untuk membuat Dimas melek.

Ruang lab IPA letaknya agak di pojok dekat ruang siaran. Entah kenapa ruangan itu adanya di tempat yang tidak strategis begitu, hanya sekolah dan Tuhan yang tau.

Dimas tentu tidak kepikiran apa-apa selain mengambil benda yang diperintahkan bu Linda di lab. Bahkan ketika Dimas mendengar suara aneh dari dalam, Dimas masih nampak acuh. Baru ketika Dimas masuk lebih dalam ke lab, matanya yang semula masih setengah tertutup akibat kantuk langsung melotot kaget.

What the hell. Bagaimana bisa Dimas tidak kaget ketika melihat sepasang makhluk sedang duduk berpangkuan sambil saling melumat bibir.

Kalau bukan karena Dimas menjatuhkan kotak kit yang dibawanya, kedua makhluk itu tidak akan sadar aksi mereka ditonton oleh Dimas.

Sepasang manusia berseragam SMA yang sama dengan Dimas. Hanya saja yang perempuan sedang mengenakan seragam olahraga. Dimas tidak mengenali wajah si perempuan. Mungkin kakak kelas, Dimas tidak tau, sedangkan yang laki-laki merupakan kakak kelas Dimas yang cukup terkenal di sekolah karena dia adalah anggota band remaja yang cukup terkenal.

Sebelum sepasang manusia yang habis making out itu menyadari siapa Dimas, cowok itu langsung lari tunggang langgang, bahkan meninggalkan kit yang seharusnya dia bawa ke kelas tergeletak begitu saja di lab.

Dimas lari ke halaman belakang sekolah. Menjatuhkan tubuhnya di rumput sintetik yang memang dipasang pihak sekolah untuk murid-murid beristirahat di sana. Duduk-duduk cantik sambil mengemili makanan atau belajar kelompok. Karena KBM sedang berlangsung, halaman belakang terlihat kosong. Hanya ada Dimas sendirian di sana, tiduran sambil mengatur nafasnya yang tersengal.

"Anjir, anjir!" ucap Dimas sambil mengelus dadanya beberapa kali dan sibuk mengatur nafas. Wajahnya bahkan bersemu merah, kepalanya sibuk mengulang kejadian yang tidak sengaja dilihatnya barusan.

Dimas bukan cowok alim yang tidak pernah menonton blue film, tapi Dimas juga bukan cowok ABG yang ingin dewasa duluan dengan mencoba hal-hal seperti itu. Sekedar nonton iya, tetapi melihat secara nyata bahkan mencobanya? Tidak!

Meskipun apa yang Dimas lihat barusan tidak lebih dari sekedar sepasang manusia berciuman. Pake lidah sambil pangku-pangkuan! Damn! Dimas merutuk dalam hati.

"Gila kali ya, sekarang mesuman nggak lagi di hotel tapi di sekolah," ucap Dimas setelah lebih tenang. Cowok itu pun bangkit dari rebahannya dan berniat untuk kembali ke lab, berharap kalau pasangan mesum gila itu sudah hilang karena Dimas perlu mengambil kit yang diminta bu Linda.

Untungnya saat Dimas tiba di sana, sudah tidak ada tanda keberadaan dua pasangan mesum itu sehingga Dimas bisa bernafas lega sambil meraih kit yang tadi dia jatuhkan. Dan dalam hati berdoa, semoga saja Bu Linda tidak semakin marah padanya. Karena tidak mungkin 'kan Dimas beralasan dia lama mengambil kit karena habis melihat praktek langsung materi reproduksi dan kabur karena kaget?

***

Rachel merutuki Bryan selepas kepergian cowok yang tidak dikenalnya memergoki mereka ciuman.

"Lo gila, Yan? Gimana kalau dia ngelaporin kita?" tanya Rachel kesal karena Bryan tampak acuh sama sekali bahkan mencoba menarik kembali Rachel ke pangkuannya. Siap untuk mencium Rachel lagi.

"Yes, I'm crazy about you, Cel." Bryan mengendus rambut Rachel sebelum meloloskan kecupan di bibir cewek itu yang ditolaknya.

"Gue mau balik ke lapangan. Anak-anak pasti nyariin." Rachel mendorong wajah Bryan yang menyosornya. Dia melepas ikatan rambutnya yang sudah acak-acakan dan mengatur rambut coklatnya itu kembali rapi.

Bryan berdecih. "Siapa yang bakal nyariin lo?"

"Daisy." Jawaban Rachel berhasil membuat Bryan mematung. Ekspresi cowok itu mengeras.

"Jangan sebut nama dia pas kita lagi berdua!" Bentak Bryan.

Rachel mendengus. "Kenapa? Merasa bersalah? Telat kalau lo mau ngomong gitu. Ngapain lo narik gue tadi pas gue mau ke kantin beli minum dan nyiumin bibir gue kayak sekarang, hah?"

Bryan tidak menjawab. Dia membenarkan kemeja seragamnya yang juga acak-acakan. Meskipun tidak terlalu rapi, setidaknya tidak terlihat dia sehabis melakukan hal mesum.

"Gue capek, Yan! Gue capek diikutin perasaan berdosa terus-terusan tiap sama lo, tiap lihat Daisy. She's my bestfriend, for God's sake!"

"Gue balik ke kelas. Lo nggak perlu takut cowok tadi nyebar soal kita. Dia nggak lihat jelas muka lo. Dia cuma lihat lo dari belakang. Berharap aja dia juga nggak engeh itu gue." Setelah berkata demikian, Bryan mengecup sekilas pipi Rachel dan meninggalkan cewek itu sendirian di lab.

Seperginya Bryan, Rachel tidak langsung menuju lapangan seperti yang dikatakannya barusan. Dia memilih duduk bersimpuh dibalik salah satu meja dengan lutut tertekuk, wajahnya dia benamkan di atas lipatan tangannya. Lagi-lagi dia merasa brengsek dan kotor. Thanks to Bryan dan hatinya yang terlalu mencintai laki-laki itu.

Tangis Rachel terhenti saat dia mendengar pintu lab kembali dibuka. Semula Rachel mengira bahwa Bryan lah yang kembali menemuinya, namun ternyata seorang cowok yang tidak Rachel kenali lah yang masuk. Rachel menahan isakannya agar tidak keluar dan membuat cowok itu mengetahui keberadaannya.

Cowok itu memungut kotak kit yang jatuh tergeletak di lantai. Rachel bisa melihatnya dari kolong meja namun sepertinya cowok itu tidak bisa melihat Rachel kecuali dia berjalan ke balik meja tempat Rachel bersembunyi.

Rachel bisa mendengar kalimat cowok itu sebelum beranjak pergi.

"Laknat banget yang mesuman di sini. Nggak malu apa sama foto presiden sama wakil presiden yang dipajang di tembok? Nggak malu sama kit dan alat peraga di sini? Nggak malu sama malaikat dan Tuhan? Mesum kok di sekolah."

Dan begitu mendengarnya, air mata Rachel semakin membajir. Bahkan malu saja seolah tidak cukup menggambarkan perasaannya.

Knock Me OutTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang