Strawberry and Waltz

228 17 0
                                    

Seb dengan tidak bersemangat mengganti-ganti channel televisi yang ada dihadapannya. Tidak ada bahasa yang ia mengerti, hingga akhirnya ia berhasil menemukan acara masak- memasak di televisi. Tidak harus mengerti apa yang ia katakan, Seb hanya cukup memperhatikan bagaimana cara mereka memasak. Sebenarnya ia cukup mahir dalam memasak dan membuat kue-kue kering, tapi karena sudah lama sekali hidup sendirian memasak hanya untuk satu orang... Ia tidak menyukainya.

Sudah dua hari Seb tinggal bersama Nikolaj, di dalam kamar ini tanpa melakukan apapun. Dan mereka berdua hanya makan makanan yang Nikolaj bawa. Seb ingin melakukan sesuatu yang berguna juga.

Ia segera mematikan televisi dan keluar kamar, tak lupa membawa kunci. Gedung yang Nikolaj sewa adalah penginapan tua di sudut kota yang sepertinya terlupakan. Beberapa kamar satu lantai bersama mereka tidak ada penghuninya, bahkan beberapa lantai di bawah mereka. Seb mulai melihat-lihat dan memetakan isi gedung didalam kepalanya. Gedung ini lima lantai, perlantai hanya ada empat kamar. Di lantai dua ia menemukan sebuah dapur.

Ada seorang wanita berusia paruh baya di dapur, sepertinya membuat kopi. Ia berbicara sesuatu dengan bahasa Italia dan Seb tidak mengerti apa yang ia ucapkan. Seb hanya mengeluarkan kata 'berfungsi' 'dapur' 'memasak' dan wanita itu tersenyum lebar. Ia menepuk bahu Seb dan berjalan keluar dapur dengan mengatakan sesuatu yang berhubungan dengan 'pacar' dan 'bulan madu'. Seb hanya mengangguk karena tidak mengerti harus apa. Ia segera memastikan semua peralatan dapur berfungsi.

Lalu apa? Berbelanja? Ia tidak memiliki uang.

Di dalam lemari es di sudut dapur ia secara ajaib menemukan banyak bahan makanan mulai dari daging, sayuran, sirup, buah-buahan, susu yang belum kadaluarsa dan beberapa telur. Di dalam lemari ia menemukan tepung dan peralatan dapur. Seb tersenyum dan menggulung lengan bajunya. Ia tahu pasti akan membuat apa.
-

Saat Nikolaj membuka pintu kamar, langkahnya terhenti seketika. Mata turqoisenya menatap kearah mejanya yang awalnya berantakan, kini telah rapi dan... Makanan. Dua piring pancake hangat bertabur buah strawberry, sirup dan dua gelas susu. Dua kursi tersusun rapi juga siap untuk di duduki dan aroma manis mengisi seluruh ruangan.

"Wooow!" serunya. Ia segera berlari menuju meja dan duduk. Seb ikut duduk disebelahnya tanpa berbicara apa-apa. "Holy Shit" Nikolaj masih bergumam sesuatu yang Seb tidak memperhatikan. "Ini untukku?" tanyanya setelah itu. Seb mengangguk.

Seb tidak mengerti mengapa orang-orang di televisi selalu berlebihan memberi reaksi pada setiap acara memasak, tapi melihat Nikolaj mengeluarkan suara jeritan yang aneh saat mengunyah pancake buatan Seb ia akhirnya mengerti. Ia mulai memakan bagiannya tanpa berbicara apapun, meskipun telinganya masih mendengar komentar panjang Nikolaj bahwa pancake buatan Seb mungkin dapat menyelamatkan dunia dari segala keburukan. Di dalam hati merasa senang karena Nikolaj menyukai masakannya, karena sejauh ini hanya ini yang bisa ia lakukan untuk membalas kebaikan Nikolaj.

"Jadi... Apa yang membuatmu tiba-tiba membuat pancake untukku?" tanya Nikolaj seraya melumuri strawberry di ujung garpunya dengan sirup. "Kau tidak ingin menyatakan cinta padaku kan?" lanjutnya, menaikkan alis dengan wajah bercanda.

"Hanya ingin membalasmu," Seb menjawab singkat.

Nikolaj mengangguk dengan pipi gembung yang masih sibuk mengunyah pancake, mengingatkannya dengan hamster berwajah gemuk penuh dengan biji bunga matahari. Untuk sesaat mereka tidak mengatakan apa-apa, hanya gesekan garpu dan suara mengunyah. Seb merasa cukup senang Nikolaj menyukai makanan buatannya.

"Oh ya, dokumenmu sudah selesai dikerjakan. Aku akan mencarikan tiket pesawatmu secepatnya agar kau dapat segera kembali ke New York. Seharusnya malam ini kita dapat mengambilnya, tetapi aku ada suatu pekerjaan yang sangat penting." ujarnya tiba-tiba.

"Pekerjaan?" Seb ingin bertanya tentang dokumen tapi pekerjaan itu menarik perhatiannya.

Nikolaj tersenyum lagi, "Hanya menghadiri sebuah pesta, tidak akan lama. Hanya beberapa jam, kau tak akan sadar aku sedang pergi." ia menjawab. Seb menatap kedua piring mereka di atas meja yang sudah bersih, sepertinya mereka berdua memang lapar. "Dan jika esok pagi aku tidak kembali-" Nikolaj merogoh sesuatu pada sakunya dan mengeluarkan secarik kertas, ada tulisan angka beberapa digit disana "-Hubungi nomor ini dan jangan bicara apapun saat kau sedang tersambung, biarkan beberapa detik lalu matikan. Bersembunyilah tidak jauh dari tempat itu, dan seseorang akan menolongmu."

Seb balik menatap Nikolaj dengan alis berkerut, ia tidak suka dengan hal ini. Memangnya apa yang terjadi pada Nikolaj jika malam ini tidak kembali? Ia pasti melakukan sesuatu yang berbahaya. Lalu Seb hanya pergi begitu saja jika mengetahui Nikolaj tidak kembali? Ia tahu bahwa Nikolaj adalah orang asing, yang tidak ia kenal tapi Seb bukan orang yang tega pergi begitu saja jika terjadi sesuatu kepada orang yang sudah menyelamatkannya.

"Aku ikut." ucap Seb.

"Apa?" Nikolaj terpaku dengan mata berkedip bingung.

"Kita pergi berdua, ke pesta itu. Dan kembali bersama-sama." Seb menegaskan lagi.

Sosok berambut pirang itu menghela napas panjang dan menyandarkan punggungnya pada kursi yang ia duduki. "Kau sadar bukan bahwa aku adalah orang yang menyeretmu dari ledakan?" Nikolaj seperti sudah mengetahui bahwa Seb bukanlah orang yang mudah untuk di prediski keinginannya. "Jika ada sesuatu yang tak berjalan sesuai rencana, ini akan menjadi sesuatu yang berbahaya. Apa kau mau terlibat lagi?"

Seb mengangguk. "Aku akan memastikan semua berjalan lancar."

Mendengar itu Nikolaj tertawa kecil, suaranya terdengar menyenangkan

"Baiklah, tapi apa kau bisa menari waltz?"
-

Saat suara musik menggema keras di ruangan mereka dan Nikolaj menarik tangannya, Seb tidak mengharapkan mereka akan latihan menari dengan lagu film Disney, Alladin. Ia mulai menyesal bersedia untuk ikut dalam hal konyol seperti ini. Apakah Nikolaj akan menghadiri acara menari dengan tema Disney nanti malam Seb menyesal tidak bertanya.

"Tegakkan punggungmu!" Nikolaj menepuk-nepuk bahunya seraya tersenyum lebar. Mereka mulai menari berputar-putar, Seb tidak mengerti ritme dari gerakan ini.

Life is your restaurant and i'm your maitre'd
Come and whisper what it is you want
You ain't never had a friend like me

Nikolaj berputar dan Seb menangkap punggungnya, kemudian kembali menari dan kaki telanjang mereka saling menginjak satu sama lain, suara tawa Nikolaj semakin keras.

Oh my. No no. My my my
Can your friends do this?
Can your friends do that?
Can your friends pull this
Out their little hat?
Can your friends go poof?
Well looky here
Can your friends go abracadabra, let them rip
And then make the suckers disappear?

Akhirnya mereka menemukan ritme yang tepat.
Tidak terlalu sulit jika agak terbiasa.
-

Seb baru selesai mandi dan Nikolaj telah berdiri di depan pintu kamar mandi. "Ini pakaianmu." Nikolaj memberikan satu stel kostum tuxedo yang telah rapi di press. Entah dari mana ia mendapatkannya. Seb menggangguk dan melangkah mundur masuk kembali kedalam untuk memakai baju tapi Nikolaj menggeleng. Mungkin berganti baju seperti ini didalam kamar mandi sempit tidak tepat.

Nikolaj memberi Seb privasi dengan membalikkan badan saat ia memakai celana dan Seb menghargai hal ini. Setelah itu ia memasang kemeja putih tux lalu Nikolaj berbalik dan membantu Seb memasang jaket hitam dan dasi. Baju ini sangat pas dengan ukuran tubuh Seb, entah bagaimana bisa dan ia tidak ingin mengetahuinya.

Setelah bajunya terpasang rapi, Seb berdiri tegak di tengah kamar.
Nikolaj menatapnya diam sebelum sebuah senyum kecil kembali menghiasi wajahnya.

"Well Hello, Mr. James Bond. Apa kau benar akan ikut denganku malam ini? Tidak ada yang memaksamu untuk ikut campur dalam masalah ini lebih dalam, Seb." Nikolaj memperingatkan. "Sebisa mungkin aku berusaha menghindari orang-orang sepertimu untuk berada di tengah masalah ini, tapi jika kau sendiri yang menginginkannya aku tak akan menghentikanmu."

Seb menatap Nikolaj datar dan membalasnya singkat, "Aku ikut."
-

HYPNOTICWhere stories live. Discover now